Bagian 2

76 14 2
                                    

Your Name - Charlie Puth

Tangan Kanya masih digeret secara paksa oleh sang senior, tentu saja hal ini menarik perhatian orang banyak, terutama bagi para kaum hawa. Beragam tatapan dan cibiran yang berhasil ditangkap oleh 2 panca indera Kanya membuatnya menarik kesimpulan bahwa orang yang tengah menarik tangannya ini adalah orang yang cukup populer di sini. Dan tidak menutup kemungkinan orang ini bukalah orang yang cukup populer lagi, tapi sangat populer.

Merasa risih dengan berbagai tatapan, Kanya memberanikan diri untuk bertanya tentang tujuan mereka. "Kak, kita mau kemana sih?"

Bukannya mendapat jawaban, Kanya malah mendapat keheningan dari sang senior. "Kak, aku nanya kita mau kemana? Kalau mau ngehukum aku pasti kakak bakal bawa aku ke tempat teman-teman OSIS kakak yang lainnya kan? Tapi kayaknya tujuan kakak gk itu deh," Kanya protes.

Cowok di depannya berhenti tiba-tiba. Kanya yang tidak bisa mengantisipasikan hal ini spontan berhenti dengan menabrak punggung cowok itu sambil mengaduh kesakitan. "Lo bisa diem gk sih? Cerewet banget. Tenang aja, gue gk bakal ngapa-ngapain lo kok. Cewek kayak lo mah mana nafsu gue," itulah balasan dari kalimat panjang kali lebar milik Kanya tadi.

"Heh, sembarangan. Emang lo siapa bisa ngomong gitu ke gue? Kenal juga kagak, sok-sokan lo. Gue cuma butuh jawaban dari pertanyaan gue tadi, gk usah ditambah-tambah yg lain bisa? Rese' banget jadi cowok," jangan tanya kenapa Kanya berbicara seperti ini. Kalimat terakhir yang terlontar dari mulut cowok di hadapannya ini jelas sekali menyinggung Kanya.

"Sudah ngomelnya? Ayo, lanjut jalan lagi!" Tak ingin lebih menjadi pusat perhatian, cowok itu kembali menarik tangan Kanya yang tentu mendapat penolakan dari Kanya. "Ihh, gk usah pegang-pegang bisa gk sih? Bilang tujuannya kemana, ntar gue ikutin lo dari belakang,"

"Ntar lo kabur, gue gk mau ambil resiko," ujar cowok itu dengan ekspresi yang datar.

"Gue gk bakal kabur, bilang aja tujuannya kemana," jawab Kanya tak mau kalah.

"Lo itu tinggal diam, ikutin gue susah amat yah," seniornya ini kembali menarik tangan Kanya.

"Bilang tujuannya, atau gue gk bakal ikut," Kanya kembali membrontak.

"Kantin," jawabnya singkat sambil terus berjalan menarik tangan juniornya yang cukup keras kepala.

Benar kata sang senior, tak lama setelah perdebatan mereka tadi. Mereka telah tiba di pintu masuk kantin. Kondisi kantin tidak terlalu ramai, tapi masih dihuni dengan siswa-siswa yang sepertinya sedang mendapat freeclass.

"Cie... Regan gandeng cewek, malah tu cewek masih pake putih dongker lagi," satu sorakan dari meja bagian tengah Kantin.

"Anjrit, ternyata ini maksud terselebung lo masuk OSIS Re? Gak nyangka gue lo sebangsat itu," sorakan kedua dari arah yang sama.

"Akhirnya gue ngeliat lo gandeng cewek Re. Selama ini gue mikir lo gk tertarik sama spesies yg satu itu. Ternyara gue salah, mikir lo homo," dan sorakan ketiga yang menurut Kanya paling absurd. Apalagi sorakan itu ditambah dengan nada bicara yang terdengar mendramatisir.

Mendapat sorakan, cowok yang berjalan mendahului Kanya ini hanya diam tak bergeming. Tapi diamnya itu diikuti dengan tatapan membunuh ke arah suara yang sudah menyorakinnya tadi. Sorot mata yang seolah mengatakan. "Diem lo semua," kepada mereka.

"Anjir, kita di pelototin men," celetuk salah satu dari mereka yang mungkin sadar dengan sinyal itu, namun terus tertawa dengan renyahnya tidak mempedulikan tatapan membunuh dari temannya ini.

Walau masih mendapatkan ejekkan dari ketiga cowok yang berada di meja tengah Kantin tadi, senior Kanya ini terus melanjutkan langkah kakinya berjalan ke meja sudut Kantin. "Kak, kenapa milih meja di sudut sih?"

"Lo perhatiin deh! Ada gk meja kosong? Kalau ada pun, noh di sebelah meja org strees tadi. Lo mau duduk di situ?" Kanya memperhatikan sekitarnya, memang benar meja yang kosong hanya ada di sebelah meja cowok yang menyoraki mereka tadi.

"Ada yang kosong?"

Kanya melirik ke arah seniornya itu. "Gak sih,"

"Ya udah duduk!"

Kanya menurut, ia memilih untuk duduk di bangku yang berhadapan dengan sang senior. Masih timbul pertanyaan mengapa dirinya di bawa kesini jika ingin di hukum karena keterlambatannya tadi. Kanya memilih untuk diam, membiarkan seniornya itu menjelaskan maksud dan tujuan ke sini dengan sendirinya.

Tapi yang ditunggu untuk menjelaskan hanya diam tak memberi komentar. Menghabiskan siomay yang sudah di pesannya tadi dengan tenang, tanpa mempedulikan keberadaan Kanya di sana.

"Nih, buat lo," itulah suara pertama yang keluar dari mulut seniornya itu. Kanya memperhatikan tangan yang menyodorkan sebotol teh yang masih penuh, bergantian dengan wajah seniornya. "Buat lo. Hauskan?" ulang suara itu lagi tanpa ekspresi di yang tercipta di raut wajahnya.

Lagi. Kanya hanya menurut dengan perintah itu. Lalu meminum teh botol hingga tinggal setengahnya. "Thanks kak," dan ini kalimat yang terlontar dari mulut Kanya setelah meneguk minuman tersebut.

"Gue Regan kelas 11 Ips 3," cowok yang diketahui Kanya bernama Regan itu meletakan tangan di udara untuk mengajak orang di hadapannya berjabat tangan.

Kanya memperhatikan tangan di depannya dengan malas. Kalau saja cowok bernama Regan ini tidak membuatnya ilfeel tadi, mungkin Kanya sudah menyambut tangan di depannya ini dengan antusias sekarang, secarakan diajak kenalan sama orang ganteng gitu. Tapi karena kejadian itu ia jadi berpikir dua kali untuk bersikap ramah kepada Regan.

Merasa ajakannya untuk berjabat tangan tidak mendapat balasan, Regan menurunkan tangannya. Tersenyum kecut sambil membuang mukanya menyapukan tatapan ke seisi kantin. Tatapanya berhenti ke meja tengah yang diisi oleh ketiga temannya tadi dan sedang mengejeknya "lagi".

Tak heran jika penolakkan Kanya tadi mengundang gelak tawa dari ketiga teman Regan yang duduk tak jauh dari mereka berdua. Pasalnya, Regan dikenal sebagai cowok paling most wanted di SMA Dharma Bhakti. Bahkan tak pernah ada absen, cewek-cewek memberikan minum atau sekedar berteriak memberi semangat saat dirinya sedang latihan Basket.

Tapi berbeda dengan Kanya yang justru menolak mentah-mentah ajakan Regan untuk berjabat tangan sebagai simbol perkenalan diri. Jangankan menerima tangan itu, menyebutkan namanya saja Kanya enggan dan memilih melihat tangan Regan tanpa minat.

"Kak Regan," suara Kanya membuyarkan tatapan mata Regan yang terus melihat tajam kearah tiga temannya.

"Apaan?" Regan yang sudah kehilangan moodnya menjawab dengan cuek.

"Katanya mau ngasih hukuman? Kok malah temenin kakan makan di kantin sih?"

"Ya itu hukumannya. Temenin gue makan di kantin," jawab Regan sambil menyerumput teh botol miliknya.

"Aneh banget hukumannya?"

"Jadi mau hukuman yang lain? Sana pergi ke lapangan basket, lari 10 keliling sambil teriak "Kak Regan ganteng" mau?"

Kanya yang mendengar ucapan Regan barusan membuatnya tambah eneg. "Bisa gk sih kak, gk usah narsistik gitu? Bikin eneg tau gk?"

"Ya udah, terima aja hukuman lo yang sekarang. Ribet banget jadi cewek,"

Kanya kembali menghela nafasnya dengan panjang. Menandakan dirinya sudah malas untuk berdebat dengan orang yang ada di depannya sekarang.

"Regan! Di cariin juga dari tadi, ternyata disini," suara yang terdengar sedikit serak menghancurkan keheningan yang sempat tercipta setelah perdebatan Kanya dan Regan barusan.

~~~~~~~~~~~~~~
08 September 2018
Dhea Pramesti

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang