Dingin. Aku menarik selimut keatas untuk menutupi tubuhku yang sekarang agak menggigil. Aku meremang, bisa kurasakan kain lembut itu menggesek kulitku yang telanjang dan...
Tunggu dulu... telanjang?
Aku membuka mataku lebar-lebar. Tunggu, tunggu, tunggu.. dinding bercat abu-abu itu tidak nampak asing bagiku, tapi jelas itu bukan kamarku! Aku tanpa sadar mengeratkan selimut ke tubuhku.
Samar-samar aku mendengar dengkuran halus dari belakangku. Suara yang damai dan dalam menandakan bahwa orang yang aku punggungi masih terlelap tidur. Aku memejamkan mataku dan mendesah pelan. Aku telah melakukan kesalahan, kesadaran menghantamku.
Aku tahu ini kamar siapa, bahkan aku bisa mencium harum familiar yang sangat aku hapal di seluruh ruangan, dan bahkan mungkin harum itu menempel di tubuhku sekarang.
Tenang, Nadira, tenang!
Hatiku tidak mau tenang tidak peduli apa yang pikiranku katakan. Oke, pertama-tama aku harus mengambil kesempatanku. Mumpung pria di belakangku masih terlelap, aku harus segera bangun dan meninggalkan tempat ini. Sisanya? Kupikirkan sambil pulang, atau mandi, atau saat pengakuan dosa di gereja. Persetan!
Aku membuka selimut dengan lembut dan bangun perlahan-lahan. Jangan sampai pria itu terjaga! Begitu berhasil berdiri, aku menapak dengan sangat hati-hati dan melihat semua pakaianku tercecer tak tentu arah.
Damn it! You're in a huge trouble, Nadira!
Aku mengambil pakaian dalam dan bajuku lalu cepat-cepat memakainya. Semua kulakukan sambil terus mencuri pandang ke arah pria yang sekarang terbaring setengah telanjang di tempat tidur. Aku merasa sedikit mual karena pikiran tentang apa yang telah kami lakukan.
Sialan. Aku menemukan tasku di lantai dekat meja dan meraihnya asal. Sepatuku, ah heels sialan! Aku memutuskan lebih baik menentengnya karena aku sudah tidak mau berlama-lama berada di kamar sialan ini!
Aku meraih kenop pintu dan tiba-tiba membeku saat kudengar suara lirih di belakangku. "Nadira."
Tanpa pikir panjang aku membuka pintu dan membantingnya di belakangku. Aku berlari seolah hidupku akan di ambil oleh malaikat nyawa dan kabur dari tempat yang aku yakin tidak akan pernah kujejaki lagi!
Keep running, save your life.. and your face!
○●○●○●
Aku tidak bisa menghentikan diriku untuk terus menggosok tubuhku saat aku mandi. Seolah upaya itu akan membantu menghapus kejadian semalam. Usaha yang bodoh dan sia-sia yang justru hanya membuat tubuhku perih.
Otakku sudah bekerja sangat keras sejak aku meninggalkan apartemen tadi. Berusaha menemukan celah kemungkinan bahwa kami tidak melakukannya! Tapi siapa yang aku coba bodohi?!
Aku bukan seorang gadis lugu yang belum pernah tidur dengan lelaki. Bahkan mungkin perawan tua pun akan tahu bahwa aku telah melakukan dosa penuh kenikmatan! Dengan sahabatku sendiri...
Itu yang tidak bisa aku terima!
Otakku marah, hatiku tidak tenang karena tentu saja, setelah hari ini hubungan kami tidak akan pernah sama lagi! Tidak, atau mungkin aku bisa pura-pura bodoh dan tidak tahu. Berpura-pura tidak pernah terjadi apapun dan hubungan kami akan baik-baik saja. Tapi apakah dia akan bersikap sama sepertiku? Aku tidak tahu.
Aku menunduk dalam dan membiarkan air hangat menghujam puncak kepalaku. Mungkin aku seharusnya mandi air dingin saja supaya otakku ikut dingin. Tapi aku justru memutuskan untuk mematikan shower. Sepertinya aku sudah cukup lama terkena air sampai jari-jariku mulai keriput.
Aku meraih bathrobe dan tidak repot-repot mengeringkan tubuhku. Setelah memakainya, aku berjalan keluar dari shower dengan desahan panjang karena sekarang aku merasa seperti memikul beban berat. Kepalaku pusing dan perutku mual. Efek alkohol hanya membuatku makin tak karuan.
Aku keluar kamar mandi dan seketika membeku. Refleks aku mencengkeram kerah bathrobeku dengan agak kencang.
"Ngapain kamu disini?"
Pria yang duduk di kasurku dengan ekspresi tidak terbaca itu sedang memandangiku secara seksama. Postur tubuhnya kaku, dan sorot matanya tajam.
"Kenapa kamu kabur?"
Aku menelan ludah berat. "Aku tanya ke kamu, ngapain kamu disini?"
Pria itu berdiri, entah kenapa aku merasa caranya bergerak sangat anggun. Dia tidak tampak berantakan, justru sebaliknya. Dia terlihat sangat bersinar bahkan dengan pakaiannya yang serba hitam. Sangat tidak adil dengan diriku yang sekarang terlihat seperti tikus yang baru saja disiram air.
Dia semakin mendekat dan aku melangkah mundur. Tatapannya mengunciku, seolah menantangku untuk kabur. Tapi aku tidak punya jalan keluar. Lalu tubuh tingginya membungkuk dan meraih ke belakang tubuhku untuk menutup pintu kamar mandi.
"Nggak usah mundur terus, nanti jatuh."
Berengsek! Aku mengangkat daguku dan berusaha teguh. "Sakala, aku tanya sekali lagi, ngapain kamu disini?!"
Aku berusaha mengabaikan harum musk yang sangat familiar di hadapanku dan menatapnya tajam, menegaskan pertanyaanku akan keberadaannya yang semena-mena masuk ke kamar apartemenku. Membuat usahaku kabur darinya pagi ini menjadi sia-sia. Sialan!
Sakala mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan menunjukkannya padaku. Ponselku. Aku meraihnya kasar dan berjalan melewatinya. Dia berada terlalu dekat denganku dan aku merasa sesak.
"Thanks, kamu bisa keluar sekarang," kataku sambil memunggunginya.
"We have to talk."
"No, we don't," sergahku cepat.
Aku belum siap. Aku butuh waktu untuk mencerna apa yang terjadi. Untuk berpikir apa yang harus aku lakukan, bagaimana aku harus bersikap dan hal-hal lainnya! Aku butuh mungkin sehari, dua hari, seminggu, atau bahkan selama-lamanya untuk merenungi dan memikirkannya.
Aku bisa merasakan Sakala sudah berdiri di belakangku dengan rasa frustasinya yang menguar.
"Nadira, kita udah dewasa. Let's talk like an adult."
Aku berbalik dan menatapnya dengan memelas. Memberinya isyarat bahwa aku benar-benar butuh waktu untukku sendiri. Sementara Sakala tampak tersiksa dan frustasi. Dia mendesah berat dan akhirnya menyentuh bahuku.
"Okay, you can take your time. Kita bicara saat kamu lebih tenang. But I won't just let you go." Dia mengalah dan tampak ragu sebentar sebelum kemudian mengusap rambutku pelan dan berjalan pergi.
Aku memejamkan mataku erat dan menghembuskan napas yang tanpa sadar sudah aku tahan sedari tadi. God, please give me the strength.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Couple
ChickLitNadira Maglevi Suteja dan Alexander Sakala Gotama adalah dua sahabat yang sudah seperti pacar. Sampai satu kesalahan di Jumat malam terjadi, mereka tidur bersama. Nadira menganggapnya kesalahan. Tapi Sakala justru menggunakan kesempatan itu untuk me...