PERHATIAN!
ADEGAN DI BAWAH INI MENGANDUNG HAL TIDAK SENONOH. BAGI YANG BELUM CUKUP UMUR ATAU TIDAK MERASA NYAMAN DENGAN CERITA INI, DIANJURKAN UNTUK TIDAK MEMBACA!
SEKIAN DAN TERIMAKASIH.
~~~
Jubah hitam milik Juni sudah terlepas dari tubuhnya ketika berusaha melawan akar tadi. Kini bajunya juga sudah compang-camping. Pakaian perang yang dibuat khusus wanita. Akar-akar yang menyerangnya tadi ternyata berduri. Luka sayatan pun memenuhi tubuh Juni. Apalagi akar itu mengikat tangan dan kakinya sekarang. Juni menggantung dengan posisi tangan jadi satu ke atas, dan kaki yang diregangkan. Kakinya diikat terpisah.
"Berikan cincin itu padaku agar aku bisa hidup kembali!" Perintah penyihir marah.
Cincin itu berpendar sangat terang saat berada di sekitar penyihir. Mungkin memang cincin ini miliknya.
"Tidak akan kuberikan padamu. Ini milikku!" Tegas Juni sambil meringis kesakitan. Air matanya jatuh menahan sakit.
Akar-akar itu mengikat Juni semakin kencang dan durinya masuk semakin dalam di setiap tubuhnya setiap kali Juni berusaha melawan salah satu akar yang bertugas bergerak mengambil cincin. Darah menetes dari setiap tubuh Juni.
"Jangan bodoh! Aku juga menyiapkan racun dalam duri itu! Hahaha! Atau kita bermain-main dulu saja, ya? Tidak serukan kalau kau mati secepat ini?" Penyihir itu melirik badan Juni yang bebas dari pakaian.
Akar yang tadinya akan mengambil cincin, berganti arah menuju pakaian Juni yang compang-camping, hendak menanggalkannya segera.
"Hentikan! Bodoh!" Juni meronta meski tangan dan kakinya sakit. Ia tidak tahu kalau penyihir itu seorang kakek gila, meski rambutnya panjang. Juni mengira dia hanya seorang nenek-nenek. Penyihir dalam dunia fantasi di daerahnya, kan identik dengan nenek tua.
Bagian atas pakaiannya sudah terlepas. Kakek tua itu menjilat bibirnya penuh nafsu. Juni terus meronta yang malah membuat kakek ini semakin tergiur merasakan tubuh Juni. Tubuh Juni ditarik mendekat kearah penyihir dengan akar-akar.
Wajah Juni berada terlalu dekat dengan penyihir, sehingga ia bisa merasakan napas baunya. Juni meludah ke arah wajah penyihir. Penyihir itu malah tertawa dan dengan tangannya yang diselimuti akar, menyentuh dagu Juni.
"Nikmati saat-saat terakhirmu, anakku." Saat hendak mencium bibir Juni, tiba-tiba saja cahaya putih menyelimuti ruangan gelap itu. Dan tebasan pedang membebaskan Juni. Kini, pelukan hangat menyambutnya.
Saat cahaya itu menghilang, Juni menyadari, Axa yang mendekapnya. Cahaya itu pasti berasal dari Axa. Luka-luka luar Juni sembuh. Ia tersenyum sayu karena haru ke arah Axa. Wajah Axa merah padam. Ia melemparkan jubah hitam Juni yang terjatuh tadi ke arahnya. Juni kaget melihat kondisi tubuhnya yang bagian atasnya telanjang!
"Maafkan aku." Juni menangis.
"Dasar! Kau mengganggu acara sakralku! Kau tahu kan dia itu tumbal? Aku sudah memberitahumu bahwa ia harus dikorbankan bagi negeri ini!" Desak sang penyihir.
"Aku tidak peduli! Kau sendiri yang membuat peraturan itu! Itu sama sekali tak ada hubungannya denganku. Sialan!" Axa berperang dengan para akar. Saat marah, ia sangat seram. Berbeda dengan di medan perang tadi. Kali ini ia lebih buas. Bahkan, ia sudah bisa menjangkau si penyihir yang terjatuh karena akar-akar yang menopangnya sudah ditebas habis oleh Axa.
Penyihir itu jatuh tersungkur di depan Axa. Rupanya, akar-akar itu yang memberikan energi padanya. Ia menggunakan kekuatan bagi beribu manusia untuk perang. Kekuatan itu sudah diluar batasnya. Makanya ia membutuhkan akar-akar untuk menjaganya tetap hidup. Entah, bagaimana cara kerjanya.
Saat jatuh tersungkur, penyihir menjelaskan bahwa cincin rubi merah itu merupakan milik ibu sang penyihir. Kekuatannya sangat besar untuk menjaga seseorang tetap hidup. Ia menginginkannya sejak kecil. Namun, sang ibu tidak membiarkannya karena tahu sifat penyihir yang rakus dan haus kekuatan. Saat itu ia masih lemah dan cincin hanya mau berpihak kepada yang kuat.
"Ibu tidak bisa memberikan cincin ini padamu. Cincin ini mempunyai keinginannya sendiri. Ia hanya berpihak pada yang baik."
"Setidaknya itu yang kutahu. Tapi, semakin bertambahnya usia, ilmu dan kekuatanku, aku tahu. Selain berpihak pada yang baik, ia juga berpihak pada yang paling kuat. Tidak sembarangan orang bisa menggunakannya. Bisa-bisa nyawanya terserap dan mati.
"Cincin itu sudah menyerap banyak jiwa. Karena kecantikannya dan tidak ada seorang pun yang mengakui kepemilikannya, seseorang bisa saja mengambil dan mengakui menjadi miliknya.
"Aku membiarkan cincin itu berkelana mengambil jiwa manusia sambil mengawasinya. Aku juga menambah ilmuku agar semakin kuat dan cincin itu datang sendiri padaku. Sekarang aku kuat, cincin itu juga kuat. Kita pasangan yang serasi." Mata penyihir itu menatap Juni nafsu."
Axa menebaskan pedangnya ke arah leher penyihir. Luka sayatan mengotori lehernya. Pedang itu tidak digunakan untuk menebas kepalanya. Hanya untuk mengancam.
"Hentikan sekarang juga! Kau kuat? Hah! Apanya? Sekarang saja kau sujud menyembahku seperti ini." Axa tersenyum meremehkan. Saat itulah, sang penyihir mengucapkan mantera-mantera dan tiba-tiba Juni terdiam seperti kerasukan. Cincin merahnya sudah tidak mati-nyala lagi. Melainkan menyala dengan terang. Warna merah pekat. Warna merah darah.
Juni bangkit dari duduknya dan menyerang Axa menggunakan belati yang tadi terjatuh secara brutal. Walau begitu, wajahnya pucat tak menunjukkan ekspresi apapun. Sekujur tubuhnya dingin. Pandangan matanya kosong. Nafasnya tak beraturan. Persisi seperti saat pertunangannya kemarin. Bedanya, kali ini matanya merah seperti orang marah.
"Bagaimana kekuatan anakku? Hahaha! Aku pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi kau tak menyadari adanya sihir dalam tubuh Juni. Kekuatanku memang sudah sebesar itu!"
Meski tubuhnya lemah, sihirnya kuat. Bahkan pendeteksi sihir seperti Axa tak bisa merasakannya. Beda dengan tiga tahun lalu yang mana Axa bisa mendeteksi dan menemukan penyihir dengan mudah.
"Sial! Juni! Sadarlah!" Sambil menghalau serangan Juni, ia berusaha menyadarkannya. Bahkan, Axa tak menggunakan pedang. Ia tak ingin menyakiti Juni.
"Axa, ketahuilah. Aku adalah kakak dari ibumu. Ibumu itu! Hah! Dialah yang mewarisi cincin tersebut dari ibuku. Karena ia orang yang baik. Sihir merah dan putih akan menghasilkan sihir merah muda. Yang berarti sihir lembut.
"Haha! Aku sudah berlawanan dengannya sedari kecil. Saat aku beranjak dewasa dan ibuku meninggal dengan warisan cincin jatuh ke tangan ibumu, aku sangat marah dan bertekad merebut cincin itu suatu hari nanti.
"Lalu aku tau ibumu menikah dengan seorang sampah dan mati saat melahirkanmu. Lalu melihat bagaimana cincin itu terus berpindah tangan. Pekerjaanku cukup banyak, bukan? Menambah kekuatan, mengawasi cincin, memperhatikanmu, dan menyiapkan semua ini! Aku sudah tidak bisa menunggu lagi. Rencanaku sudah matang!
"Sihir hijau dan merah yang bersatu akan membentuk sihir hitam yang kental. Menjadikannya sihir kelam yang tiada batas!"
YOU ARE READING
Deev's World
FantasyJunia Deva bermimpi sedang berada di dunia lain! Di alam yang disebut 'Dunia Deev' ini, ia adalah tunangan dari seorang pengembara terkenal, Axa Dioniva! Bahkan nama akhiran mereka pun mirip seperti sudah ditentukan khalik. Apakah ini hanya sekedar...