Saat jam pelajaran sudah berakhir, Dimas keluar kelas dengan cepat karna ia sudah bosan di sekolah. Tapi saat sudah di ambang pintu, tiba-tiba ia terkejut karna ada sesuatu yang menyentuh bahunya.
"Gue mau ngomong sama lo bisa?"
"Mau ngomong apa? Cepet!" Dimas menjawab dengan ketus.
"Ga usah pake marah bisa kan?" Elena mulai jengkel dengan Dimas.
Elena lalu menarik tangan Dimas untuk kembali masuk ke dalam kelas.
"Kenapa lo menghindar dari gue sejak saat itu" Elena langsung bertanya apa yang ia ingin tanyakan.
"Hidup ini bukan tentang gue sama lo aja. Hargain yang lain"
"Lo bisa aja kan lupain masa lalu dan kita mulai semua dari awal?" Elena mengutarakan apa yang ia inginkan.
"Dengan mudah lo ngomong lupain? Kalo gue lupain masa lalu berarti kita adalah orang yang saling nggak kenal" Dimas sedikit membungkuk untuk sejajar dengan Elena dan ia mendekatkan wajahnya pada Elena.
Elena hanya dapat tersenyum kecut, "lo bukan Dimas yang gue kenal. Dimas yang gue kenal itu selalu ngejaga gue"
"Emang gue bukan Dimas yang lo kenal" Dimas berjalan keluar kelas.
Elena hanya dapat tertegun mendengar perkataan Dimas, ia tidak habis pikir mengapa Dimas menjadi seperti itu.
*****
Revan berjalan melewati koridor sekolah, ia pulang telat karena ada pemberitahuan tentang ekskul band yang ia ikuti. Revan termasuk orang yang pintar dalam hal musik. Ia juga orang yang paling bijak diantara Dimas,Bisma,dan Daffa walaupun ia akan melakukan hal gila saat bersama dengan tiga orang tersebut.
Saat melewati kelas paling ujung dekat dengan parkiran, ia mendengar isakan dari dalam kelas. Revan berhenti untuk memastikan yang ia dengar dan ternyata benar, ada seseorang yang menangis. Ia sedikit takut karna sekolah sudah mulai sepi. Akhirnya ia memberanikan diri untuk mendekati asal suara dan ia menemukan seorang perempuan yang sedang duduk dengan penampilan yang sudah berantakan.
Dengan ragu Revan memanggilnya, "Elena"
Elena yang merasa dipanggil pun menoleh ke pintu dimana Revan berdiri.
"Lo nangis?" Tanya Revan mendekati Elena dan duduk di depan Elena.
Elena segera mengusap pipinya dan tertawa, "enggak kok,yakali gue nangis"
"Gak usah bohong" Revan tau jika Elena habis menangis karna matanya sangat menunjukkan bahwa ia tadi menangis.
Elena tersenyum kecut dan membuang muka, "lo nggak pulang?"
Revan tau jika Elena hanya mengalihkan pembicaraan, "ini mau pulang,cuma karna tadi gue denger lo nangis makannya gue nggak pulang"
Elena tertawa, "masa gue yang disalahin"
"Lo pulang sama siapa?"
"Biasanya sih kalo pulang gue telfon supir"
"Lo udah telfom supir?"
Elena menggeleng
"Yaudah bareng gue aja" sesaat Revan menarik tangan Elena.
Elena hanya menurut karna sebenarnya ia juga ingin pulang. Tapi kalo nunggu supir pasti lama.
***
"Makasih ya" Elena turun dari motor KLX hijau milik Revan.
"Santai aja. Lo kaya ngomong sama kepsek aja"
Elena hanya tertawa.
Revan tiba-tiba mengeluarkan ponselnya, "gue minta id line sama nomor hp lo". Revan memberikan ponselnya kepada Elena.
Elena segera mengetikan nomor dan id line-nya, "udah kok. Gih sana pulang dah sore juga"
"Makasih ya, ngusir nih ceritanya?" Suaranya terdengar menggoda.
"Iya gue ngusir lo" Elena menahan tawanya.
"Iya-iya gue pulang" Revan segera memakai helmnya dan pergi dari rumah Elena setelah Elena masuk ke dalam rumah.
Vote and coment😊
Maaf klo ceritanya garing.28-08-2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Past or Yourself?
Teen FictionAlvaro Revan Adiputra Cowok dengan tampilan cool, tapi gila waktu sama temen-temennya. Cowok bijak, keren, pintar musik. Pastinya banyak cewek yang suka sama dia. Ia hanya menggoda perempuan untuk candaan. Alano Dimas Fernanda Siswa kebanggan...