Teror

1K 52 1
                                    

Senjakala 2 : Rembulan kembar

Penulis : Nadiena Suhandi

"Prang!" terdengar suara kaca yang pecah, kaca jendela teras samping, Ajeng berlari ke arah samping, dia mengkhawatirkan bibi Liz, adik papahnya,  yang tengah berkebun.

"Bibi, are you oke?" tanyanya ketika diketahuinya bibi Liz tengah duduk dengan wajah yang tegang.

Bibi Liz mengangguk, wajahnya yang pias sudah memerah kembali

"Seseorang melempar batu dari sana," katanya dengan aksen wales yang kental, dia menunjuk arah pepohonan di pinggir jalan raya.

"Ada apa ini?" Uncle Ted suami bibi Liz menemui mereka, melirik tidak suka pada Ajeng.

"Ini karena kerudungmu itu," kata Uncle Ted tajam, aksen walesnya lebih kental.

"Kau salah, masyarakat Hereford sudah sudah lama bisa menerima islam," sergah bibi Liz.

Uncle Ted dan bibi Liz adalah adik papa Ajeng yang mengelola jaringan penerbitan dan toko buku Papa Ajeng di sana.

"Kalau bukan karena itu, terus kenapa ada yang sejahil itu?" Sergah uncle Ted.

"Itu mungkin karena.. "

"Ajeng, Ted, Liz, ada apa?" Greta temen Papa Ajeng datang "Ajeng kamu jadi akan ke Putson?"

Ajeng mengangguk, Greta memang berjanji akan mengantarnya ke Muslim Community di Putson.

Greta memiliki wajah wales yang aristokrat dengan kulit yang tidak terlalu terang, mama Ajeng bilang, dulu Greta sempat mencintai papanya.

----- $$$$ -----

"Kau pembunuh Helena, berapa bayi yang sudah kau halangi lahir di dunia," Suara itu menyayat perasaan Helena, wajahnya menegang.

"Sedari kecil kau anak yang tidak diharapkan, jika saja ibumu tidak hamil duluan.."

Helena menutup telinganya rapat-rapat, dia meringkuk di ranjangnya, tubuhnya gemetar, matanya terbelalak lebar.

Tadi pagi dia menemukan boneka bayi yang telah hancur di depan kamarnya, tidak seorang penghuni rumah pemulihan yang tahu siapa yang meletakkannya.

Kejiwaan Helena mundur lagi, padahal Helena semula sudah bisa tidur dengan tenang.

Guntur menghembuskan nafas, suster yang mendampinginya sudah sudah selesai meminumkan obat, tapi Helena tidak berhenti gemetar ketakutan.

"Dok, Nenek Sonna menangis lagi sejak semalam, mungkin karena boneka itu juga," lapor salah seorang perawat.

Nenek Sonna, dia mengalami kepikunan yang sangat berbahaya.

Beberapa hari lalu dia hampir membakar Pavillun Jomponya, beberapa hari sebelumnya, dia pergi tanpa ijin.

Menurut Guntur, Nenek Sonna hanya butuh perhatian, seumuran Nenek Sonna memang sudah masa mencari cari perhatian anak cucunya.

Menurut kerabat yang mengantar nenek Sonna, ketika suaminya masih hidup mereka tinggal berdua tanpa anak.

Kakek adalah seorang finansial planner, mereka memang dari awal merencanakan untuk tidak mengganggu anak cucu.

Jadi semua kebutuhan hari tua mereka sudah dirancang sedemikian rupa agar mereka bisa mandiri ketika senja menjelang.

Tapi ternyata bukan jaminan itu yang mereka butuhkan, tapi kehangatan keluarga, perhatian anak-anaknya yang mereka rindukan.

Karena merasa orang tuanya sudah terjamin, merasa orang tuanya tidak lagi membutuhkan bantuan, anak-anaknya lepas tangan.

Secara ekonomi mereka memanf terjamin, liburan ke luar negeri berdua mengunjungi anak-anaknya, membawakan bingkisan.

Tapi badan semakin renta, sebuah sunnatullaah, satu demi satu anak dan cucunya memiliki kesibukan sendiri.

Kesehatan kakek semakin menurun, tubuh gagahnya tidak kuasa melawan umur, akhirnya menyerah pada takdir, umur adalah rahasia, Kakek yang terlebih dahulu dipanggil-Nya.

Nenek Sonna terabaikan kini, sendiri, kesepian.

Islam telah begitu baik mengatur hubungan anak dengan orang tuanya.

ALLAAHUMMAGHFIRLII DZUNUUBII WALIWAALIDAYYA WARHAMHUMAA KAMAA ROBBAYAANII SHOGHIIRON

“Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas dosa-dosaku dan dosa- dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah keduanya itu sebagaimana beliau berd lua merawatku ketika aku masih kecil ”.

Indah bukan kasih sayang antar anak dan orang tua dalam islam.

Dan seorang perempuan menjadi tanggung jawab ayah, suami, saudara laki-laki dan Anak laki-lakinya.

Apapun rencana kita, jangan sampai meniadakan rencana Allah yang pasti lebih indah.

Guntur tergopoh masuk kamar nenek Sonna, di meja samping ranjang sudah ada secangkir wedang uwuh, mungkin itu sedikit menenangkan nenek Sonna

"Nenek Sonna kenapa?" Tanya Guntur lembut, tangannya memegang tangan nenek Sonna.

"Laki-laki itu nak Guntur, nenek melihatnya, wajahnya rata.." suara nenek Sonna gemetaran, ketakutannya bisa dirasakan dari matanya

Senjakala 2 : Rembulan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang