Gue berjalan memasuki sebuah gedung berlantai tiga yang saat ini sedang kokoh berdiri di hadapan gue. Samping gue ada Chika yang dengan noraknya melongo liatin sekolah ini.
Gue akuin sekolah ini emang bagus. Jelas lah ya, secara sekolah ini paling favorit. Gudangnya anak remaja kaya dan pinter-pinter. Bukannya sombong, tapi gue sama Chika bisa dibilang pintar. Kita berdua diterima disini bukan karena bokap yang seorang konglomerat, atau nyokap seorang designer terkenal. Kita diterima disini murni hasil kerja keras sendiri.
Tanpa menunggu Chika, gue berjalan ke koridor utama dan mencari kelas gue berada.
"Al tungguin dong."Seru Chika sambil lari menghapiri gue. Gue cuman memutar mata bosen.
"Kita duduk sebangku ya."Katanya sambil ngelingkarin tangannya ke lengan gue. Ya ampun kenapa kakak gue malu maluin banget sih?Fyi aja, Chika lahir duluan tiga menit sebelum gue.
"Males. Lagian lo ga bosen apa nempel gue mulu?"Gue coba lepasin tangan guritanya itu yang entah kenapa malah nemplok erat banget.
"Kok jahat gitu sih."Gue ngakak liat ekspresinya. Kebanyakan nonton drama korea jadi imut deh. Eh.
"Yaudah serah lo deh, tapi lepasin."Perintah gue. Diapun melepasnya.
Gue sama Chika duduk di bangku nomer empat dari depan. Dan sebelnya belakang gue udah anak cowok. Gapapa sih kalau diem. Nah ini rusuh banget.
Gue kesel sama Chika yang daritadi jawil-jawil gue gajelas. Gangguin orang ngegame tau nggak.
"Apaan sih?!"Seru gue tertahan. Tapi dia cuman liat panik ke belakang. Penasaran, gue nengok kearah mata yang ditunjuk Chika. Gue berdecak liat siapa yang bikin saudara kembar gue salting gajelas gitu. Ternyata Rio.
Jadi Rio itu temen gue. Gue jomblangin dia sama Chika. Abisnya gue kasian liat Chika yang seumur hidupnya belum pernah ngerasain jatuh cinta. Apalagi kalau gue main sama pacar. Chika berasa obat nyamuk wkwk.
Oke balik ke topik. Gue ngamatin Rio yang daritadi sibuk ngobrol sama temen sebangkunya tanpa ngelirik ke arah Chika. Sok nggak kenal gitu lagaknya. Dari sini gue udah bisa nebak kalau hubungan kembaran gue sama Rio nggak bakal berakhir bahagia. Ck poor Achika.
Gue ngedarin pandangan ke seluruh kelas dan baru sadar kalau kakak-kakak OSIS udah masuk ke kelas.
"Selamat pagi adik-adik."Sapa salah satu kakak OSIS di depan.
"Pagi kak."Jawab kami serempak.
"Di sekolah ini kita nggak akan ada MOS yang mengerikan seperti sekolah lain. Dan MOS kalian cuman sehari aja. Seharian ini kita bakal kenalan satu sama lain. Trus malemnya akan ada pensi."Terang si kakak cewek. Cantik. Tapi kayaknya genit. Dari suaranya kelihatan banget.
"Pertama kita akan meminta kalian memperkenalkan diri masing-masing."Tambah kakak cowok yang gue tau namanya Adam. Jadi dia dulu kakak kelas gue waktu SMP.
"Nama saya Achika Callsey Haruto. Bisa dipanggil Chika. Dari SMPN 15."Chika memperkenalkan dirinya. Setelah itu ganti gue.
"Nama saya Alexandrina Dhien Haruto. Panggilan Alexa. Dari SMPN 15."
"Kalian kembar ya?"Tanya kak Anggi. Kakak yang tadi membuka kelas. Gue cuman ngangguk dan tersenyum.
"Pantesan sekilas sama. Tapi setelah aku tamatin kalian beda."Celetuk kak Anggi.
Jadi sejak jam 7 pagi tadi murid baru udah ada di sekolah. Sekarang jam setengah tujuh malam. Katanya sih mau ada pensi sekaliab upacara penutupan MOS.
Pensinya keren coy! Senior-senior SMA Dharma Bhakti pada nunjukkin bakat-bakat mereka yang ditampilkan dari setiap ekstra.
Gue seneng lihat beginian. Tapi ntah kenapa gue males buat ikutan. Mending dirumah atau hang out sama temen-temen.
Beda lagi sama Chika. Dia tipe orang yang aktif. Nggak kayak gue. Ini salah satu perbedaan dari kita berdua.
"Al, enaknya ikutan apaya? Gue pengeb karate nih. Tapi gue pengen tinggi, jadi harus ikut basket ya? Tapi club pecinta alam menarik juga."Ya ampun Chika kenapa lo nggak ikutin semua ajasih?
"Tau ah lo pikir aja sendiri. Gue nggak tertarik begituan."Jawabku.
"Sama dong. Gue juga males. Enakan jalan ke mall."Nah ini nih pengikut gue. Gue nengok ke Alma, cewek yang satu pemikiran dengan gue. Jadi gue, Alma, sama Vera udah deket. Padahal kita baru kenal tadi. Gue sama Alma cenderung punya banyak kesamaan. Dan Vera sama Chika, mereka juga punya kesamaan.
Sekarang Vera sedang gabung ke klub pecinta alam. Dan saudara gue ini masih galau milih antara klub pecinta alam, basket, dan karate.
"Gimana kalau lo ikutan klub pecinta alam sama karate aja? Lagian lo udah pernah ikut basket kan di SMP."Akhirnya gue ngasih usul setelah gatega ngeliat muka merana Chika.
Chika senyum berterima masih ke gue sambil ngomong,"Lo memang sodara terbaik." nggak lupa tepukannya di kepala gue.
Sebenernya gue nyuruh Chika ikut dua-duanya karena tadi gue lihat Rio juga daftar disitu. Kali aja kan Chika bisa pedekate sama Rio.
"Alexaaaaaa Rio satu klub sama gue!"Sorak Chika sepulangnya dari MOS tadi.
Gue cuman bisa nutupin kuping sambil teriak kesal,"Berisik! Biasa aja keles."
Chika cuma nyengir aja lalu masuk ke kamarnya yang terletak di sebelah kamar gue.
Guepun ikutan masuk ke kamar gue sendiri. Mabdi, ganti baju, tidur deh. Sebelum tidur gue masih bisa denger suara Chik di kamar sebelah yang lagi nyanyi-nyanyi. Kayaknya dia naksir berat deh sama Rio.
***************************
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Ficção Adolescente[Discontinued] Cerita ini ditulis beberapa tahun lalu saat penulis masih di bangku SMP. Tidak direkomendasikan bagi pembaca yang haus kesempurnaan.