Ada yang aneh, aku terbangun seperti tak terbangun.
Aku melihat tubuhku terbaring di tempat itu.
Lalu siapakah "aku" yang melihat tubuhku?Aku mengitari tempat itu.
Aku melihatnya.
Aku melihat keluargaku.
Aku melihat sahabat dan teman-temanku.Ada raut wajah sedih.
Ada raut wajah kehilangan.
Dan, aku menangkap satu raut wajah penyesalan.Tiba-tiba aku mengerti defenisi duka yang sebenarnya.
Ibu dan ayahku berteriak.
Pilu.
Penuh kesesakan.
Penuh kesakitan.Adikku meraung.
Meronta.
Memintaku kembali.Ada apa ini?
Aku memegang bahu mereka semua, namun bahkan sentuhan ku tak terasa. Tak berdampak.
Tembus seperti bayangan.Tanpa sadar, aku menitikkan air mataku.
Ini kah rasanya duka kematian?
Sangat pilu.
Terlalu sesak.
Terlalu menyakitkan.
Sangat tidak bisa diterima akal sehat.Tiba-tiba semua menggelap.
Aku terlonjak.
Benar-benar bangun dari tidurku.
Aku mencubiti beberapa bagian tubuhku.
Hanya ingin memastikan jika aku merasakan sakit.
Ya, masih terasa sakit.
Apakah tadi itu mimpi?
Namun, mengapa terasa begitu nyata?
Mengapa terasa begitu pekat?
Mengapa terasa begitu menyesakkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Rindu, Sekelebat Rasa
PoetryKau tahu apa itu rindu? Bagian terbaik dari rindu adalah rasa. Kau tahu apa itu rasa? Seperti sebuah luapan emosi yang sering kali membuatmu bahagia atau terluka.