Chapter 6

6.9K 1K 18
                                    



"Ada kepentingan?" Taehyung mengeluarkan suara lebih dulu, menatap Jungkook yang sedang mematung di depan pintu masuk ruangannya. Mungkin makan siangnya sudah selesai dan Jungkook langsung ingin menemui pria tampan yang bersikap aneh itu.

"Kenapa diam di situ? Kalau ada kepentingan silahkan masuk, kalau tidak ada silahkan keluar. Masih banyak yang harus aku kerjakan." Jungkook kembali menatap dalam pria yang tidak bisa ia lupakan kehadirannya itu. Yang dilakukan Taehyung adalah sama, menatap lekat pria imut yang kini mulai menutup pintu lalu berjalan ke arah meja kerja Taehyung.

"Kau aneh. Kau membingungkan. Kau membuatku takut. Wae?" Taehyung mengeluarkan suara "huh" lalu terkekeh, terkesan meremehkan. Jungkook benar-benar tidak suka keadaan ini, tapi ia butuh penjelasan.

"Yah, jangan mengajakku berdebat di sini Jungkook-ssi. Lagi pula aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan itu." Jungkook menarik kursi di depan meja kerja Taehyung, mencari atensi pria itu yang sepertinya kali ini benar-benar sedang banyak yang harus ia kerjakan.

"Kau dengan segala ketenanganmu itu, wae wae wae?" Taehyung menarik napas panjang, beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah Jungkook. Menarik tangan pria yang lebih muda, berjalan menuju dimana mobilnya berada.

Jungkook berusaha untuk menguatkan hati, takut-takut Taehyung akan meneriakinya di sini. Posisi mereka masih di luar mobil, Taehyung kembali menatap Jungkook yang menundukkan kepalanya.

"Apa aku benar-benar tidak berarti bagimu Jeon?" Jungkook menegakkan kepala, terkejut oleh pertanyaan yang terdengar menyedihkan. Hatinya seperti teriris, Taehyung bahkan tidak melakukan apapun.

"Kenapa kau kembali hah? Kenapa kau berani menampakkan wajahmu yang luar biasa seperti dewi di hadapanku lagi?" Entah Jungkook harus bereaksi seperti apa, menangis tersedu-sedu atau merasa tersanjung karena Taehyung sudah memujinya.

Kalimat pujian itu mengingatkannya kembali ke masa lalu mereka, Taehyung sering memujinya begitu. Memuji semua yang ada padanya, memuji apapun yang sudah Jungkook lakukan sekali pun itu tidak ditujukan untuk Taehyung. Jungkook rindu, semuanya.

"Apa kau sungguh berpikir aku selemah itu? Karena kau tau pada faktanya, seseorang akan lemah ketika.... Mencintai." Jungkook terisak dalam diam, Taehyung memang tidak membentaknya. Tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya benar-benar menunjukkan kesedihan yang teramat dalam. Jungkook mengira hanya dirinya saja yang seperti itu, ternyata pria di depannya ini juga.

"A-aku merindukanmu. Kau juga. Takdir itu yang membawaku ke sini. Semesta mengingkan aku dan ka--" Jungkook menghentikan ucapannya ketika mendengar tawa Taehyung, terdengar mengerikan. Seperti di luar kesadarannya.

"Persetan dengan takdir. Kalau memang kita ditakdirkan bersama kenapa kau harus pergi dulu dariku dan bersama dengan orang lain. Kau punya jawaban itu untukku?" Jungkook terdiam, mendengar kalimat selanjutnya dari mulut Taehyung membuatnya semakin menundukkan kepalanya.

"Yah, kau tau? Kau tidak lebih dari sekedar mimpi buruk bagiku,"

"Mimpi buruk yang sialnya selalu aku nantikan kehadirannya. Aku sebodoh dan selemah itu Jungkook kalau kau mau tahu." Terdengar helaan napas yang terburu-buru, Jungkook beringsut ke tanah ketika Taehyung meninggalkannya di parkiran mobil.

"Dan si bodoh itu masih mencintaimu." Terucap sangat pelan, tapi Jungkook masih bisa mendngar ini dengan sangat jelas.




Appa Kim terlihat sedang membaca beberapa berkas ketika melihat Taehyung memasukka mobilnya ke dalam garasi. Masih jam makan siang, Taehyung sudah kembali. Tidur adalah jalan satu-satunya untuk membebaskan pikirannya soal meminta maaf atas kata-kata yang keluar dari mulutnya untuk Jungkook.

Feel again | vkook✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang