Seperti Seharusnya

4 0 0
                                    

Sebulan telah berlalu sejak peperangan dan diangkatnya raja yang baru, menggantikan raja sebelumnya yang gugur di medan perang. Kondisi kota sudah lebih rapi. Pembangunan berlangsung cepat karena dibantu oleh berbagai negara. Hubungan diplomasi juga berjalan baik. Setelah dirasa kondisi kota cukup baik, Istana menggelar pesta pernikahan. Tentu saja Juni dan Axa yang menikah. Mereka nampak sangat bahagia.

Cincin pernikahan mereka masih sama seperti sebelumnya. Juni masih mengenakan cincin rubi merah itu. Ia masih memiliki sihir merah yang diberikan oleh cincin itu. Sihir putihnya sudah lenyap saat ia menggunakan seluruh sihir putih demi kepentingan orang banyak di peperangan lalu.

Saat Juni sedang melamun di kamar besar megahnya sambil menikmati terik senja dari balik jendela besar, Axa datang dan memeluknya dari belakang.

"Kau lama sekali." Keluh Juni.

"Astaga, isteriku, kau tau kan, kalau aku sangat sibuk membantu Guldeis?" Axa merayu Juni dan mencium pipi isterinya.

"Aku... Tidak tahu harus bagaimana." Juni membalik tubuhnya dan menatap suaminya dengan serius. "Duniaku bukan di sini. Tentu saja aku tak mau berpisah denganmu. Tapi, aku harus kembali."

Axa melepas pelukannya dan menjauh dari sisi jendela. Ia kemudian duduk di sisi tempat tidur yang besar.

"Hei! Kau mau memiliki seorang putri atau putra? Bagaimana kalau kembar?" Axa mengganti topik dan membuat wajahnya seakan ceria. Pembicaraan mengenai anak, selalu bisa membuat Juni bahagia. Tapi tidak untuk saat ini.

"Jangan mengalihkan topik!" Juni tegas sekarang. "Aku mencintaimu. Kau tahu itu." Juni mengalah dan mendekat ke arah Axa. Ia duduk di lantai dan menjadikan lututnya sebagai tumpuan untuk mensejajarkan wajah dengan Axa. Ia lalu menggenggam tangannya.

"Tapi, aku sudah terlalu lama pergi. Aku juga memiliki kehidupan sendiri di sana. Aku pasti bisa kembali lagi ke sini. Kapan pun kau memanggilku." Juni melepas cicin pernikahannya dan menyerahkannya pada Axa.

Axa membelalak kaget. Isterinya seberani itu padanya.

"Jangan marah." Juni mengecup bibir Axa dan mereka saling berpagutan untuk meluapkan semua emosi mereka. Marah, sedih, bahagia. Semuanya jadi satu. Mereka melanjutkannya sampai di atas ranjang.

Axa pun jatuh terlelap karena kelelahan. Juni tidak tidur. Dia sengaja melakukan ini untuk pertama dan terakhir kalinya bagi Axa. Mungkin Axa akan membencinya setelah ini. Tapi Juni harus pergi. Ia tidak bisa menunggu sampai Axa bangun. Suaminya pasti akan mencegahnya.

Langit masih gelap. Sambil menahan tangis, Juni menyelinap keluar kamar. Tentu saja di Istana banyak penjaga. Juni menggunakan sihirnya untuk menghilangkan ingatan para penjaga. Seolah-olah mereka lupa Juni tadi lewat dan mereka membukakakan gerbang untuknya.

Sejak perang, Juni tidak pernah menggunakan sihir lagi. Tapi, ia menyerap sebagian energi cincin, agar saat ia melepas cincinnya, ia masih memiliki sihir di tubuhnya untuk kembali ke dunia asalnya.

"Aku harus menghemat energi sihirku agar cukup membawaku kembali. Maaf, para penjaga."

Juni juga mengambil kudanya dan pergi ke hutan. Lebih tepatnya, ke pohon beringin besar, tempat Zaves mati. Di rongga besar batang pohon itu, Juni akan membuat portal dan mengerahkan seluruh sisa sihir merahnya untuk kembali ke dunianya sendiri.

Ia berkonsentrasi sambil mengarahkan tangannya ke depan. Cahaya merah kekuar dari tangannya. Semakin lama semakin besar dan memenuhi seluruh rongga batang pohon itu. Juni lalu masuk ke dalamnya.

.
.
.

Axa terbangun di pagi harinya tanpa kehadiran Juni. Ia panik mencarinya ke sana- ke mari. Tidak ada yang tahu di mana Juni. Ia benar-benar menghilang. Menurut pengakuan salah satu penjaga gerbang, saat langit masih gelap, ia merasa seperti orang bingung dan tidak mengingat sesuatu yang dirasanya penting.

Dari sanalah Axa yakin bahwa Juni selama ini menyerap energi cincinnya dan telah memiliki sihir dalam tubuhnya. Ia sudah merencanakan semua ini. Bahkan membuat skenario yang indah. Menikah dengannya, mengucapkan hal-hal yang bahagia, memberikan cincin pernikahannya seolah-olah ia tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya karena tidak ada sihir. Dan bermalam bersamanya untuk yang terakhir kali.

Axa merasa dikhianati. Ia mengecek kuda milik Juni di Istal. Benar saja. Kuda milik Juni tidak ada. Axa mencoba memikirkan, ke mana sekiranya isterinya itu kabur. Dengan menaiki kuda, Axa berkeliling mencoba semua kemungkinan.

Tempat di mana mereka bertama kali bertemu, nihil. Tidak ada kuda Juni di sana. Ia pergi ke Kafe milik Lopi juga nihil. Akhirnya, ia ke tempat di mana kakak dari ibunya itu tewas.

Benar saja. Kuda Juni ada di sana. Pohon beringin yang berdiri gagah itu sudah roboh. Pasti sihir yang dapat merobohkannya.

Setelah mendapatkan jawaban dan kepastian, Axa hanya diam menatap pohon itu sambil meremas cincin rubi merah milik neneknya, ibunya, dan isterinya. Ia hendak membuang cincin itu saat ingat bahwa cincin itu berbahaya. Orang tak bersalah bisa-bisa kembali menjadi korban. Meski pahit, ia harus menyimpan dan mengamankannya.

Axa kembali ke istana tanpa kuda Juni. Hatinya hancur melihat semuanya. Wanita yang ditunggu selama tiga tahun dan akhirnya bisa menjadi isterinya, akhirnya pergi karena dunia mereka yang berbeda.

Ia sampai di Istana. Disambut oleh Guldeis. Raja mengetahui keributan dari pelayan istana.

"Cincinnya, bersamamu?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu, kau masih bisa membawanya kembali ke sini, kan?"

"Gila ya, kau? Dia bahkan tega meninggalkanku! Kalau aku membawanya kembali ke sini dan sisa sihir merah habis, ia tidak bisa kembali lagi ke dunianya. Ia bisa saja membenciku." Axa benar-benar marah. Tak peduli lawan bicaranya adalah raja.

"Sihir merah. Ah! Sihir! Sangat sulit menemukan pengguna sihir. Lalu apa yang akan kau lakukan?" Guldeis bahkan tidak bisa membantu Axa. Padahal Axa sudah banyak membantunya, ayahnya, istana dan seluruh penduduk negeri. Tapi mereka semua tidak dapat membalas kebaikan Axa saat ini.

"Mungkin kita akan menemukannya. Pengguna sihir merah. Sementara itu, akan ku amankan cincin ini agar tidak ada orang yang menjadi korban lagi. Mungkin, suatu saat aku akan memanggilnya kemari. Saat situasi penting terjadi."

.
.
.

Juni membuka matanya dan menyadari dirinya sudah berada di kamarnya sendiri! Ini dunianya sendiri! Ia sangat bahagia. Bahkan, walaupun ia berada di dunia yang berbeda selama kurang lebih satu bulan, di sini hanya menghabiskan waktu satu hari. Benar-benar seperti mimpi!

Setelah memasuki portal sihir dan pergi dari dunia itu, Juni masih dapat melihat apa-apa saja yang terjadi dengan Axa. Dia sibuk mencari dirinya dan berencana memanggilnya kembali.

Meskipun semuanya seperti mimpi, ia merasa sangat bahagia.

TAMAT

Deev's WorldWhere stories live. Discover now