Ch 5

4.1K 314 106
                                    

Ingin rasanya Eren menyulap pintu dihadapannya ini, berharap Levi ada, menunggunya dengan manis di dalam. Namun sayang, ekpektasi tak seindah realita--setidaknya saat ini begitu.

Eren mendengus kesal mencari si bantet kesayangannya itu. Merasa lelah akan ekspedisi mencari Levi yang hilang, ia membuka pintu kulkas dan meraih sebotol Poc*ri Sweat dan meminumnya hingga habis.

Dilanjutkan langkahnya menuju kasur, meraih laci nakas, tempat dimana ia menyimpan gawainya. Ia melakukan panggilan cepat pada salah satu rekannya.

"Halo?"

"Botak, temukan Levi."

"Hah? Apa-apaan! Kau menelfonku dan langsung memerintah begitu saja?!"

"Lalu maumu apa?"

"Tidak bisakah kau.. bicarakan sesuatu dahulu?"

"Dasar mata duitan."

Connie hanya tertawa renyah disebrang sana--giginya yang bersinar bersaing dengan kepala plontosnya yang terkena terpaan sinar lampu LED.

Setelah menuai kesepakatan, akhirnya Connie memulai pencariannya. Sebenarnya ini bukan tugas yang sulit karena ia hapal betul mengenai tetek bengek daerah dimana mereka berlibur. Namun ini juga bukan tugas mudah--mengingat kelompok mafia yang bersarang disana.

"Hei Sasha!"

"Ya?" balas gadis bersurai cokelat yang sedang aktif memakan steak dengan sangat tidak elegannya.

"Tebak apa yang barusan kudapat?"

"Kupon Qurban?"

"Sembarangan! Kau mau makan enak tidak?!"

"Mau mau!"

Si botak menyeringai puas.

"Makanya bantu aku dengan instingmu!"

Sasha kemudian menghampiri Connie antusias, baginya, makan enak ditambah ia bersama sahabat tersayang adalah nikmat dunia yang takkan ia dustakan.

Tapi sepertinya, mereka harus menunggu lebih sabar untuk honor menggiurkan itu.

Kenapa?

Simpel saja.

Mereka berurusan dengan kelompok mafia Reiss.

Gedebak gedebuk!

Suara tendangan dan tamparan kian memenuhi ruangan kumuh itu. Tak ada suara rintihan ataupun sumpah serapah yang seharusnya sudah dapat terdengar dari sang korban yang kerap menjadi pelampiasan tindak kekerasan.

Pemuda mungil itu diam. Bukan diam lemah nan tak berdaya, bukan juga diam putus asa bertaburkan kengerian. Ia mematung, merasa hampa dan hina.

"Hei bajingan, jawab kami!"

Duk!

Ditendangnya lagi bocah malang itu. Ia masih menatap kosong, tak berniat menundukkan wajahnya sekalipun rahangnya lelah dan pegal. Ia mengecap bibir luarnya sendiri yang entah sedari kapan mengeluarkan darah. Rasa besi bercampur dengan salivanya yang kian menetes akibat perut yang menjadi sasaran tendangan mereka.

"Sudahlah Oluo! Biarkan saja anak itu. Ia memang tak asyik diajak bermain."

Oluo, pemuda berparas tidak muda lagi itu menoleh kebelakang dengan tatapan kesalnya.

"Aku membalaskan dendamku selama di sekolah! Kau tahu, dia dengan enaknya menginjak punggungku!"

"Itusih salahmu yang terlalu lembek! Hahaha!"

I'm Yours・EreriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang