yellow.

297 52 13
                                    

SILHOUETTE
©2019, influenceaurora



🌑🌘🌗🌖🌕🌔🌓🌒🌑



Tidak ada yang berbeda dari kekosongan gelanggang olahraga Cakrawala pada pagi menjelang siang di hari Rabu kala itu. Hanya presensi Jilian Almara Hartanto-lah yang terhitung ganjil dengan seragam navy khas Cakrawala yang melekat di tubuhnya. Ini bukan jam olahraga kelasnya dan seharusnya ia sekarang sedang mendekam di kelas sembari mendengarkan Bu Laila bertausiah mengenai perintilan Boyle. Bukan gaya Almara sekali untuk mangkir meskipun Fisika adalah mata pelajaran yang paling tidak disukainya. Gadis itu terpaksa, benar-benar harus dilakukan atau ia akan mati gelisah.

Lima belas menit waktu yang gadis itu habiskan untuk mondar-mandir di spot yang sama. Arah matanya gusar dengan gerak-gerik menjurus panik pun sesekali ia mendumal sembari mengelus surai legam panjangnya yang terurai. Eksistensi dua lelaki yang memasuki gelanggang pun tak ia aruh hingga salah satu dari mereka menghampirinya.

"Dek, ngapain?"

Seruan itu agaknya mengejutkan si bungsu keluarga Hartanto itu. Almara mendongak dan mendapati sosok laki-laki jangkung berdiri di sisi kiri tak jauh darinya sembari menenteng bola basket dengan seragam putih yang ia keluarkan, "Oh, Kak Raka? Err... saya nggak lagi ngapa-ngapain kok, Kak. Saya mau tanya, Kak Raka liat naskah siaran saya nggak di sini? Tadi kelas Kakak olahraga kan di sini?"

Kening Rakha Arsena Mahendra mengerut. Sebelah tangannya langsung menggaruk sisi belakang kepalanya, gelagat yang Almara tebak sebagai refleks lelaki itu ketika berpikir, "Eum... naskah? Nggak tuh, Dek. Woy, Than! Liat naskahnya Dek Alma nggak?"

"ENGGAAA..." balas Ethan Aditya Gumilang dari bawah ring dengan volume setengah berteriak.

"Coba diingat-ingat lagi, Al. Kamu tadi ke mana aja? Siapa tahu emang nggak ketinggalan di sini," ujar Rakha.

Almara nampak berpikir. Kedua telunjuknya mulai berayun, bentuk refleks khasnya saat berpikir, "Saya habis dari ruangan klub jurnalistik langsung ke sini, Kak. Saya ambil naskahnya dari sana terus ke sini buat ngapalin bentar. Saya tinggal sebentar buat koordinasi mading sama rekan-rekan saya di deket taman, eh waktu saya balik ke sini naskahnya udah nggak ada," jelas Almara.

Rakha menahan senyumnya. Gadis bersurai legam sepunggung di hadapannya ini terlihat begitu menggemaskan saat sedang berpikir, membuatnya betah berlama-lama melihat paras manis perempuan yang katanya pekerja keras itu, "Oh gitu... udah kamu cek ke Pak Boni?"

Almara mengangguk pelan, "Udah. Katanya Pak Boni belum bersih-bersih gelanggang soalnya nanti sore ada latihan basket," keluh gadis itu.

"Waduh, kalau itu mah saya juga nggak tahu, Dek," timpal Rakha lagi lantas memamerkan cengiran miliknya yang mirip kuda.

"Coba kamu cek ke Pak Boni lagi, Dek. Tadi saya liat Pak Boni bawa bendelan kertas di koridor barat," Presensi sosok lain langsung mengejutkan kedua sejoli itu, tiba-tiba muncul, tiba-tiba berucap dari antah-berantah.

"Woy! ah elah, Yus! Lo ngagetin aja kek setan! Kalo muncul tuh salam gitu kek," cibir Rakha sambil menyenggol pelan bahu pemilik singgasana tertinggi pimpinan OSIS itu. Iya, sosok itu... Jusuf Adhyaksa.

Mengambil tempat di sisi kanan Rakha dan tepat berhadapan dengan Almara, pemuda pendiam dengan titel paling berpengaruh di Cakrawala itu lantas menepuk pelan bahu karibnya, "Assalamu'alaikum."

SilhouetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang