Dia Gila

23 2 0
                                    

Emily Mengerjap. Mata sayunya mencoba melihat sekeliling, kepalanya begitu pening. Samar-samar dia melihat warna putih di sekelilingnya.

Dimana aku? Batin Emily

Setelah di amati, ternyata dia sedang berada di kamar mandi. Hawa dingin mulai menyelimuti tubuhnya. Baru di sadari ternyata Emily tengah telanjang, tidak ada satu helai kain pun yang menutupi tubuh ramping nya.

Emily merasakan badannya sakit dan remuk. Ada rasa perih di sekitar perutnya. Dia menunduk melihat asal rasa perih itu, betapa kagetnya dia ketika tahu sisi perutnya berdarah. Ya darah bercecer di mana-mana.

Perutnya seakan habis di robek, lalu dijahit kembali. Emily menjerit histeris melihat apa yang terjadi. Terlebih lagi sekarang dia menyadari sedang berada di bathup dan dalam rendaman bongkahan es yang begitu banyak.

Emily mencoba berdiri dan mengambil sebuah handuk untuk menutupi tubuhnya. Dia hendak berjalan keluar dengan sempoyongan, tapi sesaat pintu kamar mandi terbuka.

Sean berada di balik pintu. Tersenyum miring melihat keadaan Emily.

"Sudah bangun sayang?" Kata Sean sambil berjalan mendekat.

"Brengsek.. Kamu apakan aku?" Emily berteriak dan Sean hanya menyeringai.

"Memperkosamu.. " Jawab Sean datar.

Emily terbelalak mendengar jawabanya. Dia menghampiri Sean dan memukulnya bertubi-tubi. Sean tidak menghindar dan hanya menangkis serangan Emily.

Emily memukul mencakar bahkan menampar Sean, tapi Sean hanya pasrah menerima semua perbuatan Emily

"Akhh.. " Emily terpekik saat perutnya terasa sakit. Jahitan pada lukanya mulai terbuka akibat aksi bar-bar nya

"Jangan banyak bergerak sayang, nanti lukanya makin parah"

"Ini juga kan perbuatanmu.. Apa yang kamu lakukan padaku?" Tanya Emily sinis.

"Aku mengambil ginjalmu, lalu menjualnya" Jawab Sean datar. Emily melotot dan kembali memukuli Sean.

"Dasar Brengsek kembalikan ginjalku.. Kamu bajingan idiot, maniak psikopat, sakit jiwa..." Makinya bertubi-tubi.

Sean hanya tertawa.

Emily semakin merinding melihat Sean tertawa tanpa rasa bersalah.

"A-apa yang lucu?"

"Kamu.."

"...."

"K-kamu.. Ini tidak lucu, kamu memperkosaku lalu menjual ginjalku.. menurutmu itu lucu?" Sean hanya diam dan menatap Emily dalam.

"A-aku akan melaporkanmu.. Aku a.. Mphhh" Perkataan Emily terhenti saat Sean tiba-tiba menciumnya.

Emily mencoba mendorong tubuh Sean, tapi tenaganya terlalu lemah untuk melawan. Dia hanya pasrah saat Sean memperdalam ciumanya.

Emily merasakan perlahan handuk ditubuhnya mulai melorot. Emily sadar dirinya sedang dalam posisi berbahaya, saat itu juga dia mengarahkan seluruh tenaganya untuk mendorong Sean menjauh.

"Ukhh... Dasar mesum" Emily terengah-engah saat berhasil melepaskan diri dari cengkraman Sean.

Emily hendak kabur, tapi Sean mencekal tangannya. Sesaat kemudian tubuh Emily terangkat. Sean secara tiba-tiba menggendongnya ala Bridal Style.

"Turunkan aku.." Teriak Emily. Dia merasa malu, tidak ada satu laki-laki pun yang pernah menyentuhnya dengan intens. Apalagi sampai menggendongnya seperti ini.

Wajah Emily memerah saat Sean menurunkanya di atas kasur. Jantung Emily berdegup kencang memikirkan apa yang akan dilakukan Sean selanjutnya. Sean sungguh tidak bisa di tebak dan bersikap random sesuai keinginannya.

Sean berjalan ke arah lemari pakaian, mengambil sebuah kaos dan sepotong celana pendek.

"Pakai ini.. Aku tidak punya baju wanita"

Emily hanya diam melihat tingkah laku Sean.

"Kenapa diam? Mau aku yang pakai-kan?" Kata Sean tersenyum jahil, membuat wajah Emily semakin merona.

"A-aku bisa sendiri" Lagi-lagi Sean tersenyum, lalu pergi melangkah keluar meninggalkan Emily.

Sepuluh menit berikutnya, Sean kembali masuk dengan membawa mangkuk di tangannya.

Baju yang diberikan Sean ternyata kebesaran, membuat Emily tampak lebih imut di mata Sean. Padahal itu hanya sebuah kaos.

"Ayo makan" Ucap Sean sambil duduk di sebelah Emily.

Kini mereka berdua tengah duduk di pinggir kasur. Emily menggeser posisi duduknya lebih kepojok, bermaksud menjauh dari Sean. Tapi Sean malah mengikuti Emily dan lebih mendekat.

"Buka mulutmu" Emily diam. Dia takut kejadian sebelumnya terulang kembali.

Sesaat lalu dia minum minuman pemberian Sean dan kemudian tidak sadarkan diri. Ia tidak yakin tentang apa yang sudah di masukkan Sean kedalam makanan tersebut.

"Ini tidak beracun" Emily tersentak, bagaimana mungkin Sean bisa membaca pikirannya.

"Kamu gak percaya" Emily hanya menatapnya penuh selidik.

Sean mulai menyendok bubur ditanganya dan memasukannya kemulut.

"Hmmm enak.. Yakin masih ga mau?" Sean mengulangi perkataanya, sementara gadis di depanya hanya menggeleng.

Krucuk Krucuk..

Suara perut Emily terdengar begitu keras. Kini ia hanya bisa menunduk menahan malu. Wajahnya memerah, sebenarnya dia sangat lapar, tapi disisi lain dia gengsi menerima makanan dari orang yang sudah mengambil mahkotanya.

"Dengar kamu harus makan.. TIDAK ADA PENOLAKAN" Sean meninggikan nada suaranya.

Nyali Emily semakin menciut, tapi ia tetap tidak mau menerima makanan pemberian Sean. Dia tetap menunduk, menahan agar air matanya tidak menetes keluar.

Sean mengeram mengepalkan tanganya. Dia tidak suka gadis yang keras kepala dan tidak mau menurut.

Dengan satu gerakan Sean menarik Emily, membuatnya melihat kearahnya. Menit berikutnya Sean kembali mencium Emily. Ciuman yang kasar, tidak seperti tadi. Bahkan Emily meringis kesakitan saat Sean menggigit bibirnya.

"Hikss.... " Ia tak mampu lagi membendung air matanya yang dari tadi ingin keluar.

"Jangan menangis.. Menurutlah, aku tidak akan kasar kalau kamu nurut" Sean mengusap pucuk kepala gadisnya lembut.

"A-aku mau pulang" Sean berdecak dan kembali mengambil mangkuk di sampingnya.

"Makan dulu, nanti baru aku antar pulang."

"T-tapi Ibuku sekarang pasti khawatir.."
Sean menghela nafas.

"Aku sudah mengirimkan pesan pada Ibumu kalau kamu menginap di rumah teman."

"...."

"Hpmu tidak terkunci jadi aku meminjamnya sebentar tadi.. Sekarang kamu mau makan, atau aku yang akan makan kamu" Lagi-lagi Sean berekspresi datar.

Dia mulai menyuapi Emily dan gadis itu mau membuka mulutnya.

Andai saja malam itu Emily tidak terlambat pulang dan tidak bertemu Sean, mungkin semua nya tidak akan jadi seperti ini.

Entah dosa apa yang telah Ia perbuat hingga harus berhadapan dengan monster seperti Sean.

I'am NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang