Chapter 7

49.4K 6.6K 318
                                    

Just a short update. Mumpung ada ide. Terima kasih buat yang menanti cerita Over The Moon ini.

As usual, I do need your votes and comments as a booster to write this story ;)

Enjoy
*
*
*

Entah kenapa gue kepikiran ngajak si Gandi makan rawon malam ini. Gue memilih sebuah warung sederhana yang searah dengan apartemen.

Gue nggak tahu apa perutnya sekarang uda eropa banget atau nggak. Toh dia nggak nolak saat gue ajak kesini.

Selama perjalanan menuju warung, Gandi banyak bercerita mengenai orang-orang di kantor gue yang katanya asik. Katanya gue beruntung bisa bekerja bersama mereka. Gue cuma menanggapi dengan ngangguk atau geleng kepala.

Gue memesan semangkuk rawon pake nasi plus es teh manis. Dia ikutan tapi minumnya air mineral. Daritadi dia senyum-senyum nggak jelas. Gue buang muka.

Mendingan gue liatin orang-orang yang datang di warung ini. Setidaknya mereka nggak bikin gue naik darah. Beda sama si kunyuk yang duduk di depan gue.

"Saya senang banget akhirnya kita makan malam bareng. Semoga bisa sering-sering. Kalau bisa setiap hari," dia mengedipkan sebelah mata.

Gue mencebik. Ogah banget dinner bareng dia terus-terusan. Pokoknya ini yang terakhir. Titik.

"Kamu tinggal di apartemen sendirian?" tanyanya lagi.

"Mau tahu banget lo?" tanya gue sebal.

"Banget. Ya saya nggak mau dong jalan sama istri orang. Terlalu menantang," balasnya ringan.

Nggak ada pentungan ya disini? Pengen gue getok kepalanya.

"Kamu tenang saja. Saya bukan pria beristri. Jadi tidak usah takut," lanjutnya lagi tanpa gue tanya.

"Bodo amat," balas gue.

Pesanan kami datang. Gue langsung menyantapnya. Lebih baik makan daripada ngomong sama si kunyuk ini.

Suasana warung yang sesak dan tanpa AC membuat gue gerah. Ditambah rawonnya masih hangat menuju panas. Gue menyeka keringat dengan tangan kiri.

Selembar tisu hinggap di dahi gue. Si Gandi asem ini mengelap keringat yang menempel di wajah gue. Gue langsung memundurkan kepala.

"Makan aja. Nggak usah sok multitasking," gue memerintahnya.

"Baik, Nyonya," jawabnya sambil terkikik lalu menyantap rawonnya.

Gue mengambil tisu lalu mengelap keringat yang membasahi wajah dan leher gue. Panas banget malam ini. Suhu Jakarta udah sulit ditebak.

"Kalau nggak tahan panas, kenapa mesti makan disini?" tanyanya heran.

"Karena rawonnya enak. Bawel deh," jawab gue ketus.

Mending cepetan aja deh makannya. Lagian kayaknya yang ngantre udah banyak. Semakin cepat makan malamnya selesai, semakin cepat si Gandi cabut. Itu yang gue tunggu-tunggu.

Gue mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari dompet. Karena gue yang ngajak, gue dong yang bayarin. Murah juga.

"Mau kemana?" tanyanya saat gue bangkit dari tempat duduk.

"Bayar ke kasir," jawab gue singkat.

Dia menangkap pergelangan tangan gue kemudian menggeleng. "Saya yang bayar."

"Nggak usah sok gentle. Gue yang ngajak lo makan rawon."

"Tapi saya yang lebih dulu ngajak kamu dinner," dia masih memegang tangan gue. Gue menepisnya.

Over The Moon (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang