Senin pagi. Senin yang sama kayak hari Senin biasanya. Kalau itu aku masih nganggur. Cuma bolak-balik nggak jelas dari kamar ke ruang makan. Jangan tanya kenapa diriku nggak bantuin bersih-bersih rumah. Bukan nggak mau apalagi males. Tapi, dilarang. Bukan karna banyak pelayan yang siap buat disuruh ini itu.
Please deh aku bukan Goo Jun Pyo sama Kim Tan yang bapak sama emaknya tinggal merem duit udah dateng sendiri.
Bapakku cuma pegawai kantor biasa. Emakku cuma ibu rumah tangga merangkap ketua geng ibu-ibu rumpi bernama Ceria Selalu dengan motto Tiada Hari tanpa gosip. Yihaa... Mantap.
Bayangkan ibu dasteran, rambut masih ditempelin roll-an. Ngucapin motto gengnya dengan ala Cherrybelle.Ewhh... Kujamin anak mantu serta cucu mereka akan dengan senang hati menolak mengakui bahwa salah satu anggota keluarganya bagian dari geng itu
Kecuali para suami. Mereka harus puas pasrah berbangga diri tentang pencapaian geng ibu-ibu itu. Kalau nggak, siap-siap tidur di pos ronda, nggak dapet jatah kopi plus kue cucur yang suka bikin iler ngucur sama uang bulanan mendadak naik. Rasakan! Hahaha...
Balik lagi ya, alasan dibalik pelarangan buat bantu beres rumah itu karna kata mama. Cieilah panggilnya mama.
Aku cuma bisa ngerecokin sama ngacauin kerjaan beliau doang. Hahaha...
Makanya, selama nganggur aku berubah jadi siluman kerbau tanpa tanduk. Cuma mirip kelakuannya doang.Tapi, itu kan dulu ya. Sekarang mah kagak. Kan aku akan menjadi calon mantan pengangguran. Iyalah calon. Kan belum tentu diterima. Meskipun seleksi hari ini adalah seleksi terakhir. Setelah aku lolos terus dari sekian banyak seleksi masuk buat karyawan baru. Kali aja kemarin karna Dewi Fortuna lagi khilaf bagi-bagi keberuntungan.
Dan, Senin ini kita akan liat apakah aku jadi siluman kerbau lagi apa nggak.
***
Aku berdiri dengan terperangah, terkagum-kagum, tercengang serta ter-ter lainnya. Begitu melihat bangunan tinggi berlantai 35 yang berdiri dengan kokoh nan sombong. Mungkin kalau dia bisa ngomong seperti inilah 'Kaget kan lo? Baru pertama kali liat bangunan tinggi. Norak deh! Kampungan beutt...'
Ooo... Oke. Lupakan kekonyolanku.
Aku merapikan kembali pakaianku.
Kemeja rapi dan licin. Cek. Hasil ngabisin sebotol pewangi pakaian dan pelembut serta pelicin pakaian.Rok selutut. Cek. Baru, rapi dan licin. Sama dong. Hasil ngabisin sebotol pewangi pakaian dan pelembut serta pelicin pakaian.
Tas baru. Cek. Hasil nawar gila-gilaan dengan tukang kredit yang suka lewat depan rumah.
Jam tangan baru. Cek. Hadiah ulang tahun dari si mantan. KW sih tapi bodo amat deh. Tadinya mau dipulangin tapi sayang ah masih bagus. Lumayan buat gegayaan.
Sip. Lilyana Susanto siap beraksi.
And then, aku tercengang melihat pelamar-pelamar lain yang juga lolos ke seleksi akhir. Mereka rata-rata perempuan. Bukan masalah perempuannya, tapi kenapa dandanannya menor banget ya. Berasa kayak liat pawai badut Ancol. Uuppss... Keceplosan. Hehehe.. Untung dalam hati. Kalo nggak, bisa dikeroyok masa.
Aku memutuskan duduk di sebelah seorang perempuan muda. Berpakaian layaknya pekerja kantoran. Aku bingung mau menyapanya atau tidak. Nanti dikira SKSD lagi. Tapi menurut buku Tatang Sutarna, tak kenal maka tak sayang. Udah kenal lama tapi nggak disayang-sayang. #Curlo(curhat ala jomblo)
"Ngelamar jadi staff keuangan juga ya?"
Si perempuan sebelahku menoleh dengan bingung.
"Nanya ke saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Daily Lily
General Fiction"Lily,"panggil si bos. "Yes, sir!" Aku langsung berdiri tegap bak tentara di medan perang. "Besok malam, kamu ada acara?"tanyanya datar. Sedatar papan talenan "No, sir." Aku juga jawab dengan datar. "Temani saya ke acara pernikahan salah satu kole...