Emily

84 7 2
                                    

"Go Go SEAN, ayo maju SEAN" terdengar suara teriakan anak-anak perempuan yang heboh meneriaki Sean.

Ya siapa yang tidak tau SEAN, anak rajin, berprestasi dan juga jago olahraga.

Tak heran jika di kalangan anak perempuan dia cukup populer. Karena selain tampan dia juga kaya..

Uh.. Pasti menyenangkan kalau punya pacar seperti dia.

Wait apa yang ku pikirkan..

Ha ha sadar diri Emily, kamu hanya anak cupu dan tertindas disini. Sedangkan Sean adalah pangeran yang di idam dan di eluh-eluhkan.

"Kyaaa.... SEANN GANTENG BANGET"
Salah seorang anak perempuan berteriak histeris, membuat yang lain sontak melihat kearahnya.

Padahal itu kan hanya permainan bola basket, bukan acara konser Justin Bieber.

Pritttt

Peluit berbunyi, menandakan pertandingan telah usai.

Padahal aku masih ingin melihat Sean.

"Emily kenapa bengong, mana makananku?" Rena berteriak, mengganggu imajinasi ku.

"Iya, cepat belikan kita makanan" kali ini Cathy yang berteriak.

Aku hanya mengangguk dan bergegas menuju kantin.

Ya mungkin kalian akan menganggapku bodoh atau menyedihkan, tapi apalagi yang bisa kuperbuat.

Aku hanyalah budak Rena dan gengnya, anak kaya sombong yang semena-mena.

Jika aku tidak menurut, maka mereka akan menghukum ku.

Terakhir kali aku membantah, mereka menyiramku dengan air got lalu mengunciku seharian di kamar mandi wanita.

Brukkkkkk

Aduh.. Gara-gara terlarut dalam pikiranku, aku jadi tidak memperhatikan jalan.

"Nona.. are u ok?"

Aku mendongak, mencoba melihat siapa orang yang kutabrak.

I itu Sean.. Dia tersenyum, sambil menjulurkan tangannya.

"Iam sorry" kali ini dia tersenyum lebih lebar sambil membantuku berdiri. Ah manisnya.

"Ma.. Maaf aku tidak sengaja. Aku yang salah"

"It's okay" dia tersenyum lagi, dan karena grogi aku langsung berlari pergi meninggalkannya.

Dasar Emily bodoh.. Apa yang kamu lakukan?

Mungkin sekarang Sean akan menganggapku aneh.

Aku terus merutuki diriku sepanjang perjalanan ke kantin.

----------------------------------------------------------

Aku mengedarkan pandangan ke kiri dan kekanan, tapi tidak ada satu pun transportasi yang lewat.

Ku lirik jam tanganku, jarum pendeknya berada diangka 7.

Uh.. Aku sudah sangat kemalaman, ibu pasti khawatir.

Ini gara-gara aku tidak sengaja menumpahkan minuman ke baju Rena, alhasil dia dan gengnya mengunciku di gudang.

Untung pada akhirnya ada petugas jaga yang berkeliling dan kebetulan mendengar teriakanku. Kalau tidak, mungkin aku akan terkunci sampai besok.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki. Ya rumahku cukup jauh dari sekolah, tapi bila lewat jalan tikus akan lebih eifisien.

Jalan dimana aku harus melewati gang-gang sepi, tempat para preman berkumpul.

Tapi sekali lagi, aku tidak punya pilihan. Aku tidak ingin membuat Ibuku khawatir lebih lama.

----------------------------------------------------------

Setelah setengah jam berjalan, aku mulai kelelahan. Aku memutuskan berhenti sejenak dan bersandar pada tembok gang.

"KUBILANG DIAM JALANG" eh suara teriakan siapa itu?

"AKU TIDAK PEDULI" lagi-lagi aku mendengar sebuah teriakan laki-laki.

Aku mencoba mencari tahu darimana asal teriakan itu.

Tampak seorang laki-laki sedang menindih seorang perempuan.

Tunggu apa yang mereka lakukan? Apa mereka sedang berbuat mesum di tempat sepi?

Karena gelap, aku mencoba melihat lebih dekat apa yang sedang terjadi.

Dan betapa terkejutnya aku, saat tau laki-laki itu membawa sebilah pisau ditangannya.

Aku lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa laki-laki itu adalah Sean.

Gadis yang berada dibawahnya, menangis memohon ampun. Tapi Sean hanya menyeringai.

Menit berikutnya pisau itu menancap pada bola mata si gadis.

Aku menutup mulutku, berusaha agar tidak berteriak.

Tak hanya sampai disitu, Sean lalu memutar pisaunya dan mencongkel bola mata si gadis, seolah-olah itu hanya sebuah mainan.

Aku begidik ngeri, melihat sang gadis masih hidup diperlakukan seperti itu.

Tubuh sang gadis mulai mengejang dan menggeliat.

Lalu Sean dengan beringas menggorok leher si gadis hingga darah bercucuran kemana-mana.

Cukup.. Aku tidak tahan untuk melihat lebih jauh.

Aku berusaha lari, tapi sialnya aku malah tidak sengaja menendang kaleng minuman di bawah kakiku.

"SIAPA DISANA" aku membeku mendengar teriakan Sean.

Entah kenapa kakiku tiba-tiba sulit untuk di gerakkan.

"Nona.. Kamu melihatnya?" Sean menghampiriku sambil tersenyum mengerikan.

"Sekarang apa yang harus kulakukan padamu" kini Sean berada di didepanku, sambil mengacungkan pisaunya tepat didepan wajahku.

Bahkan masih ada bekas darah si gadis yang telah dia bunuh tadi.

"A.. A.. Aku tidak sengaja" kataku bergetar.

"Mungkin aku juga harus membunuh mu" Sean menyayatkan pisaunya pada pipi kiriku.

Dan sumpah demi apapun, itu sangat sakit dan perih.

Aku mulai menangis, mengetahui bahwa hidupku akan berakhir seperti ini. Dibunuh oleh anak paling populer di sekolah ku, yang ternyata adalah seorang psikopat.

Aku memejamkan mata. Pasrah dengan apa yang akan kuterima.

Mungkin bisa jadi lebih buruk dari gadis yang kulihat tadi.

"Buka matamu nona, aku ingin kau melihat bagaimana aku akan menguliti-mu"

Aku menangis menjadi-jadi.

Dia benar-benar gila.

"KUBILANG BUKA MATAMU"

Aku semakin ketakutan saat Sean berteriak.

Perlahan aku mulai membuka mata karena takut.

"Ma... Maafkan aku hu hu hu..."

"Aku akan melakukan apa saja, asal jangan bunuh aku" Aku terus menangis antara ketakutan dan depresi.

Sean berhenti menyayatku dan menurunkan pisaunya.

"Ok.. Aku tidak akan membunuhmu"

Eh apa? Apa aku tidak salah dengar?

"Asal kamu mau jadi pacarku"

"A.. Apa?"

"KUBILANG JADILAH PACARKU" Sean berteriak lagi sambil mengacungkan pisaunya kembali.

"I.. Iya.. Aku mau"

"Bagus, dan jangan beritahu siapa-siapa. Karena kalau sampai rahasiaku terbongkar, aku tidak akan segan-segan menggantungmu"

Aku hanya mengangguk menanggapi Sean.

Ya Tuhan.. Aku berharap ini hanyalah sebuah mimpi, dan aku akan terbangun keesokan harinya.

I'am NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang