Apa yang menemani kehidupan? Apa yang didapat dengan menjalankan takdir untuk menempati dunia? Apa imbalan atas segala hal yang dilakukan untuk memenuhi tugas dari Tuhan?
Begitu dingin. Begitu sunyi. Begitu kelam. Begitu hitam. Begitu suram.
Tanpa cahaya. Tanpa senyuman. Tanpa harapan. Tanpa kehangatan. Tanpa cinta.
Hanya pembalasan. Hanya kemarahan. Hanya kekejaman. Hanya air mata.
Dan hanya sebuah permainan sandiwara sang pengkhianat cinta.
Kenapa kita harus repot-repot menjalani hidup jika kebahagiaan yang diinginkan didalamnya hanyalah sebuah ilusi semata? Bukankah lebih baik mati dan ikut bergabung dengan para pendosa lainnya yang sudah lebih dulu menemui Sang Pemilik Kematian?
Daripada hidup beraromakan bangkai busuk serta anyirnya darah penghuni neraka.
Menjalani garis takdir bersama orang yang begitu dibencinya, membuat pria yang sudah kehilangan hatinya ㅡ Song Joong Ki ㅡ menjadi sosok yang kejam terhadap dunia.
Dunia yang disebut dengan kahidupannya sendiri serta dunia yang dijalani sang penanggung jawab atas perubahan hatinya. Moon Chae Won.
Kedua makhluk Tuhan yang saat ini bersama-sama dalam perjalanan menuju lubang kehancuran, harus menjalani kehidupan yang mereka sebut dengan kematian didalam liang lahat serta atap yang sama.
Sebuah takdir Tuhan yang terlihat begitu indah bagi orang lain. Tapi begitu hina dimata kedua insan tersebut.
Janji palsu kapada Tuhan atas nama cinta. Ucapan tak bermakna mengandung lara. Hati yang tertutup kabut tebal bertabur luka. Ikatan tak terlihat namun mencekik kedua leher si pelakon gila.
Dusta!
...
"Jangan membuatku berulah dengan menunjukkan betapa hinanya dirimu saat ini."
Perkataan menusuk itu datang dari bibir ranum sang pemilik mata bulat nan indah yang duduk dengan segala kekuatan amarah sebagai penyangganya untuk terus terlihat tegar dan pantang goyah.
Si penerima guyonan namun serius itu hanya bisa mengalihkan pandangannya, menunduk malu yang penting tidak kearah mata selegam langit malam yang kelam dihadapannya. Nyalinya menciut sejak pertama kali duduk di bangku kayu cafe dan bertatap muka dengan wanita yang memandangnya tajam, setelah lima belas menit berlalu telah mereka tempati.
"Kau datang untuk meminta pengampunan?" tanya sang penyerang tak kenal ampun setelah si pria berparas tampan namun kilatan rasa ketakutan dimatanya jelas terlihat, tak mengeluarkan sepatah kata pun.
"Aku datang untuk menebus dosaku padamu." meneguk ludahnya sendiri akhirnya pria itu menjawab dan dengan mengandalkan keberanian segenggam tangan ia membalas tatapan sang wanita penyerang. Seringai dingin muncul disudut bibir ranum itu.
"Kupikir kau bukanlah orang bodoh yang harus diberitahu terlebih dahulu apa yang harus kau lakukan untuk menebus dosamu selama ini." berhentinya ucapan itu bertepatan dengan munculnya raut ketegangan pada wajah si tampan. Ia hanya diam, mengerti bahwa si wanita masih menahan beberapa kata yang akan disampaikan.
Sejenak wanita berwajah bak rembulan sejuk di malam hari itu, menyesap latte yang masih mengepulkan sedikit asap dengan damai. Namun gerakan itu tak mampu membuat si pria menjadi tenang. Justru malah ia merasa seperti sedang diambang kematian.
Hingga perintah itu terucap.
"Lemparkan dirimu kedalam neraka.. " seketika tubuh si sasaran amukan sang penyerang membeku.