4. Ikut Lomba

833 134 9
                                    

Suasana di klub band SMU 440 masih seperti biasa, ribut mengenai berbagai macam hal. Dari mulai Jinyoung dan Haknyeon yang berebut cemilan, Daniel dan Ong meributkan entah apa, bahkan Hyungseob yang sekarang tengah bermain drum dengan asal hingga membuat suara yang begitu ribut.

"Iss gue belum mau lulus." Rengek Ong yang sekarang pindah tempat duduk di depan Jihoon, "Masih pengen main jadi anak sekolahan."

Ong memang satu-satunya anggota yang berada di kelas tiga, membuatnya menjadi satu-satunya yang akan lulus mendahului yang lain di klub band.

"Yaudah, jawab salah-salah aja, biar lulusnya sama gue." Ujar Daniel seraya merangkulkan tangannya di pundak Ong.

"Sembarangan!" Protes Ong seraya memukul tangan Daniel dengan cukup keras, "Gue juga mau kuliah, mau jadi dokter."

"Eh, seriusan lo kak? Gak salah denger kuping gue?" Daniel ngakak sambil jewer-jewer kupingnya sendiri di hadapan Ong.

"Sini! Gue korekin itu kuping lo." Ong langsung mengambil pulpen yang di atas meja sambil diarahin ke Daniel dengan buas.

"Kak! Lo gak bimbel?" Tanya Jinyoung.

"Oh iya, hampir lupa gara-gara beruang satu ini." Ong buru-buru beresin barang-barangnya dan langsung menggendong tasnya.

"Ayo gue anterin." Ujar Daniel seraya menggandeng tangan Ong keluar ruang klub.

Lupakan pasangan Ongniel yang gak jelas kelai baikan terus.

Sekarang Jihoon lagi asik sendiri di meja ruang klub, Jihoon lagi ngeliatin selebaran berisi informasi lomba piano untuk amatir yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Lo mau ikutan?" Tanya Hyungseob yang sekarang udah duduk di samping Jihoon.

"Ikut apaan?" Jihoon langsung menurunkan selebaran itu dari tangannya.

"Lomba ini." Hyungseob kembali menaikkan selebarannya, "Lo ngeliatin ini mulu, tandanya mau ikut."

"Gue juga ngeliatin soal matematika tapi gak ada yang bilang mau ikut olimpiade matematika." Balas Jihoon santai.

"Karena lo bego."

"Sial lo." Jihoon udah siap melempar buku tebal ke Hyungseob kalo gak keburu ditahan sama Jinyoung.

"Eh tapi serius nih, kalo lo mau ikut, kita semua bakal dukung lo, termasuk Kak Daniel sama Kak Ong."

"Gue bakal bikin baliho gede buat nyemangatin elo." Ujar Jinyoung dengan percaya dirinya yang tinggi.

"Eh apaan sih, gak gue gak ikutan lomba apa-apa." Putus Jihoon seraya membereskan barang-barangnya kembali ke tas.

***

Pada akhirnya Jihoon benar-benar ikut lomba musik itu karena Hyungseob yang langsung mendaftarkannya, bahkan dia sampai membayarkan biaya pendaftarannya, yah meski setelah itu meminta ganti pada Jihoon.

Selain itu, Ong juga ikut bersemangat untuk mengajarkan Jihoon pengetahuan tentang bermain piano. Belakangan ini Ong selalu menekankan pada Jihoon cara memainkan lagu klasik karena menurutnya itu lebih sulit daripada musik biasa. Sebenarnya Ong sendiri ingin mengikuti perlombaan itu, tapi kesibukannya sebagai siswa tahun akhir membuatnya memutuskan untuk tidak mengikutinya dan fokus dengan ujian yang sudah semakin dekat.

Jihoon sendiri sebenarnya masih agak ragu buat ikutan perlombaan itu, tapi di satu sisi ia memang mau ikut, bukan karena ada kemungkinan Guanlin ikut serta, bukan. Dia cuma pengen ikut aja gitu.

"Gue tau lo fokus sama lomba, tapi belajar juga penting." Ujar Hyungseob yang hari itu berkunjung kerumah Jihoon buat belajar bareng karena ulangan semesteran udah semakin dekat.

"Tapi gak musti gini juga sih." Jihoon menyingkirkan tumpukan buku matematika dihadapannya. Itu buku yang dibawa Hyungseob buat Jihoon belajar, "Masa iya matematika semua sih? Kan ulangannya gak cuma itu."

"Ya lo tau sendiri kan apa yang jadi kelemahan lo? Sekarang itu gak bisa cuma menggali potensi sama satu pelajaran yang lo minati, tapi yang lain harus menyesuaikan, gue setuju kalo sistem ini cukup kejam, tapi kita yang jadi kelinci percobaan bisa apa? Mengandalkan kata 'yang penting lulus' meski nilai pas-pasan, lah semua juga diliat dari nilai yang didapat, bukan usaha kita ngedapetin nilai itu."

"Yeu, malah ngebacot si ucup."

"Yaudah, istirahat dulu deh."

Hyungseob langsung ngambil remot dan nyalain tv tepatnya di kartun spongebob yang episode patricknya jadi pinter trus malah dijauhin orang-orang. Kok jadi serba salah? Bego dikatain, pinter dijauhin. Entahlah.

"Oh ya, ngomong-ngomong..." Ucapan Hyungseob terputus saat ia memakan cemilannya kemudian ngomong lagi, "Apa sih yang bikin lo suka sama si Guanlin itu?"

"Gak tau." Ujar Jihoon yang masih asik sama hpnya, "Gue cuma suka aja, udah gitu."

"Trus kenapa bisa lama banget?"

"Gak tau, susah aja gitu ngelupainnya."

Hyungseob berhenti nyemilin chitatonya dan beralih kepada Jihoon dan langsung ngambil hpnya paksa, "Kalo jawaban lo selalu gitu aja, gimana kalo dia nolak lo gitu aja?"

"Yaudah gitu aja sih." Ujar Jihoon masih santai seraya merebut kembali hpnya.

"Hm, susah kalo begini mah, lo musti punya motivasi kuat kalo beneran mau ngejar dia."

Jihoon mencomot chitato Hyungseob dengan santai, "Lah, yang bilang gue mau ngejar dia siapa? Gue udah di zona nyaman gue buat suka sama dia secara sepihak, gue gak maksa dia musti nerima gue kok, bahkan gue gak berharap banyak bisa jadian sama dia, yang penting gue suka sama dia, udah gitu."

Hyungseob menghela nafas kasar, "Gue tau dalam diri lo sebenarnya pengen seenggaknya buat nyamain dia, ikut klub band, ikut lomba, hampir tiap hari nyeret gue kerumah lo buat belajar, secara gak langsung lo tuh berusaha buat menggapai dia." Ujar Hyungseob agak gemes sama sohibnya satu ini, "Gue tau nilai ujian lo pas lulus SMP itu tinggi, dan gue yakin Guanlin adalah orang yang jadi motivasi lo, lo pengen masuk sekolah yang sama kayak dia meski akhirnya gagal, masih mau menghindar?"

Jihoon gak berkutik, setiap kata yang dikatakan Hyungseob memang benar adanya. Posisi Guanlin memang kini hanya berada satu tingkat di atasnya, tapi perbedaan yang ada terlalu jauh, Jihoon hanya berusaha tau diri melihat dirinya seperti apa, makanya dia udah cukup nyaman dengan hanya menyukai Guanlin, yah meski terkadang Jihoon akan merasa sedikit sakit jika melihat Guanlin bersama yang lain.

"Gue cuma mau lo jujur sama perasaan lo sendiri, kalo emang hal itu membawa lo jadi lebih baik, kenapa lo harus mengelak?"

Jihoon masih diam menanggapi ucapan sohibnya itu, dalam hatinya ia berperang, haruskah dia menyerah pada perasaannya dan melepaskan Guanlin, atau tetap menerima perasaannya meski belum tentu Guanlin melihat perasaannya?

Sepertinya pilihan pertama akan kalah, karena selama ini Jihoon selalu memilih pilihan pertama dan selalu kalah dengan kegoyahan dirinya sendiri.

Until now [PanWink]☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang