Siang ini, entah mengapa sang surya begitu bersemangat memancarkan sinarnya, belum pernah kurasakan panas yang begitu terik seperti saat ini. Jangankan untuk pergi kuliah dengan menerobos teriknya matahari, beranjak dari tempat tidur saja aku sangat malas.
“Ah, panasnya,” aku menggerutu dari dalam kamar sambil perlahan membuka selimut yang menutupi separuh dari tubuhku. Aroma masakan mulai tercium perlahan-lahan, wanginya membuat cacing diperutku semakin meronta-ronta. Ku langkahkan kaki perlahan dari arah kamar menuju dapur “Siapa sih yang masak pagi-pagi gini?”
“Apanya yang pagi, ini mah udah jam sepuluh siang Al.” Suara Kesya terdengar sedikit serak seperti habis menangis. Mungkin semalam, dia bertengkar lagi dengan pacarnya.
Seperti biasa, ketika sedang terjadi konflik, dia selalu melampiaskannya dengan memasak makanan sebanyak mungkin dan membagikannya keseluruh penghuni kos. Sesekali aku kagum padanya, dalam keadaan hatinya yang terluka dia masih saja bersikap produktif.
“Hah... jam sepuluh,” Aku tersentak, lalu langsung mengarahkan pandangan ke arah jam yang terletak di dekat tangga kemudian menggosok-gosok mataku sendiri seakan tak percaya “Aku lupa, aku ada kuliah.” Ujarku histeris. Akupun segera bergegas mengambil handuk dan menyusuri beberapa kamar mandi, mencari yang kosong.
Sesaat setelah selesai bersiap-siap, aku melihat ada beberapa panggilan yang tidak terjawab di handphoneku, semua panggilan itu berasal dari Elsa. Dia adalah sahabatku sejak di bangku SMP, SMA, hingga Kuliahpun di Universitas yang sama.
“Halo,” Karena merasa bersalah aku menelfonnya kembali.
“Lo kemana aja Al, udah tahu sekarang ada kuliahnya Pak Sam. Susah banget sih dihubungin, lo ingatkan... kita sekarang ada presentasi proposal, jangan sampai telat,” Ucapnya ganas, seperti singa yang sudah siap menerkam mangsanya hidup-hidup.
“Iya, iya maaf... gue inget kok, tadi gue ketiduran habis sholat subuh.” jawabku.
“Tidur kok kayak kebo!” Ucapnya sinis.
“Iya deh...” kataku sedikit memohon “gue ngaku, gue salah, gue minta maaf ya, nanti gue teraktir deh.”
“Teraktif apa?” katanya mulai lunak.
Seandainya di kampus ada kategori mahasiswa terajin yang datang selalu tepat waktu, maka Elsalah yang akan memenangkan kategori itu. Sepuluh menit sebelum kuliah dimulai, dia pasti sudah ada dikelas.
Dialah sahabatku, yang selalu memastikan bahwa aku harus selalu kuliah dengan datang tepat waktu. Jadi, aku tidak mendapatkan omelan ataupun tugas-tugas tambahan dari dosen, karena perangaiku yang sering datang terlambat setiap kali pertemuan.
----------
Hari ini kuliah dimulai pukul 10.30 WIB sampai 13.30 WIB. Waktu yang sangat membosankan, untuk dihabiskan hanya dengan mendengar ceramah dari dosen yang telah bertatap muka dengan kami dari semester awal hingga akhir. Kadang aku dan teman-temanku berpikir, apakah universitas ini kekurangan tenaga pendidik, sehingga harus mempertemukan kami dengan dosen yang sama dari awal hingga akhir semester.Selama proses pembelajaran berlangsung, yang kulakukan hanya melihat jam, bermain handphone, dan kembali lagi melihat jam. Batinku mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sudah aku ketahui jawabannya. kapan selesai, aku sudah ngantuk, lapar, haus, lelah, dan juga bosan dengan ceramah yang memenuhi ruangan berukuran sepuluh kali sepuluh meter ini.
Saat sedang mencoba untuk mencerna satu persatu kalimat yang di lontarkan oleh dosenku di depan, ada anak yang melemparkan segumpalan kertas kearahku. “Ssssseeeetttt, Al, Al, Alana.”Ucapnya pelan.
Aku mencoba mencari asal suara itu, ternyata suaranya berasal dari bangku nomor dua dari arah belakang, tepatnya di sebelah pojok “Apa Rey...!!” bisikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilonova dalam Semesta
Romance"Aku benci jarak yang terbentang jauh memisahkan kita, aku benci waktu yang berputar sangat lamban saat kita berpisah. Aku benci perintah yang bisa merenggutmu dari pelukku, aku benci semesta yang kadang tak mau berkompromi dengan kita. Aku benci se...