02

5.3K 665 251
                                    

Hujan masih sangat deras, haripun mulai beranjak senja. Jalan-jalan mulai sepi.

Mesjid Jami At-taqwa yang terletak disalah satu perumahan sederhana juga terlihat sepi. Biasanya dijam seperti ini mesjid selalu ramai oleh kegiatan belajar mengajar keagamaan. Namun kali ini yang terlihat hanya lima anak berusia antara 6 sampai 9 tahun. Mereka duduk merengut sambil memeluk Juz'ama nya. Dinginnya cuaca membuat pipi tembab mereka menjadi merah, apalagi pipi Jihoon yang sudah gembil tambah gembil lagi.

Hujan membuat perasaan mereka sedih, harusnya hari ini mereka menyetorkan hafalan supaya minggu depan sudah bisa wisuda juz 30. Jangankan untuk stor Ustadz yang mereka tunggu saja diragukan kehadirannya.

Padahal seharusnya mereka pulang saja dengan payung masing-masing, lalu tidur dikasur yang hangat ditemani filem kartun dan susu coklat buatan umi masing-masing, Tapi sepertinya sifat pantang menyerah yang diajarkan Ustadz begitu melakat dalam jiwa anak-anak tak berdosa itu.

"Ustadz gak akan datang!."

"Aku liat Ustadz dimesjid depan portal tadi! Ustadz pasti datang!."

"Kan hujan~, Jihoon kasian sama ustadz kalo ujan-ujanan kesininya."

Gadis kecil berpipi tembam itu makin merengut sedih. Dia memang yang paling menyayangi ustadznya, mungkin sudah insting perempuan terhadap pria tampan.

Guanlin berdegung. Bibirnya mengerucut, anak paling bungsu itu sudah hampir menangis. Bukan karena tidak bisa pulang kerumah tapi karena terancam gagal mendapat ilmu hari ini, apalagi Ustadz menjanjikan cerita heroik Nabi Musa minggu ini.

"Itu!!!!!!."

Daehwi beranjak dari jongkoknya, Siluet sosok tinggi dengan bahu tegap diantara hujan itu mengalihkan perhatian lima anak malang tersebut. Jihoon berdiri meloncat-loncat girang saat penglihatannya mulai jelas menemukan siapa gerangan sosok dibalik hujan tersebut.

"Ustadz!!!!."

Guanlin, Daehwi dan Woojin langsung berlari kecil menyambut ustadznya. Menyalaminya dan langsung menepuk celana ustadz yang basah oleh air hujan.

Dahyun dan Jihoon mengambil air minum bekal mereka dan menyerahkannya pada guru yang sangat mereka hormati dan sayangi itu.

Chanyeol tersenyum melihat adab para muridnya. Tangannya yang dingin dan basah oleh air hujan terulur mengelus ubun-ubun kepala satu-satu dari muridnya. Dalam hati mengucap syukur dikaruniain murid dengan akhlak mulia walau masih belia.

Kakinya yang panjang berlutut didepan anak-anak yang bahkan tingginya tak mencapai pinggangnya.

"Kenapa tak pulang? Udah mau malam." Tanya Chanyeol penuh perhatian.

"Kami tunggu Ustadz, takut ustadz datang kami tak ada." jawab Daehwi lantang.

"Ustadz juga punya janji cerita Nabi Musa Rosulullah!." jawab Guanlin dengan cadelnya yang khas.

"Kami juga punya janji stor hafalan surah An-Naba pada Ustadz." Woojin menimpali "Kata Ustadz waktu Woojin punya janji belikan Dahyun permen harus ditepati mumpung masih didunia, soalnya kalau sudah sampai padang mahsyar yang Luuuaaaaasssss sekali." Tangan anak bermata sipit itu merentang hingga hampir mengenai wajah Daehwi. "Nanti susah nyarinya."

"Lagipula dipadang mahsyar gak ada yang jual permen." lanjut Woojin bergumam.

Chanyeol tertawa gemas. Diciumnya pipi satu-satu dari muridnya.

"Sekarang anak-anak ikut Ustadz kerumah yah, kita berteduh disana sampai reda nanti ustadz antar."

Biasanya anak-anak akan dibiarkan dimesjid sampai pukul 8 malam dan diantarkan ke rumah masing-masing oleh Chanyeol. Orang tua sangat percaya pada tanggung jawab pemuda rendah hati ini. Meskipun hujan dan angin kencang mereka akan dibiarkan menjadi mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orangtuanya, lagi pula mesjid adalah tempat teraman diamapun didunia ini, Rumah Allah.

Mahabah RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang