Alesha mengerjap-ngerjapkan matanya yang penuh air mata. Mimpi itu datang lagi. Dan tanpa sadar membuat Alesha menangis dalam tidurnya. Terlampau sering, mimpi tentang cinta pertamanya yang tidak berhenti menghantui tidur-tidur Alesha. Di dalam mimpinya, Alesha selalu saja berusaha menghindar saat melihat Farrel. Terlebih setelah dia bertemu lagi dengan Farrel beberapa hari yang lalu.
Alesha sedang membereskan tasnya bersiap ke berangkat kerja saat ponselnya berbunyi.
"Hai, sayang." sapa suara Bobby dari seberang telepon.
"Hai, Bob. Ada apa?"
"Kamu sehat?"
"Iya, sehat kok. Eh, aku udah mau berangkat ngantor nih. Nanti telepon lagi yaa. Dah"
"Ok, i love you."
"Love you, too."
Dengan tergesa-gesa Alesha menjejalkan ponselnya ke dalam tas jinjing warna abu-abunya. Kemudian mematut diri di depan cermin sekali lagi sebelum akhirnya dia merasa yakin untuk berangkat kerja hari ini.
Sepertinya ini hari panik sedunia, setelah hampir saja terlambat masuk kerja hari ini, Alesha mendapat panggilan meeting mendadak. Secara serampangan dia menyahut pulpen yang tergeletak di atas meja dan membereskan beberapa dokumen untuk keperluan meeting. Bahkan sampai dia tak lagi menghiraukan Rizal, teman sesama teller sedang kebingungan mencari pulpennya yang saat ini sudah berada di dalam saku blus Alesha.
"Ca, mau langsung ke kantin?" tanya Indah saat mereka berdua berjalan keluar dari ruangan meeting.
"Boleh, tapi gue ke toilet dulu ya." jawab Alesha disusul anggukan Indah.
Sambil mencuci tangan di wastafel toilet, Alesha mengamati pantulan bayangannya sendiri di cermin. Menepuk-nepuk pipinya yang sudah tidak semulus 8 tahun yang lalu. Sudah terlampau lama berlalu. Ah, kenapa juga dia harus bertemu dengan Farrel lagi. Pikirannya menerawang kembali ke hari itu, hari dimana dia menyatakan perasaannya pada Farrel. Hanya saja ada satu perasaan yang masih mengganggu benak Alesha. Yaitu, tentang pernahkah sedikit saja Farrel menyukainya? Pernahkah sedetik saja dia memikirkan Alesha? Atau pernahkah..., tidak, atau mungkinkah Farrel sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama pada Alesha. Alesha mengumpat kesal pada dirinya sendiri. Bodoh. Dia merasa pertanyaan-pertanyaan itu sudah terlampau kadaluarsa.
Tangan Alesha yang masih setengah basah meraih ponsel di saku roknya. Ada satu pesan dari Bobby. Alesha mengabaikan pesan itu, jari lentiknya malah menelusur layar ponselnya dan membuka aplikasi Note. Dan mulai mengetikkan sebuah rangkaian curahan perasaannya saat ini
Ada sesuatu...
Ada sebuah tanda tanya besar di hatiku
Tentang cinta, tentang kita
Ada sesuatu...
Ada kerinduan dari relung jiwa
Rindu kamu, rindu kita
Ada sesuatu...
Rasa sesak di dada ini
Tentang artiku, arti kita
Ada sesuatu...
Akankah berani ku ungkap semua
Akankah kamu mengerti
Namun, mungkin masih juga ada sesuatu
Yang akan kusimpan seumur hidup
Dan kelak kubawa mati