SATU | Just my type

61 2 0
                                    

Liburan musim panas telah berlalu. Para siswa berdesakan memenuhi koridor sekolah, mempersiapkan barang-barang mereka di loker, lalu berlalu ke kelas masing-masing sebelum bel berbunyi. pada baris kedua, meja terdekat dengan tembok sebelah kiri kelas, gadis itu duduk dalam diam. Suara riuh di kelas itu mendadak menjadi tenang saat sang guru melangkah masuk dan memberi mereka senyuman ramah. 

Guru itu memperkenalkan dirinya kepada sepenjuru kelas. Namanya Miss Emma, wali kelas mereka. Ia akan mengajarkan mereka bahasa, dan tampaknya kelas mereka menyenangi sang guru. Mungkin hal itu dikarenakan guru itu masih terpaut muda. Usianya dua puluh delapan tahun.

Tiba-tiba saja pintu kelas terbuka dengan keras dan tampaklah seorrang pemuda sedang tersenyum. Pemuda itu mengenakan celana jeans berwarna gelap dengan kemeja putih, dan beberapa kancing teratasnya terbuka. Rambut pemuda itu berwarna cokelat terang dan rambutnya yang tidak tertata rapih. Tas nya tergelantung di bahu kirinya dan tangan kirinya menahan tali ranselnya itu, dan tangan lainya berada di kantong celananya. 

Miss Emma memicingkan matanya dan pemuda itu menyengir seraya berjalan masuk. "Pagi Miss, kau tampak menawan hari ini." Sang guru mendecak dan menunjuk tangannya ke arah tempat duduk, menghentikan langkah pemuda itu yang mendekatinya. "Duduk sajalah di kursimu, Mr. Sanders."

Pemuda itu tersenyum miring dan mengangkat tangannya ke sisi kepalanya, "Siap ma'am," lalu melangkah ke bangku kosong yang tersedia. Para gadis yang duduk di belakangnya menatapnya secra terang-terangan, sedangkan yang duduk didepannya berbalik untuk mengedip padanya, atau menatapnya secara beberapa saat dengan tatapan tertarik. Ia hanya menyunggingkan senyuman miring tipis  seraya memberi tos kepada teman-teman pemudanya. 

Ia menoleh dan melihat sebuah gadis yang hanya duduk dalam diam. Ia meraih ke saku celananya, dan mengangkat bahunya. Ia melempar benda itu ke meja gadis itu dan gadis itu menoleh kearahnya terkejut. "Ah, maafkan aku. aku hanya menimbang-nimbang berat dompetku, dan itu terlempar terlalu jauh," ujarnya menerima uluran gadis itu, mengembalikan dompetnya. 

Gadis itu hanya mengangguk pelan. Namun, sebelum ia sempat menoleh, pemuda itu kembali bersuara. "Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apa kau murid baru? Siapa namamu?"

"Whoa, pelan-pelan Dean! Kau sedang pdkt, bukan sedang interogasi. Jangan buat anak gadis orang kettakutan," ujar sesorang yang membuat Dean menoleh menatap temannya dan menyengir, lalu kembali menoleh menatap gadis itu. Gadis itu sudah menoleh, dan menatap lurus ke tangannya diatas meja. 

"Jadi?" Gadis itu mengerjap pelan sebelum kembali menoleh. Saat menyadari jika pemuda itu sedang berbicara kepadanya, ia akhirnya bersuara. "Alanna. Kau bisa memanggilku Alanna," ujarnya membuat pemuda itu menyunggingkan senyum. Namun sebelum ia sempat merespon, kepalanya langsung menoleh ke depan dengan cepat saat ia mendengar Miss Emma bersuara.

"Ok, Class. Kalian sudah mendapat jadwal kelas kalian, kalian dipersilahkan keluar, dan kelas pertama akan dimulai jam sembilan. Dan Mr. Sanders, saya harap anda tidak akan menimbulkan masalah," Ujar guru itu penuh penekanan yang dijawab Dean dengan anggukan serta senyuman tipis. "Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, Ma'am. Tenang saja."

Miss Emma menghela nafas dan kemudian, bel berbunyi. Jarum pada jam menunjuk ke arah setengah sembilan, mereka memiliki tiga puluh menit sebelum kelas pertama mereka dimulai. Saat Dean menoleh, bangku yang ditatapnya itu sudah kosong. Ia mengangkat alisnya heran, gadis itu tiba-tiba saja menghilang. Kemudian ia mendelik santai. "Alanna. Aku bisa mencarinya," ujarnya optimis sebelum turut melangkah keluar dari ruangan yang sudah kosong itu.

***

Kelas pertama, Musik. Alanna menghela nafas pelan. Ia menyukai musik, tetapi ia sama sekali tidak menyukai pelajaran musik. Kelas musik mengharuskannya berdiri didepan kelas dan bernyanyi, dan mungkin sambil memainkan alat musik. Ia akan gugup setengah mati, dan orang-orang akan memiliki alasan untuk mencemoohnya, dan ia sangat menakuti hal itu akan terjadi. Ia tidak memiliki suara yang bagus, dan ia sama sekali tidak merasa jika ia berbakat dalam bidang itu. Ia hanya menyukai mendengar musik. Musik menenangkannya dan telah menjadi teman kesendiriannya sejak ia kecil.

Kelas itu kosong saat ia melangkah masuk dan ia melihat di papan tulis tertulis jika mereka berkumpul aula utama. Saat ia melangkah ke aula, koridor masih cukup ramai. Banyak orang yang bercakap-cakap, dan kelompok-kelompok yang membuat ricuh. Tetapi suasana di Aula juga sudah cukup ramai. Ia mengambil tempat duduk yang kosong dan duduk disana. Tas yang ia bawa ia letakkan pada bangku kosong di sebelahnya dan ia membaca buku dalam waktu luangnya.

Namun tiba-tiba seluruh lampu padam dan saat ia menoleh, ia melihat jika aula sudah penuh. "Apa tempat ini diambil?" tanya seorang gadis dan Alanna menggeleng sembari mengambil tasnya dari bangku kosong itu. Gadis itu tersenyum dan setelah ia duduk, ia menjulurkan tangannya pada Alanna. Ia memperkenalkan dirinya, dan berterima kasih karena ia sudah membiarkannya duduk disana. Gadis itu - Bethany- berkata jika ia sudah bertanya empat kali dan hanya Alanna yang memberikannya sebuah kursi. Alanna hanya mengangguk sebagai respon dan tiba-tiba terdengar suara memekakkan telinga saat Speaker aula itu tersambung.

Saat lampu sorot menyala, terlihat pula empat orang pemuda, satu dengan drum, satu dengan gitar, satu dengan bass, dan satunya hanya memegang mikrofon. Bersamaan dengan lampu sorot itu, terdengar alunan musik melantun di aula itu dan para pemuda itu memainkan alat musik masing masing.

<PLAY MEDIA>

Sorak-sorak terdengar saat pemuda itu bernyanyi dan Bethany pun berbicara kepadanya, "Para pemuda masa bodoh. Kau lihat disana? kepala sekolah selalu menyetujui apa yang mereka katakan. Kurasa salah satu dari mereka ada yang keluarganya memiliki saham di sekolah kita, mungkin bahkan semuanya, tapi aku tidak akan protes. Aku rela jika jam belajarku berkurang untuk tontonan bermutu, setidaknya bukan ceramah tidak berinti kepala sekolah," ujar gadis itu sambil terkekeh yang membuat Alanna tersenyum kecil.

more than meets the eye
To tell the truth you be a liar
I saw her out on Friday night, misunderstood
She's balling for a guy
That's cigarette needs a light
Pluck up the courage and Invite her nowhere good

"Para pemuda masa bodoh?"
"Ya, mereke amat tidak peduli pada peraturan di sekolah ini. Masuk terlambat, atau keluar pelajaran sesuka hati, melewati pelajaran, membiat ricuh. dan nama band mereka adalah 'We Don't Care'. Kudengar itu karena ketua dalam band itu tidak peduli apa nama band mereka, dan orang itu mendaftarkannya dengan nama tersebut, entahlah, aku juga tidak peduli," ujarnya membuat Alanna tersenyum.

'Cause I need this More than a one night stand
Need that honey Won't you hold my hand
Times like this think of true romance
But she not ready for that


"Tetapi jika aku harus jujur, pemuda itu terlalu tampan untuk seleraku. Aku adalah orang yang realistis, aku tidak berharap berlebihan karena menurutku itu hanya akan menyakiti diriku sendiri pada akhirnya. Namun sebagai teman, ia cukup ramah," ujarnya melanjutkan.

She lets me down
Then gets me high
Oh I don't know why
She just my type
She's my device
I don't think twice
Oh I don't know why she's just what I like

Alanna hanya mengangguk sebelum ia akhirnya memfokuskan pandang kepada para pemuda  itu. Sang penenyanyi memiliki suara yang lembut di pendengarannya. dan tiba-tiba tatapan mereka bertemu, dan ia mengenali pemuda itu begitu saja.

But I, I, I love it
I, I, I love it
Love the way she plays with my head
She lets me down
Then gets me high
Oh I don't know why
She's just my type

Dan saat pemuda itu sampai di akhir refrain, pemuda itu mengedip padanya. Tidak ada yang menoleh menatapnya, berarti tidak ada yang menyadarinya. Ia menghela nafas lega. Malah, ia bisa mendengar gadis-gadis di sekitarnya memekik, lalu berebut bahwa pemuda itu sedang mengedip pada mereka. Namun, saat refrain itu terulang ia tahu jika ia tidak sedang salah sangka karena kali ini, pemuda itu mengangkat tangannya, dan menunjuk kepadanya sambil tersenyum.

'Oh tidak.'



180818

B A D [ slow update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang