Sengatan matahari siang ini begitu terik. Tata dan Helena sibuk mengipasi wajahnya dengan sebuah buku. Keduanya terus menyeruput es teh yang dibungkus plastik. Tatapan keduanya terus tertuju ke salah satu ruang kelas yang masih saja belum saja bubar. Sesekali Helena melihat arlojinya dengan gelisah. Sementara Tata sibuk menyeka keringatnya yang mulai menembus pori-pori.
"Ikat aja rambutnya, Ta! Biar nggak gerah," saran Helena.
"Iya, Len." Tata langsung mengikat rambutnya.
"Kamu tau nggak, sih... sebenarnya kamu itu unik. Kamu itu punya badan mungil, mata yang bagus, hidung mancung, dan istimewanya rambut keriting kamu itu lo." Helena menatap Tata lekat-lekat.
Tata berhenti menyeruput es tehnya lalu menyipitkan mata menatap Helene, "Kamu itu lagi muji atau menghina, sih?"
"Aku serius Ta, sebenernya kamu itu cantik. Tapi ya itu...." Helena menghentikan kalimatnya.
"Tapi apa?" tanya Tata.
"Liat deh mana ada mahasiswi jaman sekarang yang masih pake kemeja longgar sama celana jeans gombrong kayak gini." Helena menarik lengan kemeja Tata yang kebesaran.
"Emangnya kenapa? toh, IPK kita nggak ditentuin sama pakaian dan style kita ke kampus, kan?" Tata berusaha membela diri.
"Emang IPK nggak ditentuin sama penampilan. Tapi penampilan mempengaruhi kehidupan kamu sebagai mahasiswi di kampus ini. Sekarang coba aku tanya, selain aku dan Windi, apa kamu punya temen yang lain di kampus ini?" tanya Helena.
Tata menggeleng pelan.
"Aku bukannya bermaksud buat kamu sedih atau gimana, aku cuma mau lihat kamu sedikit lebih percaya diri Ta, dan aku pikir hal pertama yang harus kamu benahi itu adalah penampilan kamu." Helena langsung menjelaskan panjang lebar setelah melihat wajah Tata yang mendadak murung.
"Aku ngerti kok. Aku juga tau kalau kamu selalu kesal dan marah kalau anak-anak yang lain ngata-ngatain aku cupu, norak dan sebagainya." Tata tersenyum malu menatap Helena.
Helena tersenyum lalu menepuk pundak Tata pelan. Hatinya masih saja terenyuh setiap melihat binar mata Tata. Tatapan polos itu tidak pernah berubah. Kelembutan dan kesederhanaannya membuat Helena tidak tega melihat Tata yang selalu berkeliaran sendirian di kampus. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk menjadikan Tata sebagai sahabatnya. Helena sudah menanggalkan gengsinya. Dia mengabaikan statusnya sebagai mahasiswi paling terkenal seantaro kampus dan memilih berteman dengan Tata yang jelas-jelas memiliki latar belakang 180 derajat berbeda dari dirinya.
"Maaf ya! Kalian nunggunya lama." seorang gadis cantik dengan rambut berwarna cokelat langsung menyapa dengan napas tersengal-sengal.
"Padahal jam istirahat udah dari tadi, lo!" dengus Helena.
"Sorry deh sorry! Tadi mendadak dosennya kumat ngasih kuis mendadak," jawab Windi.
"Ya udah yuk kita ke kantin! udah kelaperan nih," ajak Helena.
Helena dan Windi segera melangkah pergi, namun Tata masih terdiam di tempatnya. Dia menatap kedua sahabatnya itu. Penampilan Helena dan Windi memang selalu memesona. Keduanya selalu tampil fashionable dan menjadi pusat perhatian seluruh warga kampus. Mereka memiliki body goals idaman dan memiliki selera fashion yang bagus. Tata melirik kemeja yang kini dikenakannya. Kemeja itu bahkan sudah terasa seperti seragam kampus yang selalu dikenakannya sepanjang waktu.
Sementara Windi dan Helana? mereka bahkan tidak pernah terlihat mengenakan pakaian yang sama untuk datang ke kampus. Bukan hanya pakaian, tetapi tas dan sepatu mereka juga terlihat berbeda setiap hari. Tata tersenyum tipis, ransel miliknya bahkan tidak pernah diganti sejak awal masuk kuliah dua tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI SATU SEMESTER (TAMAT)
RomanceCUKUP ENAM BULAN SAJA! Tata dan Arga terpaksa harus menikah meski keduanya tidak saling mencintai. Keduanya melalui hari demi hari bagai sebuah mimpi buruk. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk membuat sebuah kontrak rahasia. Mereka sepakat untuk me...