-5-

15.4K 2.3K 88
                                    

🌼🌼🌼

"Mas kenapa nggak mau jadi dokter yang kayak Bundaku aja?" tanyaku penasaran.

"Mas kan mau nolongin yang lagi sakit."

"Bunda juga nolongin orang, meski yang ditolongin udah meninggal, tapi kata Ayah dokter kayak Bunda juga jasanya besar."

"Mas tahu, tapi ... Mas nggak kayak Bunda Farah. Jangankan lihat orang mati beneran, lihat yang di film aja Mas nggak suka."

"Maksudnya takut?"

"Nggak suka Jani, bukan takut."

"Takut juga nggak apa-apa kok. Tiap orang kan pasti punya rasa takut, dan kata Ayah itu normal."

"Memangnya, kalau Jani takut apa?"

Aku diam sebentar. Memikirkan baik-baik apa yang paling aku takutkan selama ini.

"Dulu ... aku paling takut kalau ditinggal Ibu," jawabku berat hati.

"Dulu?"

Aku mengangguk pelan. "Waktu belum ada Dek Dira sama Dek Cakra."

"Kenapa?"

"Soalnya dulu Ibu sama Ayah jarang bicara."

Saat mengatakan itu, kilasan masa kecilku tahu-tahu terlintas dengan sangat jelas. Aku emang paling takut kalau ditinggal Ibu dulu. Apalagi waktu aku diam-diam lihat Ibu nangis.

"Selain itu, ada lagi yang ditakuti?"

"Mmm, takut Ayah sama Ibu makin tua. Nanti nggak bisa main sama kami lagi."

Mas Abhi tersenyum sambil mengusap kepalaku. "Kan ada Mas Abhi yang nemenin main."

"Kan kalau punya pacar lagi, nanti Mas Abhi lupa main sama kami."

Mas Abhi langsung diam. Tangannya juga berhenti mengusap kepalaku.

"Kalau pacarannya sama Jani?"

Tubuhku rasanya langsung beku. Nggak ngerti apa maksud Mas Abhi ngomong kayak barusan.

*

*

*

"Ibu dulu nggak pernah pacaran?" tanyaku terkejut.

Apalagi waktu Ibu gelengin kepala, aku tambah kaget. Ayah aja pernah pacaran sama Bunda, masak Ibu nggak pernah?

"Kenapa emangnya?"

"Nggak tahu kenapa, Kak."

"Nggak ada yang ngajak Ibu pacaran ya?"

Ibu tersenyum mendengar pertanyaanku.

"Tapinya nggak mungkin juga," lanjutku sambil kembali mewarnai gambar di depanku. Meski sudah tambah besar, aku masih senang mewarnai gambar yang sudah jadi, atau gambar yang aku buat sendiri, atau gambar buatan Ayah.

"Apanya yang nggak mungkin, Kak?"

"Ibu cantik, baik hati, nggak suka jahatin orang, nggak mungkin kalau nggak ada yang ngajak Ibu pacaran kan?"

"Kalaupun ada, Ibu yang nggak mau pacaran."

"Kenapa nggak mau? Nggak ganteng kayak Ayah ya?"

"Memangnya Ayah ganteng?"

"Ibu suka bilang, Dek Cakra ganteng kayak Ayah kan?"

Seketika Ibu tertawa sambil mencubit pipiku gemas.

Aku suka lihat Ibu tertawa begini. Beliau makin kelihatan cantik kalau lagi bahagia.

"Terus, Kak Caca nanya gitu apa karena ada yang ngajak pacaran lagi?"

Still You (Full Version Ready On DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang