Karena tanggal 23 April kemarin first anniversary-nya novel Over The Moon, so aku kasih hadiah special chapter ini untuk para pembaca tersayang. Setting chapter ini bukan saat Pandemi ya guys hehehe.
*
*
*Gandi
Tahun ini, El dan Lala genap berusia enam tahun. Ajeng mulai memerintahkan anak-anak untuk melaksanakan ibadah puasa. Katanya kalau nggak dimulai dari sekarang kapan lagi. Sebagai suami dan ayah yang baik, aku menurut saja.
"Mom, I only want milk for sahuur. Nggak mau makan nasi," celoteh El dengan mata yang setengah terbuka setengah tertutup.
"Harus makan yang banyak, El. Kita bakal puasa seharian sampai maghrib. Stop being so childish and have a proper meal," Lala menasehati kembarannya sembari meletakkan nasi, sayur, dan ikan goreng ke piringnya.
Aku mengelus-elus rambut Lala. "Such a smart daughter. Denger apa kata kembaran kamu, El," ucapku pada El yang duduk di sebelah Ajeng. "Kalau puasanya full bakal dapat reward dari Daddy loh."
"I don't need it, Dad," El meneguk susunya. Dia menoleh pada Ajeng. "Mom, aku nggak usah puasa, ya. Next year deh. I promise. Please," El mengatupkan kedua tangannya pada Ajeng.
Ajeng menggeleng tegas. "No. Harus puasa setahannya kamu aja. Nggak malu sama Jovita yang bahkan udah puasa penuh dari tahun lalu?"
Jovita adalah teman sekolah mereka yang selalu bersama sejak playgroup.
"Like I care," balas El malas.
"Kalau nggak mau nasi, El makan roti aja, ya? Sandwich is fine? Biar Mommy bikin sekarang. Kalau kamu nggak mau makan kamu yang rugi loh, Sayang. Karena makan nggak makan kamu tetap harus puasa hari ini."
Aku dan Lala tersenyum mendengar ucapan Ajeng. El mendelikkan mata ke arah kami. Lala menjulurkan lidah pada kembarannya.
"Yaudah sandwich aja," jawab El dengan bibir mengerucut. "Besok aku nginap di rumah Eyang aja deh."
"No. Kalau di sana kamu pasti nggak puasa," sahut Ajeng dan langsung membuat aku serta Lala tertawa terbahak-bahak.
Ajeng menyiapkan dua potong sandwich. El menyenderkan kepalanya di atas meja makan, berusaha melanjutkan tidurnya yang terganggu.
Lala berdecak. Dia menoleh padaku. "Dad, kalau puasaku satu bulan ini penuh, Daddy bakal nurutin apa pun yang aku minta, kan?"
"Definitely, Sayang," aku mencium puncak kepalanya. "Emang mau minta apa?"
"Belum tahu sih. I'll think about it and tell you right away."
Sekembalinya membuatkan sandwich untuk El, Ajeng menepuk-nepuk pipi putra kami. "Hey, wake up, boy. Jangan pura-pura tidur. Ini sandwich-nya. Ayo dimakan sebelum imsak."
"Thank you, Mom," dengan malas-malasan, El memasukkan sandwich ke dalam mulutnya.
"El, kamu nggak inget kata Eyang? Kalau puasanya niat itu bakal dibantu sama Allah. Kalau kamu males-males nanti cepet lapar tau. Kan Mommy sama Daddy nggak maksa buat puasa penuh sih. Setengah hari nggak pa-pa kan, Dad? Tapi kalau aku harus satu hari full," kata Lala dengan nada menggurui khasnya.
"Hem."
Lala mendengus. "Dasar manja."
"Aku nggak manja."
"Udah udah di depan meja makan nggak boleh berantem," aku menengahi si kembar yang memang sering sekali selisih pendapat.
"Lala yang mulai, Dad. Dia sering ngeledekin aku manja. Lala sok jadi kakak deh mentang-mentang dia lahir dua menit lebih dulu dari aku. No way. Kita kembar. Seumuran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Over The Moon (SUDAH TERBIT)
Genç Kız EdebiyatıAjeng dan Gandi. Dua orang dengan sifat yang serupa tapi tak sama, bertemu di sebuah kota yang jauh dari tempat mereka dilahirkan di dunia. Ajeng tidak percaya dengan istilah "tidak ada yang kebetulan di dunia ini" sampai akhirnya dia dipertemukan...