[55] Drabble - Sabar yang Cerdik

130 37 3
                                    

Nama : CintaUname WP : NiedhapelangiJudul : Sabar yang CerdikGenre : General fictionWords : 456No

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nama : Cinta
Uname WP : Niedhapelangi
Judul : Sabar yang Cerdik
Genre : General fiction
Words : 456
No. Peserta : 55
isi :

Sabar melangkah menyusuri pematang sawah seraya menggendong tas dekil miliknya dan membawa sebuah kantung plastik berisikan kue buatan ibunya. Sembari menyeka peluh, ia kemudian berlari kecil agar cepat sampai ke arah jalan besar.

"Hati-hati, Sabar! Pematang itu sangatlah licin untukmu berlari," teriak Pak Margono mengingatkan Sabar.

"Tenang, Pak. Pematang ini sudah kuhafal setiap lekuknya. Bahkan jumlah langkah kakiku di pematang ini sudah kuhitung."

"Ada berapa langkah? Coba beritahu bapak," Pak Margono penasaran.

"Bapak akan tau jumlahnya jika bapak menghitungnya sepertiku," jawab Sabar sambil mengangkat kedua alisnya.

"Itu mengerjai bapak namanya, Bar!"

"Bukan, Pak. Tapi itu adalah sebuah perjuangan."

"Perjuangan yang bagaimana maksudmu?"

"Jika aku hanya memberitahukan jumlahnya saja pada bapak, tentu bapak tidak akan mempercayaiku, bukan?"

Pak Margono terdiam sambil berpikir.  Ia menatap pematang panjang yang ada di hadapannya kemudian beralih menatap Sabar.

"Pergilah, nanti kau akan terlambat mengikuti upacara kemerdekaan," titah Pak Margono.

Sabar berlalu dan sesampainya di sebuah kedai kecil, Sabar berhenti dan menitipkan kuenya untuk dijual.

"Bar, sini!" panggil seorang ibu yang sedang berbincang dengan tamunya.

"Ya, Bu?" jawab Sabar ramah.

"Berikan pada Bu Linda sebagian kuemu yang lezat itu, nanti ibu yang membayarnya."

Dengan senang hati, Sabar membawa sebagian kuenya pada Bu Linda, tamu Bu Lastri. Setelah itu, sabar berlalu dan pergi ke lapangan untuk mengikuti upacara kemerdekaan.

"Bu Linda tau? Sabar itu sangat bodoh, ia selalu meminta uang koin saat aku membayar penganannya menggunakan uang kertas," ucap Bu Lastri beberapa jam kemudian.

"Kenapa demikian?" tanya Bu Linda penasaran.

"Dia tidak bisa berhitung dengan benar, itu sebabnya dia meminta koin pada pembelinya."

"Jam berapakah Sabar akan melewati tempat ini lagi, Bu?" tanya Bu Linda.

"Sekitar pukul 13.15 WIB dia pasti melewati tempat ini untuk mengambil kotak kuenya di kedai sebelah."

Bu Linda melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, masih pukul 11.40 WIB, itu artinya masih lama ia akan bertemu dengan Sabar.

*****

Setelah berpamitan dengan Bu Lastri, Bu Linda bergegas menuju ujung jalan untuk menunggu Sabar. Matanya berbinar saat ia melihat Sabar menuju ke arahnya.

"Hei," sapanya pada Sabar.

Sabar menghentikan langkahnya kemudian menghampiri Bu Linda.

"Ya, Bu? Ada apa?" 

"Sini, ibu mau bertanya padamu."

Sabar mengangguk.

"Kenapa kamu memilih koin sebagai bayaran dari pembeli kuemu?"

"Karena dari koin tersebut aku bisa mendapatkan uang lebih banyak dari yang seharusnya aku dapatkan."

"Maksudnya?"

"Orang-orang senang menganggapku bodoh, karena itulah mereka rela memberi uang lebih padaku. Dengan demikian, aku bisa membeli obat untuk ibu dan membayar uang sekolahku."

Bu Linda tercengang dengan pengakuan Sabar yang jauh dari perkiraannya. Ia tak menyangka jika Sabar berpikiran secerdik ini.

"Sungguh besar pengorbanan dan perjuanganmu, Nak. Kau rela dianggap bodoh oleh orang-orang demi ibumu. Ibu salut padamu."

"Hanya itu yang bisa kulakukan, Bu, bakti pada ibuku."

"Semoga kau berhasil!"

"Terimakasih! Tugasku hanyalah belajar dan berjuang!"

*****

Selesai

«Terima kasih sudah membaca»

Event 73 Tahun IndonesiakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang