"Dingin nya angin masih bisa ku tahan, namun angin terasa menyedihkan ketika derap langkah sudah tak beriringan"
***
Ada yang ingin aku capai setelah ini.
Ya, aku baru saja menyelesaikan pendidikan ku di sebuah universitas ternama di Jakarta.
Sarjana Komputer, itulah gelar yang aku sandang sekarang.
Sebenarnya status pendidikan itu penting, namun yang lebih penting adalah bagaimana menempuh pendidikannya dan bagaimna memanfaatkan ilmu dengan sebaik baiknya.
Alhamdulillah, atas izin Allah tak lama setelah wisuda aku mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi.
Nyaman, namun kerja bukan hanya sekedar rasa. Ada banyak hal yang harus aku pikirkan kedepannya.
Namun, untuk beberapa tahun ini aku coba untuk bertahan.
Hingga memasuki tahun ke 3 aku bekerja. Ayah dan ibu merencanakan perjodohan untukku dengan tetangga dulu waktu aku masih tinggal di bandung.
Keluarga ku dengan keluarga pak rahman memang sudah sangat akrab. Dan akupun dengan anaknya adalah teman kecil.
Terakhir kami bertemu ketika aku libur akhir semester ketika SMA, ah sudah lama sekali. Waktu itu dia masih memakai seragam putih biru.
"Dirga, besok kita ke bandung!" Perintah ayah
"Ke bandung yah? Ngapain?" Jawabku bingung
"Ketemu temen kecil mu, dia udah wisuda lho" jawab ibu tersenyum simpul
"Maksud ibu fatma?"
"Iya, kita di undang ke acara syukuran sekaligus ada yang ingin kami sampaikan." Jelas ayah
"Maksud ayah apa?"
"Kamu kan udah dewasa nak, ibu sama ayah pengen lihat kamu bahagia" jawab IBU antusias
"Ah ibu mah suka bercanda. Emang aku gak keliatan bahagia ya?"
" Emang kamu gak malu ya di urus terus sama IBU?"
" Oh, jadi ibu gak mau ngurus aku lagi ya?"
" Anak ibu aduh gemes deh. Ga, gak selamanya ibu bisa terus bersama kamu nak. Saatnya kamu punya kebahagiaan lain. Punya pendamping hidup misalnya." Jawab ibu terkekeh.
" Kamu bakal kami jodohkan sama fatma, ga." Jelas ayah
" Ayah serius?" Tanyaku memastikan
"Sudahlah, lihat saja besok. Kita berangkat sehabis dzuhur. Kita bakal nginep di Bandung, sekalian refreshing dirga."
" Iya deh, apapun buat ayah ibuku"
" Dasar anak IBU" ucapnya sambil memeluku
Hari yang cerah di bulan Agustus. Sabtu pagi ini kami sedang sibuk berkemas.
Setelah melaksanakan shalat dzuhur, kami bersiap untuk berangkat. Pasti ada yang bertanya kenapa kami cuma bertiga? Jawabannya karena aku adalah anak satu - satunya. Sepi memang.
Singkat cerita, tak butuh waktu lama, kami telah sampai di bandung. Tepatnya di rumah pak rahman.
Sesudah shalat isya berjama'ah di masjid, disini kami berada. Ruang tengah rumah pak rahman.
Aku memilih menjadi anak yang penurut, karena apapun yang orang tuaku pilih pasti baik. Belum lagi keluarga ku dan keluarga pak rahman sudah saling mengenal.
Fatma Dwiariani, perempuan yang dulu masih memakai seragam putih biru, sekarang telah menjadi perempuan cantik dengan balutan gamis bunga senada dengan jilbab yang ia kenakan.
Kami kembali dipertemukan, dan tak ada penolakan. Semua berjalan dengan baik. Kami memiliki waktu sebulan untuk proses ta'arufan.
12 September 2012
Hari itu tiba, hari dimana aku dan dia akan menjadi kita. Rasa bahagia menyelimuti diri, apalagi melihat ayah ibu begitu berseri.
Namun, entah kenapa ada sedikit rasa yang mengganjal di hati. Aku tak tahu apa, namun semua terasa sangat indah.
Pagi ini semua tampak sibuk, sanak saudara semua berkumpul dirumah.
Disini sekarang aku berada, di kamar. Duduk di depan cermin sambil memperhatikan diriku sendiri.
" Benarkah ini aku?" Tanyaku pada diriku sendiri diiringi senyuman yang merekah.
Aku kini telah rapi dengan mengenakan jas warna hitam lengkap dengan peci hitam yang sedari tadi menghiasi kepalaku.
Tiba - tiba pintu kamarku terbuka, ibuku datang dengan senyuman yang terus mengembang.
" Anak ibu ganteng banget" ucapnya sambil merangkul pundakku
" Di luar rame ya Bu?"
" Iyalah, anak ibu kan mau nikah"
" Gak nyangka ya Bu, dirga udah mau punya istri. Yah, gak bisa manja lagi dong sama ibu" ucapku dibuat memelas
" Ya, manja nya sama istri kamu lah ga" jawab ibu terkekeh.
" Nanti kalau udah nikah aku tinggal sini ya? nemenin ayah ibu biar rame"
" Gmna kamu aja ga. Oia, jaga diri baik-baik. Bimbing fatma, jadi keluarga sakinah mawadah warahmah."
" Aamiin aallahuma aamiin"
" Yaudah yuk nak, kita berangkat sekarang."
" Ibu, apa gak kepagian?"
" Udah jam 5 pagi, ijab kabul kurang lebih jam 9. Jakarta macet ga. Ayo buru!"
" Iya bu" ucapku patuh mengekori ibu dari belakang menuju ruang tengah.
Semua telah siap. Aku, ibu, ayah dan pak doni, dia adalah supir mobil yang kami tumpangi melaju lebih dulu. Diikuti dengan mobil rombongan yang mengikuti di belakang.
Inikah hari terakhir ku melihat senyum ayah ibu.
Aku begitu terkejut mobil yang aku tumpangi lost control, remnya blong. Menabrak pembatas jalan. Setengah sadar ku lihat ayah ibu penuh dengan darah.
Tubuhku lemah, ingin berteriak namun semua sia-sia. Tak ada yang bisa kulakukan. Hanya air mata yang bisa ku tumpahkan.
" Ayah, ibu maafin dirga. Tetap bersama dirga. Jangan tinggalin dirga." Ucapku lirih menahan sakit dibagian kepala dan hingga semuanya terasa gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH
General FictionAntara harapan dan kepastian. Kamu atau kematian? Kepastian yang sudah tertulis.