Kuulurkan tanganku ke mobil untuk mengunci si putih, mobil Lamborghini Aventador tipe pertama milikku yang walau sudah terbilang tua tetap selalu aku rawat dengan baik. Sembari mengunci si putih, akupun disibukan dengan aktifitas mengengam roti sambil sesekali mengunyah roti cokelat.
Hari ini hari pertamaku kembali sekolah setelah libur panjang, terasa masih kurang saja liburnya. Sambil berjalan aku menatap ke arah atas gedung sekolah melihat sekolahku yang merupakan salah satu SMA High Class di Jakarta.
Baru sebentar aku melangkah. Terdengar suara dari kejauhan memanggil-manggil namaku. Aku tengok ke arah suara tersebut yang terdengar dari telinga kiriku. Tidak terlihat jelas muka sang pemanggil, hanya tangannya yang melambai-lambai ke arahku dari kejauhan.
"Razz Razz." Ucapnya dari jauh yang mendekat perlahan-lahan kepadaku. Terlihat usia yang tidak muda lagi, rambut hitamnya di cepak rapih serta kemeja putih yang di balut jas membuatnya terlihat seperti pekerja kantoran. Tidak lama muncul anak perempuan yang keluar dari pintu mobilnya tadi. Dia merangkul anak tersebut dan berkata.
"Kenalin anak om namanya Liliana. Dia satu sekolah denganmu, Jaga anak om baik-baik yaa."
Aku memejamkan mata kebingungan. Apakah iya ya dia teman ayahku?!. Terlalu banyak teman ayah yang dateng ke rumah hingga membuatku bingung. Spontan bibirku berkata "iya om." Kaget aku melihat anak perempuan itu yang sudah tidak menunduk dan sedang membuka topinya.
Parasnya begitu manis ditambah dengan tahi lalat kecil di dagunya yang menambah kesan manis dan cantik. Rambut panjangnya seketika menjadi coklat ketika terkena terik matahari. Lekuk tubuhnya begitu seksi dan tingginya di atas perempuan kebanyakan, tapi sayang tingginya belum dapat menyaingiku. Ia baru sehidungku saja.
Ketika aku melihat anak perempuan itu. Hmm ia bukan anak perempuan, tapi gadis menurutku. Ia maju satu langkah lebih dekat denganku, dengan senyumnya ia mengulurkan tangan.
"Haii.. salam kenal kaa" Ucapnya sambil tersenyum.
Aku balas dengan tanganku. "Salam kenal Liliana, panggil saja Razz tidak usah pake kak."
Ketika aku menyentuh tangannya, terasa begitu halus hingga rasanya tanganku enggan untuk melepasnya. Sambil mengenggam tanggannya aku memainkan lidah ke langit-langit yang mengenai gigi-gigi tajam di dalam mulutku. Ini merupakan kebiasaanku ketika grogi.
Demmm!!! Tak sengaja lidahku tergigit. rasanya begituuuu sakit. "F*ckkkk" itulah kalimat dalam hatiku.
"Kalian tidak masuk? ayo sana masuk! Jangan lupa ajak Liliana berkeliling-liling sekolah ya Razz, supaya ia tahu sekolah barunya!" Kata ayah gadis itu.
Lidahku gemetar tidak sanggup berbicara. Aku hanya menunduk-nundukan kepala sambil menarik gadis tersebut pergi menuju aula. Rasanya begitu sakit di lidah tapi aku tetap berjalan masuk bersama gadis itu. Ayah gadis itu melambai-lambaikan tangan kembali dan meninggalkan kita pergi menuju mobil. Persetan dengan rasa sakit di lidahku! akupun tetap berusaha tersenyum sambil berjalan menuju aula.
Ketika sedang berjalan menuju aula. Gadis tersebut mengulurkan tangan dari kantong tasnya. Ia mengulurkan tangan sambil memegang tisu.
"Bibir kakak berdarah." Ucapnya padaku sambil mengusap bibirku yang berdarah.
Jantungku seketika berdetak kencang. Bibirku yang sedang gemetar terbuka. "Thanks," ujarku padanya sambil aku balas tangannya dengan tanganku yang lekas mengambil tisu darinya.
Waduh! Aku panik melihat Aula yang kosong. Aku bilang padanya "sepertinya sudah pembagian kelas, mari kita cari namamu dan namaku" aku pun berlari-lari dengannya mencari-cari kelas di setiap lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Memory
Teen Fiction"Penyesalan datang belakangan, tapi tidak bagiku. Tak ayalnya awan membayangiku kemanapun kaki ini melangkah, berhati-hatilah denganku!" # 27 in Sastra (02/08/18) # 25 in Sastra (07/08/18) # 10 in Sastra (11/08/18) # 640 in Teenfiction (11/08/18) #...