Bagian. 4.

12.6K 182 4
                                    

Pernikahan itu benar-benar terjadi, pernikahan yang melibatkan dua orang dengan karakter yang berbeda. Seorang badgirl bernama Kanza Janeeta Laurinda dengan seorang Azka Ahsa Pratama, laki-laki yang selalu tulus menjalani apapun yang menimpa hidupnya. Mulai dari harus Terpisah dari ibu kandungnya sampai harus menikahi wanita yang sama sekali tidak mencintainya, dan malah membencinya.
Pernikahan tanpa adanya dasar-dasar cinta itu pun selesai di gelar di sebuah gedung megah yang Azka sewa khusus untuk sebuah moment sekali dalam seumur hidupnya. Nabila merasa senang, akhirnya putrinya mendapatkan seorang suami yang tepat. Meskipun ia tidak tahu betapa kecewanya Maria terhadapnya.
Namun, Azka tetap menunjukkan senyum bahagianya saat melihat kebahagiaan yang terpancar dari aura ibunya itu. Ia merasa puas bisa membuat ibunya bahagia meskipun baru sekarang.
"Kau puas sekarang? Dengar ya, jangan harap kau bisa menyentuhku mulai saat ini. Bukan berarti kau adalah suamiku, kau bisa mendapatkan diriku sepenuhnya. Itu tidak akan terjadi. Ingat itu!" Ucap Kanza pelan yang hanya bisa didengar Azka.
"Aku tidak akan melakukannya tanpa seizinmu. Dan aku memang merasa puas karena suatu hal." Jawab Azka dengan tenanng. Sungguh Kanza sangat muak dibuatnya. Bagaimana bisa Azka sesantai itu menanggapi kata-katanya?
"Kau benar-benar pria gila." Desis Kanza kesal. Azka tidak menanggapinya dan tetap menyambut tamu hingga pesta usai.
..........
"Azka, Kanza. Sudah waktunya kalian istirahat. Kembalilah ke kamar kalian. Mama sudah siapkan kamar yang sangat istimewa buat kalian. Pelayang akan menunjukkannya. Selamat atas pernikahan kalian anak-anakku!" Ucap Nabila senang.
"Terimakasih, ma." Ucap Azka tulus. Kanza sama sekali tidak membuka suaranya. Ia sudah terlalu malas bicara karena menahan kantuk dan lelahnya.
Sementara itu, Azka melihat Maria yang berdiri tidak jauh darinya, tengah menatapnya dengan tatapan khawatir. Azka memberikan senyum tulusnya memberikan isyarat bahwa dirinya baik-baik saja dan benar-benar bahagia menerima pernikahannya.
"Kami istirahat ke kamar dulu, ma. Selamat malam. Terimakasih untuk semuanya." Ucap Azka.
"Mama yang harusnya berterimakasih padamu, nak. Baiklah. Pergilah! Mama juga mau pulang dulu. Mama menunggu kalian di rumah baru kalian." Ucap Nabila. Rumah baru? Tentu saja Azka yang membeli rumah itu sebagai mas kawin pernikahan untuk Kanza.
Setelah Nabila dan Maria meninggalkan gedung itu, Kanza berjalan mendahului Azka dan mengikuti pelayan yang akan menunjukkan dimana kamar mereka berada. Sedangkan Azka hanya berjalan biasa seakan tidak terjadi apa-apa di antara merka.
Kanza melepas sepatu yang membuat kakinya sedikit lecet karena nyaris tidak pernah memakai sepatu semacam itu. Dan membuangnya ke sembarang tempat. Ia benar-benar membenco hidupnya kini. Ia berjanji akan membuat hidup Azka sengsara karena berani menikahinya.
Azka baru saja masuk ke dalam kamar itu dan melepas jas beserta kemejanya. Ia berniat membersihkan tubuhnya yang bau keringat dan terasa sedikit lengket.
Namun saat ia selesai, Ia malah tidak bisa keluar dari dalam kamar mandi, ia ingat betul bahwa pintu itu baik-baik saja saat ia masuk tadi, tapi kini pintu itu tidak bisa terbuka sama sekali.
"Kanza, kau yang melakukannya?" Teriak Azka dari dalam kamar mandi. Ia langsung menanyakan hal itu ketika ia sadar bahwa hanya ada dirinya dan Kanza di kamar mereka.
"Jangan kau pikir aku mau ya berbagi ranjang denganmu! Sampai kapan pun aku nggak bakal mau. Jadi, nikmati saja dinginnya di dalam sana." Jawab Kanza tertawa licik. Azka tidak menjawab. Ia memilih untuk mengalah daripada harus berdebat dengan Kanza. Azka mencari benda apapun yang bisa ia gunakan untuk tidur malam ini. Hingga akhirnya ia hanya menemukan Clossed  dan duduk di atasnya sambil memejamkan matanya dan berselimutkan handuk kering yang untungnya belum terpakai.
Kanza tertawa menang untuk perbuatannya malam ini. Ia akan memulai penyiksaan terhadap Azka. "Semoga kau tidak akan pernah keluar dari sana lagi karena kedinginan. Dan aku akan segera bebas." Guman Kanza setelah tidak mendengar suara pergerakan Azka di dalam kamar mandi.
............
Keesokan paginya,
Kanza merasa tubuhnya kembali segar, setelah ia bisa tertidur nyenyak tanpa ada satu pun orang yang mengganggunya. Ia melirik jam di ponselnya, ternyata sudah pukul 9 pagi. Ia hendak ke kamar mandi untuk mencuci muka, tapi ia juga baru ingat, bahwa ia sudah mengunci seorang pria yang telah sah menjadi suaminya semalaman di dalam kamar mandi itu. Dengan rasa penasaran, apakah pria itu sudah mati masuk angin atau sekedar pingsan, ia membuka perlahan pintu kamar mandi itu. Bibirnya melongo, matanya nyaris loncat dari sarangnya saat melihat pemandangan yang sangat menakjubkan baginya. Pria itu, ya benar, suaminya tengah mengguyur tubuh telanjangnya di bawah shower dengan posisi membelakanginya.
     "Dari belakang saja, ia lebih terlihat seksi, apa lagi bagian depannya?" Batin Kanza berusaha menelan ludahnya dengan susah payah. Entah sejak kapan ia jadi memikirkan hal hal mesum pada suami yang sangat dibencinya itu. Tanpa sadar, Azka melihat pantulan bayangan Kanza yang tengah memperhatikannya seperti zombi di belakang tubuhnya. Azka tersenyum kecil dan mematikan air showernya, lalu melilitkan handuk kebagian tubuh bawahnya. Tidak lupa, pria itu juga menutup bagian atas tubuhnya dengan jubah mandinya, sehingga membuat Kanza terkesiap dan mengedipkan matanya berkali-kali untuk mengembalikan kesadarannya.
     Azka berbalik dan hendak melewati Kanza yang masih mematung. "Cepatlah mandi, Kita akan sarapan sama-sama di bawah dan pulang ke rumah baru kita." Ucap Azka.
Kanza hanya diam, tepatnya ia merasa bodoh, kenapa ia jadi mengagumi tubuh telanjang suaminya itu? Itu jelas tidak boleh ia lakukan.
     "Oh iya, terimakasih untuk yang semalam." Lanjut Azka yang tidak dimengerti oleh Kanza. Pria itu bahkan mengucapkannya dengan senyum di bibirnya. Pria aneh macam apa Azka itu? Dikunci semalaman di kamar mandi, dan malah berterimakasih? Astaga, apa dia sudah gila?
     Tidak mau menunggu lama, agar cacing-cacing di dalam perutnya melakukan aksi demo besar-besaran dan menimbulkan maag, Kanza cepat cepat menutup kembali pintu kamar mandinya dan membersihkan tubuhnya dari sisa keringat yang belum sempat ia bersihkan semalam. Ia sangat lalah dan mengantuk sehingga ia malas untuk mandi semalam, lagipula semalam kamar mandinya berubah jadi bui bagi Azka.
     Pikiran negatifnya membuat Kanza terkesiap dan cepat-cepat memakai jubah mandinya dan membuka pintu dengan tidak sabaran. Siapa tahu kan, setelah mengucapkan terimakasih tidak masuk akalnya, Azka membalas Kanza dan menguncinya di dalam kamar mandi?
     Namun, semua itu tidak terbukti, pintu itu terbuka dengan cepat dan mudah sehingga Azka yang tengah bercermin pun menatap heran ke arah Kanza yang ngos-ngosan mengatur nafasnya. Azka tertawa kecil dan menggeleng.
     "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan melakukan hal yang sama seperti kau melakukannya padaku. Cepat ganti pakaianmu. Kita akan segera turun." Ujar Azka santai.
     Kanza merasa malu dibuatnya. Pria itu sudah mempermalukannya. "Awas saja, lo akan menderita setelah ini." Batin Kanza.
     "Aku menunggumu, istriku." Ucap Azka menyadarkan Kanza dari pikirannya. Kanza melongo lagi, apa Azka medengar suara hatinya barusan?
     "Kamu bisa kelaparan karena terlalu lama menunda sarapan pagimu, sayang." Ujar Azka lagi.
Kali ini Kanza hanya diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk membalas setiap ucapan Azka. Ia bagaikan robot yang hany tunduk mendengarkan perintah majikannya. Kanza segera mengganti pakaiannya sambil menggerutu dalam hati. Kenapa ia bisa lengah dan mengagumi tubuh Azka? 
     "Tidak, ini tidak boleh. Gue membencinya. Bukan mengaguminya. Ini pasti ada yang salah." Gumam Kanza pelan setelah berganti pakaian dan menyisir rambut hitamnya. Ia membalik badannya dan melihat Azka yang tengah sibuk mengancingkan kancing lengan kemejanya.
     "Sudah selesai? Ayo turun." Ujar Azka. Seperti robot pula, Kanza hanya diam dan menuruti apa yang Azka katakan.
     "Astaga, semoga pria itu tidak akan ngajakin gue berperang di atas ranjang. Gue nggak tahu, apakah gue akan sanggup menolaknya atau enggak."  Batin Kanza. Baginya, Azka memang lebih menggoda dibandingkan dengan Ruben. lagi pula Kanza juga sudah pernah merasakan keperkasaan seorang Ruben, ia jadi penasaran bagaimana rasa Azka di dalam tubuhnya.

............

     Dalam diam, Kanza menyantap menu sarapannya bersama Azka yang sama sekali tidak merasa aneh pada sikap Kanza. Ah, mungkin Azka bersikap biasa agar Kanza merasa penasaran terhadapnya.
     "Dia hanya sengaja membuatmu penasaran dan kau akan jatuh ke perangkapnya. Dia pria licik yang sudah menghancurkan impianmu." Bisik setan jahat dalam diri Kanza.
     "Dia suamimu. Dia begitu sabar dan tulus menghadapimu, percayalah, dia akan menjamin kebahagiaanmu. Dia adalah surgamu." Malaikat baik di diri Kanza menimpali.
     "Dia yang sudah membawa hidupmu seperti di neraka. Bahkan dia pasti juga sudah merencanakan sesuatu untuk membalas dendam padamu." Setan jahat itu kembali bersuara hingga Kanza merasa frustasi dibuatnya..
     "Aaaaaaaaa" Teriak Kanza tanpa sadar sambil menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangannya. Azka pun mendongak dan menatap Kanza, ia meneliti apakah ada yang salah dalam makanan Kanza? Dan ternyata semua baik-baik saja.
     "Kanza, apa terjadi sesuatu?" Tanya Azka pelan. Ia menatap sekitar dan mendapati beberapa pengunjung lain menatap Kanza dengan tatapan aneh.
     Kanza yang baru sadar baru saja berteriak, segera mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dan menggeleng.
     "Enggak, gue nggak apa-apa." Jawab Kanza pelan menahan malu. "Gue mau pulang sekarang." Imbuhnya. Azka berfikir mungkin saja, Kanza terlalu lelah dan berhalusinasi yang bukan-bukan.
     "Baiklah, kamu tunggu disini. Aku akan meminta pelayan membawakan koper kita ke mobil." Jawab Azka. Pria itu meninggalkan Kanza beberapa menit saja. Selanjutnya ia kembali menemui Kanza dan mengajaknya keluar dari restoran hotel.
     Kanza masih terlihat diam dan Azka tidak ingin membuatnya semakin kelelahan. Ia pun cepat-cepat melajukan mobilnya setelah memastikan Kanza merasa nyaman di dalam mobilnya.
     Di sepanjang perjalanan, Azka tidak membuka suaranya, sama halnya dengan Kanza yang masih diam membisu.  wanita itu bukannya sudah menerima Azka dan mengalah. Namun ia hanya merasa syok dengan apa yang ia pikirkan sepagi ini. Kenapa Azka begitu menggoda baginya? Kenapa rasa bencinya tidak bisa mengalahkan ketertarikan dirinya pada Azka, pria yang sudah resmi menyandang status Suami baginya. Kanza bahkan kini masih mendengarkan setan dan malaikat dalam dirinya tengah berlomba-lomba menasehati sekaligus menjerumuskannya. Tentu saja itu semua membuat Kanza merasa bingung dan gelisah secara bersamaan. Azka begitu menggoda untuk ia lewatkan, Namun ia juga satu-satunya Pria yang harus ia benci seumur hidupnya.

Bersambung....

Love For My Husband (21+) TERSEDIA VERSI EBOOK DI GOOGLE PLAYSTORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang