4. The sun is looking for the moon(3)

1.5K 274 30
                                    

Jung Jaehyun adalah teman Jungkook, baru saja meninggalkan pintu apartemen milik kakak adik Jeon itu setelah memberikan surat yang diterima Wonwoo. Isinya peringatan dari kampus tentang ketidakhadiran Jungkook dalam beberapa kelas minggu ini.

Jelas Wonwoo terkejut setengah mati, adiknya selama ini tidak pernah pergi kemanapun tanpa berpamitan dengannya dan ia kecewa.

Maka ia memutuskan menunggu Jungkook pulang dan meminta klarifikasi pada sang adik.

"Hyung aku pulang."

"Darimana saja kau?"

Wonwoo menopang tangannya di dada, menatap tajam adiknya yang terpaut tujuh tahun di bawah usianya. "Jaehyun mengirimkan surat peringatan dari kampusmu karena kau tidak pernah mengikuti kelas minggu ini."

Jungkook tahu dirinya tak bisa mengelak. Jadi ia menjelaskan segalanya meski risiko akan diterimanya. "Aku bekerja hyung, tidakkah kau berpikir biaya kita sangat mahal di Seoul? Kau hanya seorang penulis! Yang bahkan honormu tidak mampu menutupi biaya kuliahku!"

Dirundung rasa lelah setelah bekerja, Jungkook menyampaikannya dengan tak terkendali. Membuat Wonwoo merasa tidak menjadi kakak yang baik.

"Kau bisa aku ajari menjadi karyawanku, siapa tahu saja kau cocok bukan? Lagipula Kim Corp itu tidaklah memberi gaji karyawannya dengan tujuh nominal. Paling tidak delapan."

Kata-kata Seungcheol terngiang. Wonwoo tidak bisa menghadapi Jungkook yang sedang seperti ini, tanpa kata ia melangkah pergi. Menuju lantai paling atas apartemen, di atap, di mana ia sering berkeluh kesah dengan masalahnya.

Mengambil posisi terlentang, debu tipis menempel dengan baju bagian punggungnya. Gedung ini lumayan tinggi dari jangkauan lampu kota, sehingga ia dapat dengan mudah melihat bulan dan bintang.

"Apa pasanganku di sana memikirkanku?" Gumamnya lirih.

Wonwoo memandangi rembulan yang bersinar terang. Ia kemudian tersenyum melihat beberapa bintang yang bersanding.

"Kau pasti kesepian ya?" Monolognya.

"Aku juga. Kapan aku akan bertemu soulmateku? Ah kapan kau juga akan bertemu matahari? Ia jauh lebih kesepian pasti, setidaknya kau punya bintang."

Dia menyukai bulan, opini masyarakat dan ilmu pengetahuan mengatakan bahwa bulan memantulkan cahaya dari matahari. Namun menurut Wonwoo tidak, bulan memiliki cahayanya sendiri hanya saja berbeda dengan Matahari yang panas, sinar bulan terasa dingin.

Pria berkulit pucat itu kemudian membuka kancing kemejanya sedikit, memandangi tanda aneh di bagian dadanya. Mengusapnya sambil menahan tangis.

"Aku sudah menahannya selama ini. Apa dua puluh tujuh tahun itu waktu yang pendek?"

Air matanya membuat sekitaran lantai menjadi titik hitam karena basah. "Aku tidak mengerti, aku sendirian di sini bersama bebanku. Tapi kau tidak ada."

Tangisnya pecah, bergelung dengan rasa putus asa yang tidak ada habisnya. Ia butuh soulmatenya, setidaknya hanya untuk menguatkannya dari hidup yang sulit. Tak masalah mereka sama-sama dari kalangan menengah asalkan ia menemani Wonwoo dengan tulus rasanya cukup.

"Hei bulan." Tawa kecil muncul. "Sana cepat temui matahari, cepatlah melakukan gerhana. Kasian dia."

Suaranya melemah, menuturkan kantuk yang menghinggapinya, terpejam dengan lambaian angin menenangkan.

Sedang tangan besar mencengkram balkonnya kuat-kuat. Kepalanya terasa akan putus karena emosi melingkupinya hari ini.

Seungcheol tak bisa mencari sekretaris yang ia inginkan. Kantor penuh dengan ancaman dirinya untuk membuat siapapun yang bekerja di sana akan masuk daftar hitam jika Seungcheol tidak kunjung mencari sekretaris barunya.

NAFAS INI[MEANIE!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang