(1)

94 11 1
                                    

Entah mengapa toko itu selalu sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah mengapa toko itu selalu sepi. Kendati menyatu dengan toko ramai disisinya, toko itu tetap sepi. Seharusnya, gaya vintage yang diusung sang pemilik dapat menambah daya tarik bagi siapapun yang melihatnya. Namun apa? Tidak ada satu orangpun yang terlihat ingin memasuki toko itu--melirikpun tidak, seolah toko itu tidak nampak bagi setiap pasang mata yang melewatinya.

Tetapi, semua itu tidak berlaku bagimu. Kau tengah menatap bangunan itu dari cafe seberang, dengan secangkir latte yang mulai dingin di tangan. Sejak pertama kali melihat toko itu, kau jatuh hati padanya. Anehnya, kau tidak berani melangkahkan kaki ke sana.

Kau menatap lekat lampu tempel yang memancarkan cahaya kuning-jingga hangat di kedua sisi pintu. Begitu hangatnya seolah kau merasa sedang melihat matahari yang diperangkap dalam kaca lampu itu. Entah mengapa hasrat untuk mengunjungi toko itu, yang telah lama kaupendam sendiri, begitu menggebu-gebu. Kau pun melirik minuman di cangkirmu, merasa sayang meninggalkannya dalam kondisi masih setengah penuh.

Akhirnya kau memutuskan untuk meminum sedikit lagi latte-mu. Sekiranya sudah tersisa seprempat cangkir, kau pun memanggil salah satu waiter berbaju hitam-putih untuk meminta bon.

Niatmu sudah bulat.

Kau akan mengunjunginya malam ini, entah segila apapun isi dari toko yang selalu sepi tersebut.

Kau akan mengunjunginya malam ini, entah segila apapun isi dari toko yang selalu sepi tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aranee!"

Panggilan itu menggema di koridor sepi ini. Aku familiar dengan suaranya. Suara ini milik Lottie, teman pertamaku dan satu-satunya sejak masuk ke akademi Ziosanquil ini. Kutangguh ia sedang melesat kearahku menggunakan mantra angin supercepat andalannya.

Dan benar saja, begitu aku berbalik gadis itu tengah melesat kearahku. Karena takut tertabrak, kuputuskan untuk mengambil beberapa langkah cepat kesamping.

Lottie berhenti tepat di tempatku berdiri sebelumnya. Setelah menetralkan mantranya, ia mengarahkan tatapan tajam padaku dan berjalan cepat menuju tempatku berdiri saat ini. Kucoba untuk mundur dan punggungku menabrak tembok dibelakangku. Gadis itu semakin dekat dan akhirnya ia meraih kerah bajuku, menariknya.

Paid the PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang