[47] Drabble - Pengorbanan Demi Sebuah Kebebasan

39 18 18
                                    

Nama : Serliana Dewi Sabita (Liana)Uname Wattpad : Serliana_Judul : Pengorbanan Demi Sebuah KebebasanGenre : General FictionWords : 457 wordsNo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nama : Serliana Dewi Sabita (Liana)
Uname Wattpad : Serliana_
Judul : Pengorbanan Demi Sebuah Kebebasan
Genre : General Fiction
Words : 457 words
No. Peserta : 47

Isi :

Hiruk-pikuk di atas jembatan terdengar, belacak orang berkumpul di atas sana dengan raut bahagia tanpa ada yang menyangka bila hal buruk akan terjadi, yang menyebabkan ribuan orang tewas.

Rakyat Indonesia, lebih tepatnya rakyat Surabaya merasakan rasa pedih tak terkira. Ribuan orang bergelimpangan -terjatuh- di medan perang. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, namun semangat mereka tak pernah luntur. Mereka terus saja berjuang, memukul mundur para penjajah yang ingin mengambil kembali kebebasan mereka.

Dengan berbekal alat sisa peninggalan penjajah Jepang dan bambu runcing, mereka maju ke medan perang. Melupakan keluarga, harta, dan kebahagiaan mereka hanya demi kemerdekaan yang abadi.

Awal itu, ultimatum dijatuhkan dari udara tepat di bawah kaki rakyat Surabaya, yang saat itu berdiri di atas jembatan. Semua orang nampak kebingungan membaca isi ultimatum itu, tak sedikit orang merasa ketakutan. Ultimatum itu berhasil membunuh rasa bahagia mereka.

"Nak, sekutu sudah datang lagi," ucap bapak yang menepuk bahuku. "Kita tidak boleh takut pada mereka."

Aku hanya menatap bapak dengan bingung, sedikit tidak mengerti dengan yang beliau katakan namun tak urung aku mengangguk.

"Lalu? Apa yang harus kita lakukan, Pak? Dan apa isi kertas itu?" tanyaku dengan dahi mengernyit dan penuh akan rasa keingintahuan.

"Kerahkan semua hal yang Bapak ajarkan, Nak. Isi kertas ini, mereka ingin membuat kita berada di bawah pengaruh manusia bermulut madu itu lagi."

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi, Pak. Aku akan menyerahkan nyawaku demi negeri ini tak peduli berapa banyak darah yang harus aku korbankan." Bapak tersenyum melihat keberanian yang terpancar di mataku.

"Kau juga harus siap untuk kehilangan Bapak sewaktu-waktu, Nak." Aku hanya terdiam, tak menyetujui perkataan bapak.

Sesuai dengan apa yang rakyat Surabaya katakan, mereka tak akan menjatuhkan senjata mereka. Mereka akan memukul mundur para penjajah dari Kota Surabaya, tepatnya di atas jembatan yang saat ini diberi nama Jembatan Merah.

Keesokan harinya, sekutu kembali datang dengan wajah mengejek mereka yang tampak menyedihkan di mataku. Bapak yang berada di belakangku menepuk bahuku perlahan. Aku berdoa agar bapak bisa selamat dari pertempuran hidup-mati ini. Aku tak ingin kehilangan sosok bapak, cukup ibuku saja yang meninggalkanku.

Di depan kami, Bung Tomo menyuarakan pidato-pidato penyemangatnya yang membakar gelora semangat rakyat Surabaya, yang saat itu siap untuk bertempur. Termasuk aku.

Rakyat Surabaya menyuarakan kalimat-kalimat takbir yang terdengar syahdu namun mengerikan, mengingat betapa inginnya rakyat Surabaya menyingkirkan sekutu jahat itu dari tanah Surabaya.

Kami maju bertempur, menyerang para sekutu dengan semangat yang membara. Hingga salah satu dari kami melemparkan granat ke arah Brigjen A.W.S. Mallaby yang membuatnya tewas seketika. Aku bahagia melihat brigjen Mallaby tewas, yang artinya para sekutu jahat sudah kalah. Namun, saat mataku melihat seseorang yang tewas tertembak setelah melempar granat, air mataku ikut menurun deras. Aku merasakan sukmaku seperti tertarik keluar, dadaku terasa sesak.

"Sungguh mulia pengorbananmu, Pak," ucapku sebelum kesadaranku ikut terenggut.

«Terima kasih sudah membaca»

Event 73 Tahun IndonesiakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang