'Aku bingung harus pergi ke mana?!' Sudah sepuluh menit ku habiskan untuk duduk di mobil dengan kaki yang tak mampu menginjak pedal gas. Sembari tangan kiriku mengenggam posel, tangan kananku menahan kepala yang menunduk memikirkan apa yang harus di lakukan. Sambil berfikir spontan tanganku membuka laci dan mengambil beberapa kartu nama. Setelah itu dengan cepat aku membuka pintu dan keluar. Tanpa pikir panjang aku menuju ruang belakang, sambil berjalan ku tatap ponsel dengan jari-jemariku sibuk mengetik. Hingga langkah kakiku telah tiba di tujuan dan dengan cepat mataku melirik ke kiri dan kanan mencari supir ayah.
"Pak Dian!" Ujarku pada supir ayah yang sedang duduk sambil meniup kopi. "Pak! tolong pergi ke kantor polisi di Jakarta Barat sekarang ya! Ini bawa ponsel saya dan dua kartu nama ini." Ucapku sembari melihatkan lokasi Evelyn menggunakan ponsel.
"Oh.. iya iya den." Jawab pak Dian dengan jari menunjuk ke layar ponselku. "Ini kantor polisi dekat rumah sakit non Rachel ya den?"
"Iyaa pak! Cepat ya pak ke sana jangan sampai kemalaman. Setiba di sana langsung masuk dan cari Evelyn ya! Lalu kasih barang ini. Kalau pak Dian pergi jangan bilang ayah masalah ini! Tolong banget ya pak."
"Iya.. baik den." Ujar pak Dian yang bergegas pergi.
Setelah itu aku kembali masuk ke mobil dan pergi ke rumah Liliana. Selama di perjalanan aku terus memikirkan pak Dian yang sedang menuju tempat Evelyn.
Pemikiranku yang bercabang, membuatku tak sadar telah sampai rumah Liliana. Setelah mobil terparkir di luar, aku lekas membuka gerbang dan masuk ke rumah Liliana. Baru selangkah aku mendekat pintu rumah, terlihat Liana dari kaca sedang duduk di sofa sembari bicara dengan orang yang tak terlihat jelas.
Baru dua hentakan tangganku mengetok pintu, ia sudah membuka pintu. Seketika itu aku masuk ke rumah Liana dan melihat ayahnya sedang berdiri sambil memegang gelas di tangannya, dengan senyum aku mendekat dan meminta izin untuk pergi makan malam bersama anaknya.
"Om, saya mau ajak Liliana makan malam di kawasan Kuningan, di sana banyak tempat makan enak. Sambil makan kita akan membahas banyak hal mengenai sekolah, sekalian biar kita bisa semakin dekat juga."
Seketika Liliana memeluk ayahnya, "Aku pergi dulu ya yah!"
"Iya, kalian hati-hati." Jawab ayah Liana.
Sambil keluar aku mengambil ponsel dari saku celanaku, terlihat tidak ada satupun pesan maupun panggilan masuk. Setelah itu aku metutup pintu dan memasukan kembali ponselku ke dalam saku. Sembari berjalan menuju parkiran mataku tak hentinya menatap Liliana yang sedang berjalan tepat di depanku. Malam ini ia benar-benar terlihat berbeda.
Dress biru yang ia kenakan membuat dirinya terlihat semakin cantik, di tambah rambut bergelombang di bagian bawah dan heels yang ia kenakan membuatnya lebih manis dan seksi. Sambil berjalan aku tak hentinya menghirup wangi vanila yang keluar dari tubuhnya. Wangi yang begitu mengoda hingga membuat mulutku tak sengaja terbuka melontarkan suara.
"Cantikkk"
Liliana yang mendengar kalimatku spontan menjawab, "apa? Makasih pujiannya yaa!" Ia tersenyum dengan kedua lengan lekas memegang pipi. Terlihat pipi yang memerah.
Dengan senyum aku mengulurkan tangan kananku padanya. Lekas ia memegang tanganku sembari tersenyum. Ku rasakan tangannya yang begitu halus sambil berjalan menuju mobil. Tak terasa waktu begitu cepat hingga kita sudah di depan mobil saja. Lekas aku membuka pintu untuknya dan seketika itu ia masuk ke dalam mobil. Setelah itu akupun masuk dan menyalakan mesin mobil.
"Kamu mau mendengar musik apa?" Ujarku yang menawarkan musik pada Liliana.
"Apa saja tidak masalah! Indonesia maupun barat aku suka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Memory
Teen Fiction"Penyesalan datang belakangan, tapi tidak bagiku. Tak ayalnya awan membayangiku kemanapun kaki ini melangkah, berhati-hatilah denganku!" # 27 in Sastra (02/08/18) # 25 in Sastra (07/08/18) # 10 in Sastra (11/08/18) # 640 in Teenfiction (11/08/18) #...