Laut

29 2 0
                                    

Adakah cara mengutarakan yang lebih kerasan daripada lautan? Yang mencoba surut saat kebanyakan makhluk melihat, menikmati, serta berbagi kebahagiaan?. Lalu kembali pasang dibawah bulan dikegelapan?.

Aku pernah sendirian menyaksikan lautan dikegelapan dibawah bulan dan bintang yang jumlahnya ratusan, diatas pasir pantai dan seonggok dahan pohon yang mulai membangkai. Angin ikut mewakilkan perasaan lautan yang sedang berantakkan memekakan telinga kanan. Ombak amat sangat terlihat seperti tangan yang melambai dengan indah, seakan ingin membawaku merasakan rasa gelisah yang dia resahkan. aku, bintang dan bulan serta kayu yang kududuki hanya mampu melihat, memandang dan menyaksikan, bersaksi atas laut yang sedang tersakiti.

Mengapa hanya dikegelapan kau ungkapkan? Mengapa tidak kau bagikan semua yang kau rasa dikala jutaan manusia berpesta fora dipinggiran pantai? Mungkin itu semua bisa selesai walau akan banyak mayat yang terbengkalai? Mengapa?.

Kulemparkan batuan kearahmu Tapi kau tak membalas, apa kau takut?. Kembali jawabanmu hanya riak ombak disertai angin yang berhembus membuat nyiur kecokelatan itu bergoyang.

Aku lelah terus terusan melihatmu yang resah tanpa karuan. Aku pergi meninggalkan kamu yang sedang berantakkan. Dengan ombakmu, dengan anginmu, dengan bulan dan bintang yang masih setia menyaksikanmu, dengan dahan kayu yang kini kembali menunggu seeorang duduk terpaku melihatmu.

Ternyata benar, setelah pagi aku keluar, ketika mentari dengan indah memancar, bendera lusuh berkibar, burung burung cantik berkoar, tawa para nelayan berkelakar, kau sudah terbangun sadar.

Ternyata, sehebat apapun pasangnya lautan akan surut karena adanya cahaya, pencerahan, dan kehangatan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IDEA NOT A-DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang