Terimakasih Pak Dosen

269 3 1
                                    

Dulu, pada jaman itu, saya pernah menjadi mahasiswa di jurusan Bahasa Jepang sebuah Sekolah Tinggi Bahasa di Bandung.

Masuklah saya ke sana tahun 2001. Berapa umurmu saat itu? Masih di TK? SD? SMP? SMA? atau bahkan belum dilahirkan? Cuma nanya, itu saja.

Oh, sayang sekali saya sudah lulus saat ini, padahal teman saya sampai saat ini masih bisa menikmati dunia kampus yang penuh dengan sukacita dan dukacita. Dia pastinya sangat disayang oleh dosen sehingga tak rela untuk cepat-cepat diluluskan. karena jika lulus, tentunya harus berpisah, dan perpisahan itu tak enak, bukan?

Kalau cerita masa-masa kuliah, ada satu kenangan indah ketika saya jadi mahasiswa. Barangkali kau pernah mengalami apa yang saya alami.

Ketika itu sore hari di kampus, kalau dikira-kira sudah menjelang maghrib. Perluliahan hari itu sudah selesai dan kepala saya penat sekali karena ulah dosen! Mereka memaksa saya harus duduk di kelas dari pagi hingga sore.

Kalau kalian sewaktu penat butuh refreshing iya kan? Saya juga begitu. Butuhlah saya untuk me-refresh diri saya.

Oh, teman-teman saya ada yang pergi hang-out ke mall, ada yang pergi ke bioskop, ada yang pulang ke kost-an sekadar untuk tidur-tidur di kasur dan makan-makan di kasur juga, karena kamar, tempat makan, dapur, disitu semua, hanya toilet saja yang terpisah, jaraknya 10 m dari kamar, WC umum namanya.

Tapi saya? kondisi keuangan tak memungkinkan untuk melakukan itu semua, karena di kantong hanyalah cukup untuk ongkos pulang ke Banjaran, itu di Bandung Selatan, sedangkan kampus saya di Bandung Utara, dekat sih kalau dilihat di Google Maps.

Tapi, bagaimanapun juga saya harus refreshing! harus! supaya tidak stresslah saya. Kalau stress bahaya bukannya jadi sarjana, malah masuk Rumah Sakit Jiwa!

Pada saat itu di depan gerbang masuk / keluar kampus, saya berpikir keras bagaimana cara me-refreshdiri saya, tanpa uang sepeser pun.

Dari parkiran terlihatlah Pak Dosen mau pulang mengendarai mobil putih kesayangannya, tentu saja Pak Dosen harus melewati gerbang kampus yang ada saya disana yang lagi berpikir keras! Oh, gerbang itu cukup sempit. Baiklah, saya akan refreshing sama Pak Dosen.

Pak Dosen dengan mobil yang dikendainya sudah sampai di gerbang maulah dia keluar. Seketika saya stop mobilnya! Saya halangi supaya itu mobil jangan dulu keluar gerbang.

“Maaf Pak, Bapak bisa tunggu sebentar?”

“Emangnya ada apa?” jawab Pak Dosen.

“Maaf Pak, saya sedang mencari cincin pemberian ibu saya, mungkin jatuh di sekitar sini, takutnya terlindas oleh mobil Bapak jika mobil Bapak lewat”.

"Saya bisa dimarahi ibu kalau cincinya rusak atau hilang Pak, maaf ya Pak, sebentar kok"

Sambil berakting seakan-akan kejadian itu benar-benar terjadi.

“OK, tapi cepat ya…” jawab Pak Dosen lagi.

Oh, saya berhasil membuat Pak Dosen tertahan di gerbang kampus, dan saya berpura-pura mencari cincin di hadapan mobilnya, celingak celinguk ke kolong mobil, memutari mobilnya.

Saya saat itu menghalangi Pak Dosen untuk keluar gerbang, entah berapa lama. Sampai akhirnya….

“tidiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiidd!!!” itu suara klakson, bukan suara Pak Dosen.

“Wey!! cepat dong..!! saya mau buru-buru pulang tau!!” nah kalau yang ini suara Pak Dosen agak tinggi, yang memang tersita waktunya karena saya.

“Sebentar Pak, sebentaaaaar…” jawab saya.

Akhirnya Pak Dosen terpaksa harus menunggu beberapa saat lagi dengan kesal.

"Cepetan dong! Saya mau pulang tau!"

"Maaf belum ketemu Pak.. Sebentar ya Pak"

Kemudian, sambil jongkok di depan mobil Pak Dosen, saya keluarkan cincin yang memang tadi sudah saya persiapkan sewaktu berpikir keras.

Itu menandakan akting saya harus segera berakhir, kasihan Pak Dosen sudah menunggu lumayan lama, dan menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan, betul? Apalagi kalau waktu terbuang percuma gara-gara mahasiswa yang putus asa mau refreshing.

Akhirnya saya tunjukkan itu cincin ke Pak Dosen.

“Ketemu Pak, ada di bawah ban mobil bapak, hampir saja terlindas” kata saya.

“Terimakasih banyak ya Pak….” itu kata saya lagi.

Dengan berakhirnya akting saya, berhasillah Pak Dosen untuk keluar gerbang kampus, berlalu dan pulang untuk menemui istri tercintanya.

Terimakasih Pak Dosen, seenggaknya kejadian itu bisa membuat sedikit terbebas dari penat. Dan bisa kubagi cerita ini buat mereka yang senasib sama saya. Penat tapi tak punya uang buat refresh dari aktifitas yang membosankan.

Tapi, janganlah ditiru sebelum siap berlama-lama di kampus, jadi mahasiswa kesayangan dosen.

NostalgilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang