orange.

412 65 14
                                    

SILHOUETTE
©2018, influenceaurora


🌑🌘🌗🌖🌕🌔🌓🌒🌑


Kegelapan telah melingkupi seluruh kota. Derik hewan malam yang khas terdengar sejak mentari menuntaskan tugasnya hari itu. Malam sudah lumayan larut kala sepasang tungkai Almara melangkah gontai menuju kamarnya yang didominasi biru dengan ornamen langit. Kamis, adalah hari tersibuk sekaligus paling lelah untuknya. Tidak tanggung-tanggung, dua kelas bimbingan memaksanya bertahan sejak pukul setengah lima sore hingga setengah jam lalu. Jarum jam di dinding kamarnya bahkan telah menunjuk pukul delapan malam dan ia baru saja tiba di rumah.

Terlepas dari betapa lelahnya gadis itu saat ini, intuisinya untuk mengulang materi masih saja tersisa. Entah bagaimana gadis itu selalu merasa kekurangan waktu. Padahal waktu dua puluh empat jam yang disediakan Tuhan perhari tidaklah sedikit. Dirogohnya tas baby blue miliknya dan dalam hitungan detik saraf olfaktorinya menemukan suatu benda asing di sana. Jemarinya berhenti bergerak kala menjumput sebuah amplop biru toska.

Dilihatnya amplop itu dengan saksama. Tanpa nama pengirim, lagi. Almara menghela napas berat dan mulai menyobek sisi benda itu.

"Weits, apaan nih, Dek? Surat cinta?"

Jemari Alfira bergerak tangkas merebut serta membuka amplop berwarna toska itu. Sementara itu, Almara masih dibuat terkejut dengan eksistensi kakaknya yang muncul begitu tiba-tiba bak hantu.

"Apaan sih, Kak? Bukan apa-apa kok," balas Almara lantas bergerak gelisah berusaha merebut kembali amplop itu. Entah Alfira yang memang terlahir cekatan atau Almara yang sedang dalam mode loyo, perang perebutan surat itu pun dimenangkan oleh Janitra Alfira tanpa perlawanan sengit.

"Nggak ada apa-apa atau ada apanya?" goda Alfira sembari memicingkan mata pada adiknya lalu terkekeh.

"Terserah Kak Alfi aja deh," putus Alma lantas terdiam di tempat duduknya, memerhatikan sang Kakak yang memasang ekspresi serius ketika mengambil surat dari amplopnya kemudian menggulirkan tatap pada rentetan kata di benda tipis itu.

"Eh, Ma, kayaknya gue kenal sama tulisannya deh," gumam Alfira sembari terus membaca berulang kali surat itu pun pula diiringi oleh kerutan alis yang kini muncul di keningnya.

Kening Almara ikut mengerut. Gadis bersurai legam sepunggung itu membisu, menanti sang Kakak untuk menyelesaikan klausanya.

"Iya, bener! Tulisannya akrab banget tahu! Yang ngirim ini pasti cowo kan? Spesies cowo yang tulisan tangannya sebagus ini tuh jarang. Apalagi punya selera sastra gini. Tapi siapa ya?"

Alfira melempar surat dan amplop itu pada adiknya lantas menjatuhkan pantatnya di spring bed. Almara mendengus kesal. Namun segera gadis itu tepis dan anak bungsu Hilman Hartanto itu beralih membaca rentetan kata yang ditujukan padanya.

"Keanu Rasyid? Ah, nggak mungkin deh. Titisan Einstein itu kan bucin banget sama teman lo, si Aresta. Bukan gaya Ken sok-sok jadi secret admirer gini," prediksi satu, mustahil 0%.

"Ethan Gumilang? Wah kalau orang kayak gitu naksir lo, seleranya boleh juga tuh, Dek. Memperbaiki keturunan. Secara, si Ethan kan buluk dan lo cantik, putih lagi," prediksi dua, 50% mungkin.

SilhouetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang