6.10 a.m
Felicya mematut dirinya di depan cermin yang berada dipojok kanan tempat tidurnya. Dia mengamati kedua mata nya itu.
"Kenapa tambah parah?" gumamnya.
Dengan gusar dia meraih bedak lalu dia bubuhkan sedikit sedikit di sekitar kedua matanya, agar mata panda yang tak sengaja di buat nya setiap malam tidak terlihat jelas.
"Nah, lebih baik." gumamnya kepada dirinya sendiri.Tas abu-abu yang berada di meja langsung disambarnya. Dia melihat jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kirinya seraya membuka handle pintu dan segera melangkah turun.
Terdengar suara dentingan kecil alat makan yang beradu satu sama lain. Felicya melihat papa dan kakak nya yang sedang makan bersama. Melihat pemandangan itu mengingatkan dia kepada seseorang yang seharusnya juga masih ada disini kalau saja kejadian 'itu' tidak ada. Teringat kejadian 'itu', hati nya merasa teriris. Mata indahnya mulai berkaca-kaca.
Seandainya semuanya utuh, dia tidak akan seperti sekarang. Seandainya, seandainya dan seandainya.
Hanya keheningan yang mendominasi ruang makan itu. Tidak ada yang memulai pembicaraan sepatah kata pun.
"Fe..sini, ayo makan sama-sama." ajak papa nya tiba-tiba.
Ternyata Davino menyadari kehadiran anak bungsu nya itu. Yang di panggil pun tersentak dari lamunannya. Buru buru dia mengusap ujung mata nya agar bendungan yang tidak sengaja ia buat mengalir begitu saja.
"Hmm... Fe duluan aja deh pah." ucapnya berusaha membuat suara nya setenang mungkin.
Sesaat pandangan gadis itu mengarah kepada kakak nya, dan si kakak balas memandangnya dengan tajam. Seakan, kata-kata pahit yang di lontarkan kakak nya dulu kembali lagi terasa.
Deg
Kakak...batin Alvira
Sejenak Felicya memejamkan mata untuk mengusir gemuruh air yang mendesak keluar.
Dengan perlahan Felicya melangkahkan kakinya ke meja makan dengan menahan sejuta air mata.
"Pa...Fe berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum.." pamit nya sambil mencium punggung tangan papanya. Papanya tersenyum.
Lalu Felicya beralih ke kakaknya. "Kak, Fe berangkat dulu." pamitnya sembari meraih tangan kakaknya untuk di cium.
Ketika tangan nya hampir menyentuh tangan kakaknya itu.
''Prangkkk......" Alvaro langsung melempar piring nya itu ke sembarang tempat."VARO!!!!" bentak Davino.
Tak kuat lagi menahan bendungan yang ingin segera membuncah keluar, Felicya pun pasrah. Dia membiarkan tetes demi tetes air mata keluar begitu saja. Dia merasa tidak sanggup lagi menghadapi ini. Dia tidak tahan lagi dengan keadaan yang seperti ini.
"Jangan pernah lo sekali-kali nyoba nyium tangan gue, pembunuh." ucap Varo setengah berbisik di telinga gadis itu dengan penuh penekanan.
Refleks. Gadis itu membeku mendengar ucapan kakak satu satu nya itu. Sebegitukah? kakak nya sangat membenci nya. Hatinya sakit. Membuat air mata nya semakin deras.
Tanpa menghiraukan bentakan papa nya, Alvaro langsung meninggalkan tempat itu, dan pergi ke kamar.
Felicya merasa dunia ini seolah-olah sedang mengincarnya. Seperti ingin menenggelamkan diri nya di bawah sana. Hanya untuk membuatnya semakin takut.
Tiap sekecil apapun perbuatannya, pasti serba salah. Sampai-sampai dia berkeinginan untuk menjauh tanpa diketahui siapapun. Ya..dia ingin seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Rindu Kakak
Teen FictionKehidupan itu tak selamanya berjalan mulus seperti yang kita inginkan. Ada saja sesuatu yang menghalangi untuk menjatuhkan kita ke jurang yang amat sangat dalam. Tak peduli siapapun yang dihadapinya. Semua manusia di dunia tidak ada yang sempurna...