Bagian. 5.

12.7K 162 4
                                    

     Pintu rumah bernuansa coklat dan putih susu itu terbuka lebar begitu sepasang pengantin baru itu hendak memasuki rumah baru mereka. Nabila dan Maria menyambut mereka dengan antusias. Tidak ada orang lain disana, karena memang hanya mereka berdua yang Azka dan Kanza miliki.
     "Selamat datang di rumah baru kalian! Mama senang kalian akhirnya menikah dan tinggal bersama disini." Ucap Nabila tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
     "Terimakasih, ma!" Ucap Azka. Kanza hanya diam dan mengikuti Nabila yang mengajaknya masuk meninggalkan Azka dan Maria.
     "Ada apa dengan istrimu?" Tanya Maria.
     "Tidak apa-apa, bun. Mungkin dia hanya kelelahan. Mungkin Dia masih butuh istirahat." Jawab Azka sama sekali tidak tahu. Ia hanya menerka-nerka sekiraya apa yang mungkin terjadi pada istrinya.
     "Ya sudah, yuk masuk! Kalian harus beristirahat." Ucap Maria.
     "Iya, bunda." Jawab Azka.
     Azka dan Maria menyusul Kanza dan Nabila yang sudah lebih dulu duduk di sofa ruang utama di rumah itu. Beberapa camilan dan minuman sudah tersedia di meja. Namun Kanza tidak berminat sama sekali untuk menyentuhnya. Ia begitu ingin cepat-cepat kembali tidur dan keluar ke diskotik malam nanti. Astaga.. ia sangat merindukan masa-masa indahnya bersama teman-temannya.
      "Bagaimana perasaanmu, Kanza? Kau bahagia kan menikah dengan Azka?" Tanya Nabila. Sebenarnya Kanza sangat malas menjawabnya, harusnya wanita itu tahu jawabannya tanpa harus menanyakannya pada Kanza. Kanza memutar bola matanya jengah. "Mama tahu jawabannya tanpa aku menjawabnya." Jawab Kanza. Azka hanya diam menanggapinya, ia tahu Kanza tidak menginginkan pernikahan itu terjadi, namun Maria benar-benar merasa ada yang tidak beres pada Kanza yang secara terang-terangan menunjukkan ketidak sukaannya pada pernikahannya itu. Harusnya ia merasa bahagia jika memang menginginkan pernikahan itu, tapi, Kanza malah sebaliknya.
     "Apa kalian ada masalah?" Tanya Maria bersisik pada Azka.
     "Tidak, bunda. Dia hanya lelah." Lagi-lagi Azka menjawabnya dengan berbohong. Ia tidak ingin Maria menyesal karena membiarkan pernikahan itu terjadi.
...............
     Tidak ada yang berubah dari seorang Kanza Janeeta. Ia tetap pada pendiriannya, meskipun Azka sangat menggoda hasratnya, tetap saja ia harus menghindari laki-laki itu.
      Hingga malam menjelang, Nabila dan Maria sudah pamit pulang setelah acara makan malam di rumah sepasang pengantin baru itu, Kanza malah bersiap akan pergi keluar dari rumahnya. Azka melarang istri keras kepalanya itu untuk pergi kemana pun, karena ia tahu pasti bahwa Kanza pasti masih sangat kelelahan.
     "Kanza, Tetaplah di rumah, kamu harus beristirahat. Jangan keman-mana dulu!" Ujar Azka dengan menahan lengan Kanza yang hendak keluar dari rumah melewatinya.
     Kanza mengayunkan lengannya dengan cepat agar pegangan Azka terlepas. "Di rumah? Sama lo? Ngapain? Gue nggak bakalan seneng kalau di rumah ada lo. Gue mau hangout sama temen-temen gue yang jauh lebih asik daripada lo." Jawab Kanza.
     "Kanza, aku suamimu, seharusnya kau bisa sedikit mendengarkanku." Protes Azka.
     "Siapa bilang gue nggak dengerin lo? Gue denger. Tapi sayangnya gue nggak tertarik berlama-lama disini sama lo. Gue nggak sudi." Ujar Kanza hendak pergi namun Azka sudah lebih dulu meraih gagang pintu depan rumah itu dan mengunci pintunya. Ia bahkan menyimpan kuncinta di saku celananya. Sehingga membuat Kanza semakin marah karenanya.
     "Kemariin kuncinya. Lo nggak berhak ngelarang gue mau pergi kemana pun gue mau, brengsek!" Ujar Kanza murka.
Azka hanya diam dan berlalu meninggalkan Kanza menuju kamarnya. Dia tidak ingin terlalu lama berdebat dengan istrinya. Ia tidak ingin membuat masalah yang akan menyakiti ibunya dengan terus berdebat dengan Kanza.
     Di balik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, Azka sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, karena teringat suatu hal tentang Kanza, kenapa wanita itu begitu membencinya? Padahal ia tidak merasa telah menyakitinya.
      Azka merasakan kehadiran Kanza di dalam kamar itu, namun ia tidak merasakan Kanza naik ke atas ranjang mereka, Azka memutuskan membuka selimutnya dan melihat apa yang sedang Kanza kerjakan.
     "Apa tidak ada kamar lain selain kamar ini? Gue nggak mau tidur seranjang sama orang asing kayak lo." Ujar Kanza. Ternyata wanita itu tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya di dadanya dan menatap Azka dengan kesal.
     "Di sini hanya ada satu kamar, kamu bisa tidur disini, aku akan tidur dibawah." Jawab Azka mengalah. Begitu lebih baik daripada harus menghabiskan malam mereka dengan berdebat.
     Kanza sama sekali tidak mempedulikan Azka yang mengambil bantal dan guling beserta selimutnya untuk pria itu gunakan untuk tidur di lantai yang hanya beralaskan Karpet. Ia tidak peduli, asalkan Ia bisa tidur tanpa pria itu disampingnya.

.............
     Pagi menjelang, Kanza masih bermalas-malasan di atas tempat tidurnya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 7.00 Am. Dimana seharusnya Azka sudah terbiasa sarapan tepat waktu, tapi Pria itu kini malah mendapati istrinya yang belum juga bangun dari ranjangnya.
     Azka memutuskan untuk membangunkannya, Kanza perlu mandi dan sarapan. Pria itu menyentuh pundak Kanza untuk membangunkannya sambil berkata. "Kanza, sudah saatnya kamu mandi dan sarapan!" . Namun Kanza hanya membuka sedikit matanya dan kembali memekamkan matanya karena malas.
     "Apa kau sudah masak sarapannya? Aku masih ingin tidur jika memang belum." Ucap Kanza. Azka tidak pernah membayangkan akan menikahi wanita seaneh Kanza. Ia malah bertanya pada suaminya semacam itu? Padahal seharusnya Azka yang bicara semacam itu.
     Tapi, Azka tidak mau ribut. Ia mengalah demi keutuhan rumahtangga mereka yang masih seumur benih. "Aku akan siapkan makanannya, sambil menunggu, kamu mandi saja dulu. Aku menunggumu di dapur." Jawab Azka. Kanza tersenyum licik dibalik selimutnya, ia berharap Azka akan segera kapok telah menikahinya dan segera mengakhiri semuanya. Setelah memastikan Azka sudah keluar dari kamar, Kanza baru turun dari ranjangnya dan segera masuk ke kamar mandi. Ia sudah berhasil membuat Azka menunda kegiatannya hari ini dengan menggantikan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan Kanza.

...............

     Kanza senagaja keluar dari kamarnya dan menuju ke meja makan lebih cepat dari waktu yang biasa ia perlukan saat sebelum menikah. Ia sengaja ingin membuat Azka kesal dengan memaksa Azka agar lebih cepat menyelesaikan masakannya.
      Benar-benar sesuai dengan harapannya, Azka memang masih berkutat dengan peralatan dapurnya, ia bahkan tidak menyadari keberadaan Kanza yang sudah lebih dulu duduk di kursi meja makan. Pria itu tampak sibuk memasak dan sesekali melihat jam dinding. Tentu saja, Azka sangat terburu-buru, ia harus kembali ke kantor katena ia tidak bisa berlama-lama mengambil cuti menhingat dirinya adalah satu-satunya pemimpin perusahaan keluarganya. Tidak ada adik maupun kakak atau bahkan saudara lainnya yang bisa membantunya mengurus semuanya.
     "Kau sedang memasak sarapan, apa makan siang? Lama sekali!" Sindir Kanza dengan sengaja ingin membuat Azka marah. Namun Azka malah tersenyum sebelum menjawab.
     "Harusnya ini adalah tugasmu, aku harus segera ke kantor tapi harus mengerjakan pekeejaanmu." Jawab Azka.
     "Kalau lo nggak mau, ya lo tinggal pergi aja. Ngapain lo masih disini?" Sinis Kanza.
     "Aku nggak mau kamu kelaparan. Mending kamu duduk diam dulu disitu, sebentar lagi sarapan kita sudah siap." Ucap Azka. Kanza tidak lagi menjawab. Ia masih memikirkan cara agar Azka marah padanya. Marah yang mengundang kata talaq untuknya.
      "Nah, sudah. Ayo sarapan!" Ujar Azka melepas kostum memasaknya dan mengelap kedua tangannya setelah mencuci tangannya dengan bersih. Kanza meneliti masakan Azka yang ternyata cukup rapi untuk masakan seorang laki-laki. Ia pun mencoba memasukkan sesendok makanan buatan Azka ke mulutnya. Sebenarnya tidak ada masalah dengan masakan Azka. Rasanya sama persis dengan bentuk fisiknya. Enak dan menggiurkan. Namun Kanza merasa gengsi untuk mengakui kehebatan Azka dalam hal memasak.
      Prrankkkk!!!!
      "Masakan apa ini? Sampah.." ujar Kanza mendorong piringnya yang masih penuh makanan hingga terjatuh ke lantai.
     "Aku akan memesankan makanan Dilivery order untukmu jika memang masakanku tidak bisa di makan olehmu." Jawab Azka santai. Kanza tidak juga mengerti kenapa sangat sulit untuk membuat Azka marah padanya.
     "Aku berangkat ke kantor dulu, hati-hati di rumah!" Ucap Azka pamit. Pria itu bahkan masih bisa tersenyum sambil berlalu membawa tas dan jas di tangannya meninggalkan Kanza di rumah sendirian.
      Azka tidak berbohong, ia benar-benar memesan makanan untuk Kanza meskipun Wanita itu sama sekali tidak menghargainya. Kanza semakin heran dibuatnya.

Bersambung....

Love For My Husband (21+) TERSEDIA VERSI EBOOK DI GOOGLE PLAYSTORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang