2

3.7K 348 21
                                    

Pada awalnya, Yoongi makan dengan tenang, ya awalnya. Sampai dia merasa keberadaan Seokjin cukup mengganggunya.

"Ada apa?"

"Makananmu itu tidak gratis."

Dengusan nafas keras terdengar dari Yoongi. Selera makannya lenyap begitu saja mendengar ucapan Seokjin. Sebenarnya Seokjin merasa sedikit bersalah juga karena mengganggu acara makan Yoongi, tapi lelaki itu sudah berada di puncak rasa kesalnya sekarang. Terlebih bertatap muka langsung dengan Yoongi sedikit sulit belakangan karena jadwal waktu bekerja mereka tidak sama. Tapi bagaimana lagi, dia hanya ingin menyadarkan Yoongi. Dan cara yang Seokjin pilih adalah dengan bersikap tegas seperti saat ini.

"Aku tidak punya uang, tanggung semuanya dulu."

"Sampai kapan?"

Entahlah, Yoongi juga tidak tahu.

"Kapan kau sadar Yoon? Jangan ikut online gambling yang tidak menguntungkan itu. Kita bukan orang kaya yang punya banyak uang untuk dihabiskan, kau jelas tahu hal itu. Jangan buang uangmu di sana."

"Siapa bilang aku membuang uangku?!" Yoongi berdiri dari duduknya, menatap Seokjin dengan tatapan penuh amarah. Mulutnya terkatup rapat, di dalam sana, giginya sudah bergemeretak.

"Kalau kau tidak membuang uang, lalu kemana uang-uangmu?" Seokjin mencoba tetap tenang, menatap datar Yoongi di hadapannya.

Tangan Yoongi mengepal, dia ingin mengatakan beberapa hal tapi dia sadar bahwa amarahnya yang tidak mampu dia bendung saat ini akan mengacaukan segalanya.

"Jangan egois Yoon!"

Cukup sudah, lebih baik Yoongi menjauh sebelum dia melukai Seokjin dengan tangannya. Saat ini saja dia sudah ingin melayangkan pukulannya pada Seokjin yang menyudutkannya sedemikian rupa. Yoongi menyapu barang di atas meja makan hingga jatuh berserakan. Piring yang dipakainya pecah berantakan, ditambah lagi makanannya yang belum habis mengotori lantai. Juga gelas berisi air mineral yang baru dia minum seperempat gelas. Dia butuh pelampiasan, dan menghancurkan barang-barang itu rasanya lebih baik daripada memukul Seokjin.

"Kalau aku tidak egois, siapa yang akan memikirkanku?!" tanya Yoongi sebelum meninggalkan Seokjin.

Sepeninggal Yoongi, Seokjin mematung di tempatnya. Nafasnya mulai memburu. Bukankah Yoongi benar-benar semakin kurang ajar?

*

Yoongi menggedor pintu kuat-kuat.

Sial!

Entah kemana Seokjin, seharusnya kakaknya itu sudah pulang. Yoongi tahu hari ini Seokjin masuk shift pagi, jadi otomatis saat ini seharusnya dia sudah berada di rumah. Tapi sudah lebih dari lima menit Yoongi mengetuk pintu -- mengetuk hingga menggedor lebih tepatnya -- Seokjin masih belum membukakan pintu untuknya. Rasanya dia ingin mencekik kakaknya itu karena menghilangkan kunci serep yang biasa dibawa, hingga kunci utama yang dipegang Yoongi dibawa Seokjin hari ini -- sekaligus untuk digandakan lagi. Menurut perjanjian awal pagi tadi, kakaknya akan sampai di rumah jam enam sore, itu sebabnya Yoongi memberikan kunci pada Seokjin. Dan lagipula ini masih jam sembilan, kenapa Seokjin sudah mengunci pintunya? Apa Seokjin benar-benar berniat menguji kesabarannya, belum cukupkah mereka yang sering adu mulut belakangan?

Yoongi menggedor pintu lagi, tidak peduli para tetangga akan terganggu dengan keributan yang dia ciptakan malam ini. Ponselnya menjadi alat pelampiasan untuk menghubungi Seokjin secara brutal. Dia bahkan ingin melempar ponsel itu karena Seokjin tidak menjawab panggilannya sama sekali. Beruntung dia masih ingat bahwa benda mati itu tidak bersalah, dan dia masih sangat membutuhkan ponselnya.

"Kim Seokjin?!"

Gedoran pintu itu terus terdengar, diiringi teriakan Yoongi yang semakin menjadi.

a Part That You Didn't Know (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang