The Winner

2 0 0
                                    

Semilir angin malam menjadi pelengkap kedamaian hati Adrian yang sedang duduk di pelatan rumahnya. Disampingnya terdapat sebuah cangkir berisi teh manis hangat yang tinggal setengahnya. Sesekali Adrian tersenyum sendiri. Dalam benaknya kini hanya ada rasa lega setelah sesuatu terjadi  kemarin sore. Beberapa percakapan antara dirinya dan Nadin telah terrekam jelas di ingatannya.

" Okey aku minta maaf. Sebenarnya sudah beberapa kali aku jalan sama kak Kalam. Apalagi ketika kamu belum pulang. Gak ada yang bisa aku andalkan lagi selain dia. Selama ini selalu ka Kalam yang gak banyak alasan pas aku butuh seseorang. Kamu tahu sendiri semenjak ayah pergi, kesibukanku dan ibu bertambah. Dan kak Kalam selalu ada"

"penjelasan kamu masuk akal, Nad. Tapi siapapun tak akan menyukai jika dibohongi. Apalagi sudah berkali-kali. Tapi aku berterima kasih karena kamu mengakuinya sendiri"

"Aku ... sebenarnya ingin kita putus

Beberapa detik setelah Nadin mengucapkan itu, mereka sama-sama terdiam. Tetapi raut wajah mereka seperti ingin menyampaikan banyak hal.

"Jika kamu butuh alasan, kamu boleh tanyakan, Dri" Sayup-sayup suara Nadin kini menggambarkan betapa Nadin sebenarnya sangat takut mengutarakannya.

"Haha. Lucu ya, Nad" Adrian tertawa kecil tetapi wajahnya tak menunjukkan bahwa dirinya sedang terhibur.

"apanya yang lucu?"

"Sejauh ini aku percaya sama kamu. Dan kamu tahu? bahwa beberapa menit yang lalu, aku sudah berniat melupakan masalah itu, memaafkanmu, dan memulai kembali. Aku melihatmu sebagai pelaku kejahatan yang sedang menyesal dan meminta kesempatan kedua. Tetapi lagi-lagi aku salah dan aku tak butuh alasan yang lain, Nad. Aku setuju kita putus"

Nada dering teleponnya berbunyi, Adrian membaca sebuah nama Kalam pada layarnya. Kemudian dia menggeser arah jari permukaan layar  ponselnya

"Halo, Dri. Tadi lo nelpon gue? kenapa? sorry gue lagi di luar tadi. Gak bawa hp" terdengar suara yang keluar dari speaker ponselnya.

"Halo, kak. Oh iya, gue ada perlu. Bisa ke rumah sekarang?" Jawab Adrian tanpa basa-basi.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

10 menit kemudian Kalam tiba dihadapan Adrian  dengan membawa sebuah minuman kaleng. Dengan santainya Kalam duduk tak jauh dari Adrian dan memulai pembicaraan

"Ada apa? romannya kayak serius gini nih? Kalam meneguk minuman yang dibawanya. Rumah Kalam tak seberapa jauh dari rumah Adrian. Hanya perlu melewati 5 rumah tetangga dan sebuah toserba ditengah-tengahnya.

"kemaren sore, Nadin mutusin gue. Meskipun gue gak tahu alasannya apa, gue udah tau apa yang terjadi diantara kalian berdua. Dan gue sepenuhnya yakin, kalau Nadin suka sama lo, kak" Adrian seperti telah menyusun kalimat itu dengan baik sehingga tak ada rasa gugup terdengar sedikitpun ketika dia mengatakannya.

"D-d-ri, gue bisa jelasin itu" Kalam memindahkan minuman kalengnya ke lantai. Berbeda dengan Adrian yang cukup tenang, Kalam justru sebaliknya. Wajahnya memucat dan ucapannya terbata-bata.

"Rupanya gue salah. waktu itu,ketika Nadin minta gue antar dan alasan gue karena gak ada SIM lo pergi buat antar Nadin kan, kak? Gue tahu karena gue lihat kalian berdua di toko ibunya dari kejauhan. Dan gue gak tahu kalian pergi kemana setelah itu. SIM gue gak ilang. ternyata semua kartu-kartu penting udah gue pindahin ke dompet yang lain. Adapun dompet yang hilang itu cuma berisi uang dan foto. Jadi waktu itu gue bergegas jemput Nadin dan lo ngeduluin gue. Haha"

"Dri, gue minta maaf... Gue janji gue gak akan...."

"Gak usah, kak. Gue minta lo kesini bukan buat mempertahankan hubungan gue sama Nadin. Gue justru pengen minta sama lo untuk selalu berbuat baik ke Nadin dan jangan kecewain dia. Dia cewek yang baik yang bisa bikin gue jatuh cinta untuk 2 tahun ini. Meskipun untuk hal ini, dia adalah cewek baik yang berbuat salah" Adrian sedikit tersenyum dan melihat ke arah Kalam.

"maksud lo, Dri?" Kalam mempertanyakan sesuatu.

"Gak ada. Hahaha" Kalam yang mendengar Adrian tertawa malah merasa heran dan semakin bertanya-tanya.

"Gue gak ngerti. Serius, Dri. Gue minta maaf karena udah nikung lo. Tapi gue gak mau kita punya masalah gara-gara ini. Gue pengen kita baik-baik aja" Kalam kali ini berbicara dengan fasih dan terbawa suasana.

"Kenapa kalian gak jadian aja, kak. Gitu maksud gue. Enggaklah. Gue gak mungkin berantem sama saudara gue cuma gara-gara cewek. Lagipula gue udah putus sama Nadin dan sejauh ini perasaan gue aman-aman aja. Hanya perlu beberapa waktu buat gue beneran move on" Adrian kembali meneguk teh manis yang tak lagi hangat tetapi tetap manis ketika menyentuh lidahnya.

"Maafin gue sekali lagi. Gue janji bakal jagain Nadin sebisa gue"

Percakapan malam itu selesai. Kedua laki-laki yang sama-sama berpikir dewasa dan tenang telah sanggup menahan egonya masing-masing.

Meskipun kau menganggap dirimu sebagai pecundang karena mengalah, tetapi oranglain telah melihatmu sebagai penyelamat. Itulah arti sebuah kebijaksanaan.

The UnchangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang