Kenangan

1K 46 0
                                    

Guntur meneliti ekspresi wajah Nenek Sonna, walaupun wajah itu penuh ketakutan dan terlihat meyakinkan, tapi selama ini Nenek Sonna dikenal senang mencari perhatian, bahkan sekalipun harus berbohong.

Malah nenek Sonna sering melakukan kebohongan kecil hanya agar orang tertarik untuk berbincang dengannya.

Tapi Guntur tetap dengan telaten menemani dan mendengarkan nenek Sonna bicara, itu adalah cara agar nenek Sonna berhenti berbohong, memberikan perhatian yang dia inginkan.

Guntur mengambilkan wedang uwuh dan di sorongkan ke nenek Sonna.

"Minum dulu nek, ceritakan kejadiannya, seperti apa sosok yang meletakan boneka itu?"

Nenek Sonna meneguk wedang uwuhnya, dia mengatur nafas, wajahnya yang pias sudah kembali memerah.

"Aku waktu itu mendengar suara langkah kaki, Nak Guntur, makanya aku penasaran keluar."

Nenek Sonna diam sejenak, seakan-akan sedang memgingat-ingat.

"Ternyata ada seeorang yang keluar dari ruang tamu, eh apa dapur ya, wajahnya rata, cuma matanya yang kelihatan,"

Guntur berfikir apa mungkin pelakunya memakai topeng, tapi kalau dari ruang tamu, pintu itu terkunci rapat semalam, dan kalau dapur, ruang dapur dekat sekali dengan mushola, yang jika malam penuh dengan penghuni rumah pemulihan yang sholat malam.

Apa mungkin peneror itu adalah penghuni rumah pemulihan juga?

Jika iya, siapa? Kenapa? Siapa yang tahu masa lalu kelam helena?

Guntur sekali lagi meneliti wajah nenek Sonna yang ketakutan, dan ntah saat ini dia tidak meragukan

---$$$$$ ----

Sore itu Greta datang menjemput Ajeng, dia sudah berjanji untuk mengantar Ajeng ke Hereford Moslem Cominity di Putson.

Hereford adalah kota yang berbatasan dengan Wales, terletak di sisi sungai Wyen yang indah.

Pemandangan kota kecil di eropa dengan rumah-rumah khas pedesaan yang asli, membuat Ajeng seakan dalam frame film Arthur Doyle.

"Dulu aku dan ayahmu sering pergi berenang ke sungai Wyen," Greta memulai pembicaraan, bahasa ingris dengan aksen walesnya sangat kentara.

"Ayahmu adalah seorang perenang tangguh, maka kami sempat heran ketika di kabarkan ayahmu meninggal karena tenggelam," lanjutnya sambil menyetir.

"Greta, seberapa dekat kau dengan ayah?" tanya Ajeng pelan-pelan.

"Kami lahir di rumah sakit yang sama, di hari yang sama, bahkan orang tua kami sudah menjodohkan sedari kecil," jawab Greta, matanya masih memandanh ke arah jalanan.

Ajeng merasakan bahwa Greta sangat menyayangi ayahnya.

"Arnold Smith ayahmu, seorang penulis sekaligus petualang, maka tidak heran ketika dia pamit pergi ke Indonesia, untuk membuka jaringan toko buku disana,"

"Ayah ke Indonesia bukan untuk membuat perusahan penerbitankah Greta?"

"Perusahaan penerbitan itu didirikan ayahmu jauh setelah jaringan bookstorenya merajai Indonesia, sebelum mengenal ibumu," Greta memberikan penekanan pada kalimat terakhir, Ajeng merasakan kecemburuan disana.

Sepanjang perjalanan Greta bercerita banyak tentang Arnold Smith, ayah Ajeng.

Dan Ajeng semakin yakin, bahwa Arnold adalah cinta sejati Greta.

--- $$$$$ -----

Sebuah kenangan melintas ke pikiran Helena.

Ingatan masa kecilnya ketika ibunya menangis dalam keremangan.

Ibunya menikah tanpa surat, tapi dia tahu sebesar apa cinta yang diperuntukan untuk ayahnya.

Siapa yang mengira, ayah akhirnya memilih perempuan dan anaknya itu.

Apa karena perempuan itu lebih kaya dan terpelajar?

Ayah seharusnya tidak pergi, sejak kepergian ayah, ibunya terpuruk, dan hari-harinya menjadi kelabu.

Helena tergugu, dia bisa merasakan rasa sakit ibunya, tapi dia tak bisa memeluknya.

Ibunya seperti landak, durinya tajam jika dipeluk, emosinya tidak stabil.

Bahkan jika sang ibu sedamg marah, bergeserpun Helena tidak berani.

Perempuan sering kali hanya bisa melampiaskan amarahnya kepada anak yang sebenarnya harus dia cintai, obyek paling lemah yg ada di dekatnya.

Dan sering kali pula mereka merasa sakitnya penyesalan saat tersadar sudah menyakiti anak-anaknya.

Perempuan memamg makhluk labil, terbuat dari tulang rusuk bengkok yang harus ditopang oleh tulang punggung,

Laki-laki.

Guntur duduk di samping ranjang, menunggu suster memberikan obat penenang.

Usahanya selama tiga bulan untuk membuka hati Helena, hancur sudah.

Helena kembali terpuruk, masuk ke dunia gelapnya.

"Dok, Nenek Sonna menghilang," seru seorang perawat laki-laki memanggilnya.

Guntur segera berdiri meninggalkan kamar Helena.

Bersambung..

Senjakala 2 : Rembulan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang