Enjoy!
--------------------------------------"Masak apa Nath pagi-pagi gini? Wangi banget lagi, abang jadi laper" tanya Raffa pada adiknya yang sedang bekutat di dapur. Kelihatan serius sekali. Raffa akui memang Natha pintar memasak, dan masakannya pun enak. Cocok jadi istri idaman. *eh
"Nasi goreng tomyam, bang. Makanan kesukaan abang. Lagian Natha juga lagi pengen buat, yaudah sekalian aja" begitu balas Natha. Dia tak menatap Raffa karena posisinya membelakangi kakaknya itu. Dan Raffa hanya ber-oh ria saja.
Setelah nasinya matang dan disajikan oleh Natha. Raffa memakannya dengan lahap sampai ia tersedak. "Pelan-pelan bang makannya, kayak lagi dikejar orang aja" ucap Natha sambil terkekeh dan menyodorkan air minum pada Raffa.
"Makasih," ucap Raffa sambil menaruh kembali gelasnya diatas meja. "Habisnya masakanmu enak sih dek, abang jadi nafsu gini hehe" lanjutnya lagi dan Natha hanya bisa terkekeh mendengarnya. Lagipula ia sudah biasa memasak makanan ini dan respon Raffa selalu sama, jadi Natha biasa saja dipuji begitu.
Setelah selesai, Natha segera mencuci piring dan gelas bekas makan. Tadinya, Raffa yang ingin mencucinya, namun Natha melarang karena katanya itu tugas perempuan. Akhirnya, Raffa menunggu di ruang keluarga sambil menonton televisi.
Tak lama kemudian, Natha menyusul. Melihat kedatangan adiknya itu Raffa segera menggeser tubuhnya ke pinggir sofa, karena ia ingin Natha tidur dipangkuannya. Kebiasaan Natha, jika ada waktu luang ia akan bermanja-manja dengan Raffa. Tak masalah kan? Raffa kan abangnya.
"Sini dek, kamu pasti capek" ujar Raffa seraya menepuk pahanya. "Iya bang, ga capek sih orang cuma cuci piring" balas Natha. Ia segera menghampiri abangnya dan berbaring dipangkuannya.
Nyaman, batin Natha berujar.
Tidak ada lagi percakapan diantara keduanya. Raffa fokus dengan televisi didepannya dan Natha fokus dengan pikirannya sendiri. Pikirannya melayang, mengingat kejadian di masa lalu. Masa-masa dimana ia merasa sangat kehilangan. Rasanya ia rindu, ia ingin kembali ke masa itu dan menghentikan waktu. Tapi, mustahil. Karena nyatanya, ia tak 'kan pernah bisa menentang takdir.
Tanpa sadar, air matanya jatuh. Ia menangis. Merasa bersalah, amat bersalah. Raffa yang merasa adiknya menangis segera menepuk-nepuk kepalanya dengan sayang. Bermaksud untuk menenangkannya.
Raffa tahu, adiknya sedang mengingat kejadian itu.
Natha semakin terisak, ia memeluk pinggang Raffa dengan erat. Menumpahkan emosinya disana. Raffa membiarkan, karena itu sudah biasa dilakukan Natha. Ia juga terpukul, tapi mau tidak mau ia harus kuat. Kalau ia juga menangis, siapa yang menguatkan Natha?
Tak lama kemudian Natha sudah tenang, ia bisa menguasai dirinya. Dia sadar, berlarut-larut dalam kesedihan tidak baik bagi kesehatan mentalnya nanti. Raffa tersenyum memandangi adiknya saat dia mendongakkan kepalanya, menatap Raffa sambil tersenyum pula.
Tatapan mereka bertemu, saling memberi kekuatan dan mengingatkan kejadian itu tak perlu ditangisi lagi.
Raffa mengecup kening adiknya cukup lama, Natha terpejam menikmatinya. Ia bersyukur memiliki Raffa, sangat-sangat bersyukur.
"Udah jangan nangis lagi, kamu harus kuat" ucap Raffa menenangkan dan Natha hanya mengangguk, tak ingin bicara karena suaranya pasti serak sehabis menangis. Dan nanti kakaknya malah tertawa saat ia berbicara, karena menurutnya suara Natha lucu. Ada-ada saja kan?
"Nanti abang ke kampus sebentar, kamu jagain rumah ya. Kalo mau pergi kabarin abang dulu," katanya menambahi. "Yah, yaudah deh ga apa-apa. Tapi, Natha boleh nitip sesuatu ga? Beliin es krim ya hehe, kayak biasa" balas Natha dan permintannya langsung disetujui oleh Raffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE ON
Teen FictionNatha. Seorang gadis cantik nan ramah, namun pendiam dan tertutup. Ia mencintai ketenangan dan suka menyendiri. Semenjak awal pertemuannya dengan seorang cowok dingin itu, perasaan aneh mulai bersemi dihatinya. Perasaan yang tidak pernah ia rasakan...