Sejak kepulanganku dari kampus sore itu, aku merasa terusik oleh bayangnya. Entah kenapa aku merasa menemukan kehangatan yang terpancar dari tatapan mata Ale. Sama seperti saat aku menatap mata mantan kekasihku enam tahun yang lalu, ahh aku benci ketika mengingat dia. Tapi sungguh, aku merasa bahwa aku menemukan sesuatu yang aku butuhkan lewat tatapan matanya.Hari sudah larut malam, tapi pikiranku masih kalut tentang Ale. Sudah lama semenjak enam tahun lalu aku tidak merasakan perasaan gusar seperti ini, jika ada yang mengusik hatiku lebih tepatnya. Ahh aku tidak mau terlalu memikirkan hal konyol ini lagi. Besok tidak ada jadwal kuliah dan aku harus membantu ibu di pantry.
Alarm handphone ku berdering, aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah sholat subuh, aku bersiap-siap untuk jogging keliling kompleks. Rutinitas di pagi hari yang selalu aku lakukan. Setelah melakukan aktifitas pagiku, aku langsung bebenah diri, dan sarapan bersama keluargaku.
"Chaa, kamu jadi kan bantuin ibu di pantry?" Tanya ibuku. Langsung saja kujawab dengan anggukan mantap. Entah kenapa, bergelut dengan adonan roti dan membuat kreasi baru untuk bakery ibu selalu menjadi kebahagiaan tersendiri untukku. Sarapan selesai, dan semuanya kembali menjalankan aktifitas masing-masing. Terlebih Airin harus berangkat ke sekolah bersama Ayah. Aku dan Ibu juga bersiap-siap menuju toko roti.
Saat di perjalanan menuju pantry aku lebih banyak diam, bingung juga mau ngomong apa sama ibu. Dan tiba-tiba ibu nyeletuk. "Ka, kamu nggak ada niatan nyari cowok buat diseriusin? Kamu kan udah mau sidang, itu berarti kamu udah mau diwisuda, udah siap buat jadi istri." Aku tercenung seketika, memikirkan darimana ibu mendapat teori jika sudah diwisuda berarti sudah siap jadi istri. Kujawab saja "Bu, kalo udah jodoh ya bakal dateng sendiri, lagian aku masih mau kerja bu. Masih lama." Jelasku pada ibu. Ibu hanya mengehela nafas panjang, mungkin ibu mengerti maksudku. Sesampainya di toko roti ibu, aku langsung menuju pantry dan membuat cokelat panas.
Pikiranku sedang melayang-layang karena mendapat pertanyaan seperti itu dari ibu. Selama aku kuliah, ayah dan ibu tidak pernah menyinggung masalah itu. Saat-saat seperti ini bayangan Ale melintas dalam kepalaku, dan aku makin penasaran sesuatu apa yang aku temukan lewat sorot matanya. Aku meneguk cokelat panas milikku, jika sedang kalut seperti ini aku memang membutuhkan latte atau sekedar cokelat panas. Tapi ini tidak membantu, pikiranku saat ini seperti jalur yang ada di peta dunia. Pikiranku sekarang seperti rute rumit yang tidak ada ujungnya.
Gara-gara pertanyaan ibu, sekarang aku tidak fokus untuk melakukan apapun. Bahkan untuk membuat roti saja aku tidak ingin. Setelah urusan skripsi aku harus dipusingkan dengan urusan masa depan yang lebih rumit. Daripada aku hanya melamun di pantry ibu, aku lebih baik ke kamar yang ada di lantai atas. Di sinilah aku, berdiam diri ditemani secangkir cokelat panas memandangi kota didekat jendela kamar. Aku mulai memikirkan ulang perkataan ibu untuk segera menikah.
Aku begitu jera untuk memulai hubungan baru dengan orang yang baru tentunya. Yang aku tuju sekarang adalah menjadi orang sukses, sesukses mungkin. Sampai sejauh ini aku pun sebenarnya sudah sukses, sukses meng-enyahkan sepasang pengkhianat itu dalam hidupku. Ahh menjijikan! Menggelikan!
Daripada aku melamun memikirkan hal-hal yang tidak jelas, aku memutuskan untuk sekedar refreshing ke mall. Di jalan tadi, aku menelepon sahabat-sahabatku untuk bertemu di mall, tapi naas mereka benar-benar tidak bisa di ganggu. Terpaksa, aku harus jalan sendirian di mall tanpa siapapun yang menemani.
Setelah masuk ke dalam mall, aku memutuskan untuk pergi membeli novel. Selain membuat aneka roti, hobiku juga mengoleksi dan membaca banyak novel. Setelah berkeliling mencari novel yang aku suka, setelah itu aku membayar di kasir. Belum genap langkahku keluar dari toko buku, aku di tunjukkan oleh pemandangan yang tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shalloom-Ale
Teen FictionKehidupanku, cintaku, dan segalanya tentang kamu sudah tertinggal jauh 6 tahun yang lalu. Setelahnya, aku adalah orang baru, bukan lagi aku yang lama. Entah kapan aku harus memulainya lagi, entah apa yang harus aku lakukan ketika memulainya. Semuany...