01. The Reason

18 3 0
                                    

Yumi membaca plakat nama yang ada di meja kerja pria dewasa itu.

Ong Seongwoo.

Ia sungguh terpaksa berada di ruangan yang lebarnya tidak manusiawi ini. Bahkan 2 kali lipat lebih lebar dari kamar Yumi di rumah.

Pria yang sedang sibuk dengan lembaran kertas itu yang. membawanya kesini. Seongwoo menjemputnya di kampus yang katanya atas paksaan ibunya. Selama perjalanan pun mereka hanya saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sudah sekitar 2 jam lebih duduk di sofa ruangan yang sangat hening ini. Majalah yang terletak di meja sofa itu sudah hampir semuanya ia lihat. Hanya satu yang tidak ia lihat.

Majalah dewasa.

Jangankan melihatnya, memegangnya pun Yumi enggan. Yumi tidak habis fikir, bisa-bisanya pria itu menyimpan majalah tidak berguna seperti itu.

Yumi mendesah berat lalu menyenderkan punggungnya pada badan sofa itu. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan jam 3 Sore.

Sungguh. Yumi benar-benar bosan berada disini. Orang yang di panggilnya om itu hanya diam memeriksa lembaran kertas yang menumpuk tanpa mengajaknya berbicara.

Yumi menghempaskan ponselnya ke samping, masih di atas sofa. Woojin sudah tidak membalas chat-nya lagi. Laki-laki bergingsul itu sudah memulai latihan dance-nya.

"Om 'nggak berniat ngajak saya ngomong?"

Bagaimanapun, Yumi harus sopan dengan orang yang lebih tua dengan tidak menggunakan panggilan lo-gue seperti dengan teman-temannya. Ia masih punya tata krama.

Yumi hanya mencebikkan bibirnya saat Seongwoo hanya meliriknya sekilas lalu beralih lagi pada berkasnya.

"Betah banget sih om 'nggak ngomong, padahal ada orang lain di ruangan yang sama."

Jangan harap bisa hening jika ada Yumi. Yumi sama sekali tidak betah dengan keadaan seperti itu. Sama seperti Woojin, makanya mereka sangat cocok jika bertemu.

"Om panas dalam ya? Kok diem aja?"

Yumi mendengar helaan nafas dari Seongwoo.

"Diam! Jangan ganggu saya bekerja!"

Ada dua hal yang Yumi ketahui tentang Seongwoo hari ini. Dia adalah seorang workholic dan sangat dingin.

Ah! satu lagi. Penghemat kata.

"Om kalau gitu saya pulang aja deh. Saya bosan om."

"Pulang saja!".

What?

Yumi mendelik tak percaya. Semudah itu melepasnya pergi? Padahal dia yang memaksanya masuk kedalam mobil tadi. Bahkan Yumi sudah menolak untuk di ajak ke kantor dan meminta di pulangkan. Tapi bukannya di pulangkan, Seongwoo tetap bersih keras membawa Yumi kekantor.

"Kerjaan saya masih banyak, tunggu saja dulu di kantor saya. Jangan khawatir saya akan mengantarmu pulang jika sudah selesai." Begitu katanya.

Disinilah Yumi sekarang. Berdiri di halte dekat kantor milik Seongwoo menunggu bus yang akan membawanya pulang.

Sudah setengah jam lebih tapi belum juga ada bus yang lewat.

Kaki Yumi benar-benar sudah pegal sekarang. Ia ingin duduk, tapi kursi halte sudah penuh dengan orang-orang yang menunggu bis seperti Yumi.

Yumi hanya mengabaikan saat ada mobil yang terlihat mewah berhenti di depan halte. Yumi berjongkok karna sudah tidak tahan lagi merasakan pegal di kakinya yang tidak terlalu jenjang. Beruntung ia memakai jeans hari ini, jadi bisa bergerak bebas.

"Ngapain kamu disini? Kenapa belum pulang?"

Yumi mendongak mendengar suara tegas yang familiar. Yang ia dapat hanya wajah dingin pria berwajah tegas itu. Sama sekali tidak ada senyum di wajahnya.

"Belum dapat bus". Jawab Yumi singkat.

"Masuk ke mobil. Saya antar".

Sebenarnya ia ingin menerima tawaran Seongwoo, karena ia sudah sangat lelah. Tapi bukankah tadi Yumi  sendiri yang bilang kalau ia ingin pulang sendirian? Seongwoo juga membiarkannya begitu saja seperti tidak perduli.

Gengsi dong ya.

"Nggak usah, om. Saya bisa pulang sendiri."

Yumi berdiri hendak berjalan menghampiri bus yang baru datang sebelum tangan atletis Seongwoo menarik tangannya, membawa Yumi masuk dalam mobil berwarna silver itu.

Yumi sempat berontak sebenarnya. Tapi tenaganya tidak lebih kuat dari Seongwoo. Dan pria itu membawanya ke mobil dalam diam.

Di dalam mobilpun sama saja, mereka saling diam. Yumi berpikir percuma saja mengajaknya berbicara, tidak akan di respon.

"Om! Bagaimana kalau kita mencari cara untuk membatalkan perjodohan ini."

Sudah dibilang Yumi bukan tipe orang yang suka keheningan.

"Saya bukan om kamu!".

Yumi memutar bola matanya.

"Terus kalau 'nggak panggil om, panggil apa? Cocoknya om kok. Di panggil kak kemudaan. Harusnya om terima ajadeh di panggil om, sesuai sama umur om."

"Diam kamu, jangan banyak ngomong!"

Kayak kenal kalimat itu.

Yumi melipat bibirnya kedalam, belum berani untuk bicara lagi. Sedangkan Seongwoo kembali dengan diamnya dan fokus pada jalanan di depan yang tidak terlalu ramai.

Yumi memilih diam dan mengecek ponselnya yang mungkin saja ada notifikasi chat dari Woojin atau yang lain yang bisa menghilangkan rasa bosannya.

Keterlaluan.

Tidak ada satupun notifikasi di layar benda persegi panjang itu -dari media sosial sekalipun-

"Kenapa om 'nggak nolak aja sih waktu tau mau di jodohin".

Yumi heran saja dengan orang dingin satu ini. Di saat Yumi mencoba berbagai cara untuk menolak rencana tidak masuk akal ini, Seongwoo hanya diam saja tanpa bicara apapun. Ia hanya tersenyum kepada orang tua Yumi, itupun jika perlu.

"Om jawab dong. 'Nggak bakal bikin suara om abis kok".

Yumi jadi kesal sendiri. Jika dengan Woojin atau Nami -teman Yumi sejak kecil- dia tidak mungkin di abaikan seperti ini. Mereka pasti akan menanggapi celotehan Yumi sekalipun itu tidak penting.

"Om!"

Bahkan Yumi hanya mendengar decakan dari bibit tipis Seongwoo.

"Om gue turun ajadeh. Di diemin terus gue."

Bukan tidak sengaja menggunakan gue di kalimatnya, Yumi memang sengaja karna terlalu kesal. Bagaimana bisa ada manusia semenyebalkan Ong Seongwoo?

"Karna saya tidak ingin kehilangan jabatan saya".

Benar-benar penggila pekerjaan.

                             ♡♡♡

Hello readers!
Ketemu lagi di chapter 1.
Gimana? Belum bosen kan? Masih chapter satu loh.

Vomentnya ya😉

-Chamsae2-

(Soul)mate?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang