3

48 4 0
                                    

"Dan apabila salah satu dari pasangan tersebut mencapai ujung satunya dan pasangannya berdiri tepat dipinggir kolam maka ia berjuang sendiri demi cintanya"

Sesungguhnya Duta juga terkejut melihat Chelsea berada di hadapannya. Duta mengulurkan tangannya, meminta Chelsea untuk menerima tangan Duta. Chelsea pun menerima tangan Duta walaupun sedikit ragu. Chelsea perlahan menaikki aspal dibantu dengan tarikkan tangan Duta. "Bagaimana bisa?" Tanya mereka bersamaan.

"Duta!" Seru seseorang mendekati Duta, siapa lagi kalau bukan Ray. "Kau sudah disini? Kalau begitu kita jalan bersama saja" Ajakan Ray sama sekali tidak ditanggapi oleh keduanya yang masih terpaku antara satu sama lain.

Keheningan sempat mendatangi mereka bertiga, namun tidak berapa lama kemudian, pikiran mereka kembali lagi. "Ta, bisakah kau belikan kami minuman?" Ray mengajukan beberapa lembar uang kertas "Kami akan menunggu di pinggir hutan" Ray merangkul Chelsea kemudian berjalan kearah hutan meninggalkan Duta.

Chelsea masih terdiam tidak percaya, ia sama sekali tidak merasakan hadirnya kesunyian diantara ia dengan Ray. Tiba – tiba dengan sengaja Ray menarik tangan Chelsea, dan menyandarkan tubuh gadis itu di sebatang pohon. "Apa yang ku lakukan Ray?" dengan nada panik, Chelsea memberanikan bertanya. "Ikuti saja, aku ingin memperlihatkan sesuatu yang menarik untukmu!" Perintah Ray sambil berbisik di telinga Chelsea.

Ray mendekati wajah Chelsea perlahan, kemudian mendekati bibir merah alaminya, nafas keduanya saling terdengar. Chelsea sudah berusaha memundurkan wajahnya, namun usahanya adalah sia – sia. Chelsea pun pasrah sambil menutup matanya

Bruk! Suara hantaman keras menimbun suara kicauan burung – burung. Chelsea memberanikan diri untuk membuka matanya, kali ini matanya tidak hanya terbuka tapi membulat sekaligus tangannya menutup mulutnya yang menganga lebar. Tidak bisa dipercaya, Duta datang tepat waktu dan ia menendang Ray dari hadapan Chelsea. "Kau baik – baik saja?" Tanya Duta khawatir kepada Chelsea setelah melempar dua buah gelas cup ke sembarang tempat. "I-ya, aku baik – baik saja" Jawab Chelsea terbata – bata.

Kedua kali Chelsea membulatkan matanya dan sekarang dihiasi teriakkan. Ray tidak tinggal diam dengan tindakan Duta kepadanya, ia memukul wajah Duta tepat dibagian hidungnya, hingga membuat hidung Duta mengalirkan darah deras. Kali ini Duta terjatuh dan tak bisa membalas.

"Sebenarnya kau kenapa?!" Tanya Duta masih dengan posisi terduduk di rerumputan. "Kau masih bertanya, kenapa?" "Kau ini pecundang atau memang benar – benar bodoh!" Teriak Ray sambil menarik kerah baju Duta. "Ray, lepaskan! Bicarakan baik – baik!" Dengan deraian air mata, Chelsea menarik tangan Ray dan membantu Duta untuk kembali berdiri. "Aku tidak mengerti, sungguh aku tidak mengerti" Duta dengan nada santai sembari mengusap darah yang terus menetes dari hidungnya.

"Kau menyukai Chelsea. Kau tidak menyatakan padanya. Dan sekarang kau akan pergi jauh tanpa berpamitan dengannya! Bagian mana yang kau tidak mengerti dari pukulanku?" Bentak Ray membuat Duta dan Chelsea terkejut bersamaan.

"Bagaimana"Bagaiman aku tahu? Apakah itu penting?" Sekali lagi Ray membentak Duta.

Duta terlihat kebingungan, tidak tahu harus berkata apa. Sementara jam tangannya sudah menunjukkan pukul 16.30 yang mengartikan persiapan keberangkatannya tinggal tersisa tiga jam. "Duta, apa semuanya benar?" Tanya Chelsea sesekali mengambil nafas. "Tidak semuanya" Jawab Duta tegas. "Apa kau merencanakan sesuatu?" "Ray, tenanglah aku yang akan bertanya padanya" Chelsea menenangkan Ray.

"Duta, apa kau akan berpergian jauh?" "Hm" Duta hanya menjawab dengan gumaman. "Apa kau akan menetap lama disana?" "Hm" Keheningan mendatangi sejenak, kemudian Chelsea mulai membuka mulutnya kembali. "Apa kau mempunyai perasaan terhadapku?" Pertanyaan ini membuat Duta menatap mata Chelsea dalam, menatapnya penuh kesedihan. Mungkin sebentar lagi air matanya menyusul air mata orang yang sangat berarti baginya.

Duta kembali mengingat perkataan Ayahnya dua hari yang lalu, dan dia sudah memutuskan untuk pergi maka ia menjawab "Tidak. Tidak sama sekali" "Kau masih tidak ingin mengakuinya? Liar!" Sahut Ray tidak percaya dengan jawaban Duta.

"Apa aku benar berjuang sendirian demi cintaku?" Chelsea menatap Duta seolah ingin menemukan jawaban yang jujur dari lubuk hati pria yang ia sukai sejak belasan tahun yang lalu. Duta memenjamkan matanya dan menelan ludah sekali "Hm" dan hanya suara itulah yang keluar dari kerongkongan Duta.

Setelah ia menjawab pertanyaan itu, ia memutuskan untuk meninggalkan tempat. Ia mengingat waktu dan ia sudah tidak tahan melihat wajah Chelsea, seseorang yang sebenarnya sangat ia cintai. "Aku tahu kau sedang berbohong, Argiantara!" Teriak Chelsea berusaha menghentikan langkah Duta. Walaupun sempat berhenti namun ia tidak membalikan badannya. "Maaf. Sungguh maaf" ucapan kecil Duta berharap Chelsea mendengarnya. Lalu Duta kembali melangkah menjauh dari Ray dan Chelsea yang ia tahu pasti sedang menangis karena kekecewaannya.

***

Sudah dua hari Duta meninggalkan teman – temannya. Nyonya Irawan pun sudah kembali hadir di tengah keluarga Irawan. Sejenak Chelsea melupakan Duta yang entah dimana keberadaannya.

Namun saat ia tepat menutup pintu gerbang rumah untuk pergi ke sekolah ia terkejut. "Duta? Bagaimana―" Chelsea belum sempat menyelesaikan pertanyaannya tetapi Duta sudah menarik tangan Chelsea dengan cepat. "Sebenarnya kau, Apa yang kau―" "Bisakah kau diam?" Duta menghentikan langkahnya tepat di depan kolam batu. "Mengapa kau mengajakku ke tempat ini?" Tanya Chelsea penuh kebingungan. "Chels, dengarkanlah baik – baik. Selama ini, aku tidak pergi kemana pun. Aku bersembunyi di suatu tempat, dan kadang aku bisa melihatmu dari kejauhan." "Maksudmu?" "Aku lelah dengan semua ancaman Ayahku, aku janji Chels aku pasti akan menjagamu dan keluargamu dengan baik".

Perlahan Duta menggengam dan mengangkat kedua tangan Chelsea mengisyaratkan kalau ia bersungguh – sungguh. "Aku tidak mengerti, Ta.." Chelsea berusaha menolak kasar genggaman Duta, tapi apa daya tangan mungil Chelsea tak bisa lari. "Percayalah" Duta menarik tubuh Chelsea ke dekapan tubuh Duta dan Duta menempelkan pipinya ke kepala Chelsea.

Myth.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang