1. Kesialan

57.3K 2.6K 31
                                    


Zka balas memandang Yvone dari pantulan cermin sambil memulas wajahnya. "Mom, kita membutuhkan uang. Tenanglah, Mom, aku baik-baik saja."

"Tapi aku tidak tenang memikirkanmu, Sayang. Tempat itu terlalu berbahaya untukmu."

"Mom, bayaranku bernyanyi di sana sangat membantu kita." Zka menghentikan gerakannya dan tersenyum menenangkan. Sudah satu minggu ini Zka menjadi penyanyi di J Club, dan sampai hari ini semuanya berjalan dengan baik. Meski Zka sendiri sebenarnya tidak nyaman, namun bayaran yang diterimanya begitu menjanjikan.

"Aku bisa meminjam uang, Sayang. Berhentilah dari sana. Itu bukan tempat untuk gadis baik-baik sepertimu."

"Mom. Aku hanya bernyanyi. Sudah jangan pikirkan lagi. Lebih baik kita pikirkan bagaimana cara meyakinkan Tuan Smith agar tetap menyewakan tempat itu untuk kita."

"Aku sudah mencobanya, Sayang. Tapi dia tidak bisa membantu banyak."

"Aku heran, Mom. Kita sudah menyewa tempat itu hampir empat tahun, dan selama ini tidak pernah ada masalah dengannya. Tapi kenapa tiba-tiba ia menaikkan harga sewa sedemikian tinggi?" Kembali Zka mengungkit permasalahan ini. Dia tidak habis pikir bagaimana Tuan Smith yang baik hati itu dapat berubah tiba-tiba. Pria tua itu seakan tidak mempedulikan nasib Zka dan ibunya jika mereka tidak bisa lagi membayar sewa.

"Dia sedang membutuhkan banyak uang, Sayang."

"Mom, aku pergi dulu. Aku sudah hampir terlambat." Zka bangun, mengambil tasnya dan mengecup pipi Yvone.

"Hati-hati, Sayang." Yvone balas mengecup kening Zka, mendoakan agar putrinya dijauhkan dari bahaya.

Sayangnya, nasib baik sedang tidak terlalu berpihak pada Zka saat itu.

Zka meninggalkan J Club ketika waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Seperti biasa ia akan berjalan kaki hingga Halte 71, menunggu bus yang akan membawanya menuju tempat tinggalnya.

Sejak masih di pelataran parkir J Club, Zka merasa jika dirinya diikuti orang lain. Ia mempercepat langkahnya namun berusaha terlihat tetap tenang. Tidak banyak orang yang berkeliaran di waktu seperti ini, biasanya hanya mereka yang baru saja meninggalkan J Club. Zka semakin yakin jika dirinya diikuti, karena ia mulai mendengar langkah-langkah kaki yang seirama dengannya. Entah karena terlalu gugup, atau memang dirinya sudah lelah, Zka malah terjatuh.

"Ayo, bangun!" Pria yang sejak tadi mengikutinya, kini mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

Ternyata ada tiga orang pria yang mengikutinya. Zka menatap ragu, ia berusaha berdiri tanpa menghiraukan bantuan yang ditawarkan salah satu dari mereka. Namun pria itu seakan tidak menyadari penolakan Zka, ia malah langsung menarik lengan gadis itu untuk membantunya berdiri.

"Terima kasih," ujar Zka meski enggan. Setelah mengucapkan itu, Zka langsung berjalan meninggalkan mereka. Namun seketika bahunya ditahan.

"Mau ke mana? Kenapa terburu-buru begitu?" Salah satu dari ketiga pria itu berbisik di dekat telinganya. Bau alkohol tercium jelas dari napas pria itu.

Zka berusaha bersikap tenang. "Lepaskan aku!"

Pria itu memutar tubuh Zka dengan kasar. "Temani kami dulu."

Zka memperhatikan ketiga pria itu. Satu berambut pirang, satu berambut coklat, dan satunya lagi cepak. Ia menyadari bahwa mereka adalah pengunjung di J Club, dan sejak tadi ketiganya memang memandangi dirinya terus menerus ketika ia sedang bernyanyi di atas panggung. "Aku lelah. Aku ingin pulang."

JELAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang