Prolog

366 12 0
                                    


Terlihat seorang gadis yang sedang duduk dengan memeluk lututnya sendiri di lantai balkon kamarnya yang menghadap langsung ke taman belakang rumah.

Hatinya sekarang sangatlah buruk, mengingat kejadian yang membuatnya sungguh tertekan.

"AKU BENCI KAMU FE"

Kalimat itu selalu berbisik bisik di telinga putihnya itu dengan kasar. Seakan menyiratkan betapa hancurnya hati si pemilik kalimat tersebut.

Hanya empat kata itu dapat membuat seorang gadis yang dulunya periang sekarang menjadi seorang gadis yang pendiam.

Hampir satu bulan semenjak kejadian 'itu' dia mengurung diri di kamar nya. Mungkin keluar kamar hanya untuk bersekolah saja tidak lebih dari itu.

Hari ini hari Minggu, sebagian besar orang akan mengisinya dengan bersenang senang bersama keluarga. Tapi tidak untuk gadis yang bernama Felicya ini. Dia lebih memilih untuk berdiam diri di kamarnya yang sunyi.

Dia meratapi hidupnya ini, dulu dia begitu bahagia. Hari-harinya selalu di isi dengan senyum dan tawa di setiap detiknya. Tapi sekarang apa? Untuk tersenyum pun susah.

Sekarang dia hanya bisa mengikuti jalannya hidup yang telah di atur oleh Tuhan. Hei, bukankah itu namanya pasrah. Tidak, dia tidak pasrah hanya saja dia belum siap untuk berbuat sesuatu. Tapi berbuat apa? Entahlah.

Teringat kejadian 'itu' membuatnya frustasi. Dia memegang kepala dengan kedua tangannya dan berteriak histeris.

"Aaarrgghhhh........." dan melampiaskan kekesalannya pada benda-benda yang berada di dekatnya. Seandainya, kejadian 'itu' tidak terjadi maka pasti kehidupan nya tidak akan seperti sekarang ini.

Hidupnya sekarang di penuhi dengan air mata yang membuat kedua mata cantiknya itu menjadi mata panda yang kusam.

'Nasi sudah menjadi bubur'.

Tidak ada yang menyangkal pepatah itu bukan?. Memang tidak ada. Penyesalan itu memang datang pada akhir dalam sebuah peristiwa.

Seandainya pepatah itu berkebalikan maknanya dengan sebenarnya, mungkin Felicya tidak tertekan seperti sekarang.

Another side......

Seorang laki-laki biasanya tidak akan membiarkan air matanya berlinang bukan?.

Mereka para lelaki itu tangguh dan gentle. Mereka pandai dalam menyembunyikan kesedihannya bukan?.

Tetapi tidak untuk lelaki yang satu ini. Dia membiarkan air matanya keluar membasahi pipi tegasnya.

Sejak dua jam lalu, dia terpaku di tempat ini. Tempat yang di penuhi dengan gundukan-gundukan tanah yang di kelilingi bunga-bunga di atasnya.

Dengan di temani suara angin yang menerpa tubuhnya dan suara daun-daun yang bergesekan, dia menatap batu nisan yang bernamakan ALYA DIANA

Tangan kirinya terkepal kuat-kuat di atas gundukan itu dan tangan yang lain memegang sesekali mengelus batu nisan itu. "Ma...... mama baik-baik aja kan di sana?" tanyanya tak percaya bahwa ibunya meninggalkan dirinya secepat ini.

Alvaro bertanya pada kuburan ibunya seakan-akan ada jawaban atas pertanyaan dari putra sulungnya itu. Namun, itu mustahil. Orang yang sudah menghadap Tuhan tidak akan pernah kembali bukan?.

Sekelabat ingatan tentang kejadian 'itu' melintas di otaknya. Membuat rasa sakit, kesal bahkan dendam meluap-luap kepada si pembunuh ibunya itu.

Lagi-lagi tangannya mengepal dengan kuat sehingga memperlihatkan otot-ototnya yang menonjol keluar.

***

Huahh...
makasih kakak udah baca karya aku...
Jangan lupa vote and comment ya kak...
Butuh support nih kak, hehehe...maklum ngga ada penyemangat, eakk.....
Maaf kak kalau cerita nya ambigu dan banyak typo...wkwkwk

Regards

dry.ice.girl

Aku Rindu KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang