-1-

37.4K 2.8K 176
                                    

🌼🌼🌼

"Nggak ke kantin dulu?"

Kepalaku menggeleng cepat, nggak kalah cepat dengan gerakan tanganku masukin buku-buku ke ransel.

"Tadi katanya mau jajan siomay pulang sekolah?"

"Besok aja ya, aku mau pulang," sahutku sambil nunjukin raut menyesal ke teman sebangkuku.

Begitu meja sudah terlihat bersih, aku langsung pamit pada Desy dan melesat keluar sambil megangin tali ransel di pundak.

Suasana di luar lumayan ramai, karena ini memang jam bubar sekolah. Aku harus susah payah cari celah biar bisa cepat mencapai gerbang.

Di antara deretan para penjemput, mataku langsung menangkap sosok yang berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celana abu-abunya. Senyum di wajahnya terkembang lebar, bikin aku mempercepat langkah dan langsung menubrukkan badan kecilku ke pelukannya.

"Kebiasaan!" tegurnya sambil tertawa pelan melihat tingkahku, tangannya ngacakin puncak kepalaku lembut.

"Aku kangen sama Mas Abhi!"

Dan remaja yang masih mengenakan seragam sekolahnya ini, langsung mencubit pipiku gemas.

Dia nggak bawa motor seperti mas-mas yang sering kulihat di jalan. Kadang kalau dia jemput, kami pulang naik angkutan umum bareng, atau kadang Papa Gama yang jemput Mas Abhi terus baru jemput aku.

"Tapi Mas nggak kangen, Jani," godanya yang bikin aku langsung cemberut sampai tawanya pecah.

Aku kesal.

Tapi aku juga suka lihat Mas Abhi tertawa.

Dia ... manis.

*

*

*

"Kenapa beli bukunya banyak?"

Mas Abhi malah tersenyum tanpa melepas gandengan tangannya dariku.

Aku nggak bohong, tas yang dibawa Mas Abhi sudah hampir penuh sama buku yang kami beli. Aku bahkan nggak kuat kalau disuruh bawa tas dengan tulisan nama toko buku ternama.

Sepulang sekolah, dia emang ngajak aku ke toko buku. Katanya udah ijin sama Ayah dan Ibu, dan aku percaya aja, karena emang Mas Abhi nggak akan pernah berani bawa aku main kalau belum ijin Ayah sama Ibu.

"Memang Mas bisa baca semua?"

"Bisa dong, kalau nggak dibaca buat apa Mas beli?"

"Tapi perpustakaan Papa Ucha juga banyak bukunya kan?" tanyaku masih penasaran. Soalnya buku di perpustakaan Papa emang banyak banget, tebal-tebal juga. Sampai aku sebesar Mas Abhi nanti, aku yakin nggak bakal bisa selesai baca semua buku di perpustakaan Papa Ucha.

"Tapi yang ini belum punya," jawab Mas Abhi sambil nunjukin buku lumayan tebal dengan gambar alat yang biasanya dipakai dokter meriksa pasien.

"Itu buku apa? Alatnya dokter?"

"Ini buku tentang ilmu kedokteran."

"Ilmu kedokteran?" tanyaku sambil menatapnya bingung. "Mas mau jadi dokter?"

Kepalanya mengangguk dengan sangat jelas. Seingatku Mas Abhi kalau ditanya mau jadi apa, selama ini nggak pernah jawab mau jadi dokter.

"Kenapa?"

"Biar kalau ada yang sakit, Mas bisa obati."

Aku diam ngamatin Mas Abhi selama beberapa saat.

"Kalau gitu, aku mau jadi suster!" celetukku kemudian.

Still You (Full Version Ready On DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang