Angin Pembawa Rasa |1|

24 3 1
                                    

'Hai Anan, lagi apa?'

Engga engga engga. Hapus, hapus. Indila menghela nafas dan langsung menghapus kalimat tersebut dari layar HPnya. Bodoh sekali, pikirnya.

"Masa gue dulu sih yang ngechat duluan? Murahan deh," ia berbicara sendiri."Huh, tapi kalo gue gak mulai pembicaraannya, kapan lagi?"

Tiba-tiba handphonenya bergetar dan muncul suatu pemberitahuan di layarnya. Hanan menambahkan foto baru di Instagram. Tak terhitung satu detik setelah membaca kalimat tersebut, hatinya mulai berdetak kencang dan ia langsung merasakan sensasi dingin yang sekejap menyelimuti kulit tangan dan kakinya.

Tak menunggu lama lagi, gadis itu menekan notification tersebut. Dan tampaklah sebuah foto laki-laki tampan memakai seragam SMA dengan dua kancing bajunya terbuka. Satu kata langsung memenuhi benak Indila. Ganteng.

Indila terus melihat gambar itu seakan-akan mencari sesuatu, seakan mencatat bentuk serta lekukan-lekukan wajahnya di dalam pikirannya. Kumis tipis, mata hitam kecokelatan, satu alis yang terangkat ujungnya... Ah, sungguh, gue pengen lo Anan. Sungguh, katanya dalam hati.

Tapi dia tau. Tak akan bisa dia mendapatkannya. Karena ada sesuatu, melainkan seseorang yang menahannya. Pacarnya. Yah, dia tahu, sungguh bodohnya dia untuk menyukai seseorang padahal dia sendiri sedang berpacaran. Tetapi hati menginginkan apa yang diinginkannya. Dan hatinya menginginkan Anan.

Mungkin sekarang kau sedang berkata, kalau itu yang Indila inginkan ya sudahlah putuskan saja pacarnya dan lanjutkan saja dengan Hanan kalau itu yang diinginkan hatinya, tapi sebenarnya tidak semudah itu. Karena sebenarnya...

...Hanan adalah sahabat pacarnya, Dafiq...

•••

"Cie cie, tuh si Dafiq tuh. Sapa dong sapa, masa pacaran kayak orang gak kenal sih," Lola, sahabat Indila tertawa.

Rani ikut dalam percakapan,"Iya tuh! Eh liat deh, dia ngeliatin mulu," tunjuknya pada pacarnya Indila.

Silvi yang dari tadi hanya menyimak saja tiba-tiba cengengesan tidak jelas."Deketin lah, Ndi, deketin."

"Dih apaan sih? Gue kan cewek!" ketus Indila.

"Ya terus siapa yang bilang lo laki! Udah sana deketin, kalo enggak, kapan mojoknya? Ah gak seru, gak seru," kata Lola sambil pura-pura menghapus air mata.

"Tau ah, malesin lo pada. Biarin aja dia ngelewat, terserah dia mau ngedeketin gue atau terus jalan. Not my problem."

"Eh tuh liat, tuh liat. Dia ke arah sini. Siap-siap, Ndi, siap-siap," kata Silvi.

Mata Indila seketika melebar, dan secepat kilat ia langsung menoleh kepada Lola."Eh, gimana penampilan gue, rambut gue, ada yang aneh gak di muka gue?" tanyanya dengan kecepatan kereta.

"Ya enggak, lah! Udah cantik. Tuh dia dateng."

Ada tiga teman yang bersama dengan Dafiq. Laki-laki yang berawak besar yang Indila tidak tahu namanya, cowok tinggi yang ia ingat bernama Fajar, dan Hanan... Mereka semua sedang tertawa puas dengan satu sama yang lain. Salah satu dari mereka rupanya melihat Indila, dan langsung mencolek Dafiq.

Dafiq langsung melihat ke arah Indila.

"CIEEE CIEEE!" teriak Fajar sekencang mungkin.

Angin Pembawa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang