Bagian 3

47 8 0
                                    

Boy – Charlie Puth

"Regan! Dicariin juga dari tadi, ternyata disini," suara yang terdengar sedikit serak menghacurkan keheningan yang sempat tercipta setelah perdebatan Kanya dan Regan barusan.

Regan menoleh, menemukan sumber suara. "Tumben seorang Bara nyari gue? Biasanya gak pernah tuh," jawab Regan dengan raut wajah santai, tapi nada bicaranya sedikit meremehkan.

Namanya Bara. Kelas 12 IPA 2, ketua OSIS di SMA Dharma Bhakti saat ini. Kanya mengetahui namanya karena Bara sempat memperkenalkan diri saat memberi kata sambutan sebagai ketua panitia pelaksana MOS pagi tadi.

Memiliki rahang yang sedikit kokoh, rambut hitam rapi menutupi kepalanya, dan hidung lumayan mancung, menambah nilai plus di wajah tampan milik Bara. Blazer almamater OSIS bewarna abu-abu melekat di tubuhnya memberi kewibawaan sebagai ketua OSIS.

"Lo itu panitia, banyak kerjaan yang harus diselesain. Apalagi lo itu waketos, jangan kerayapan aja kerjanya,"

"Ohh, jadi waketos kayak gue masih dibutuhin? Kirain udah gk. Lagian gue itu lagi cari makan bukan kerayapan. Ntar kalau gue pingsan karena belum makan, mau lo angkatin gue ke UKS?" Regan tertawa sinis.

"Gue lagi gk mau nyari ribut. Mending sekarang lo balik ke lapangan, bantu anak-anak panitia yang lain,"  terlihat jelas jika Bara menahan sedikit emosinya untuk Regan. Ini dibuktikan dari helaan nafasnya yang berat sebelum menjawab pertanyaan dari Regan dan buku-buku jarinya yang Kanya perhatikan mulai mengeram.

"Kak Bara. Lo kebanyakan teriak, tu denger deh baik-baik suara lo sampe serak gitu. Karena hari ini gue lagi baik, nih gue kasih minum," Regan kembali membuat kesal Bara dengan memberikan teh botol sisa miliknya yang isinya hanya cukup untuk seteguk.

Lagi. Terdengar Bara membuang nafasnya dengan kasar, salah satu cara untuk memendam emosi yang mungkin terlalu malas untuk dilampiaskan ke Regan saat ini.

"Makasih tawarannya, gue bisa beli sendiri. Mendingan lo balik ke lapangan. SEKARANG..!!" Bara menekankan kata di ujung kalimatnya. Kemudian pergi berlalu menuju kulkas berisi minuman dingin di salah satu stand kantin.

"Senior gila. Sok banget gaya lo, bikin gue eneg tau gak, mati aja sana," Kanya memutar kepalanya memandang Regan yang sedang asik menyumpah serapahi Bara.

Kalau ditanya Kanya sedang bingung atau tidak sekarang, jelas ia bingung. Bagaimana tidak? Yang biasanya seorang ketua dan wakil itu harus solid dalam berbagai hal agar visi dan misi mereka tercapai mulus. Tapi ini sepertinya tidak berlaku bagi Regan dan Bara yang terlihat tidak menunjukan chemistry apapun sebagai ketos dan waketos. Justru api permusuhan yang terlihat jelas di antara mereka.

"Lo dengar yang dibilang dia tadikan? Mendingan lo balik ke lapangan duluan, gue mau ke toilet dulu. Thanks udah nemanin gue makan," Regan beranjak dari duduknya, meninggalkan Kanya yang masih disana sendirian.

"Anjir, tangan gue udah diseret sama dia gk jelas sampe buat gue malu. Dan sekarang gue ditinggal gitu aja? Emang sinting tu senior," kali ini giliran Kanya yang mengumpati Regan.

🌟🌟🌟

Kanya kembali ke barisan kelasnya yang sedang istirahat di bawah salah satu pohon ketapang di pinggir lapangan. Mukanya yang sedikit di tekuk, yang membuat siapapun yang melihatnya tahu bahwa mood gadis ini sedang jelek. Terlebih lagi Jeha yang merupakan sahabatnya sejak SMP yang sudah hafal betul tabiat Kanya jika sedang badmood.

"Kenapa tu muka? Jelek amat," spontan Kanya menatap tajam ke arah Jeha yang memasang wajah tanpa dosa setelah mengatakan hal yang membuatnya makin kesal.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang