Chapter 4

17 2 0
                                    

Alesha mondar-mandir di pelataran kantornya. Gelisah. Sudah hampir seminggu ini, Farrel tak menghubunginya. Laki-laki itu bahkan tidak membalas pesan terakhir darinya, tentang pembatalan janji ke ulang tahun Rizal. Apakah dia marah hanya gara-gara Alesha mengingkari janji? 

"Farrel..!" panggil Alesha begitu melihat Farrel keluar dari gedung kantor menuju ke parkir mobil. Farrel berhenti sejenak, tampak ragu melihat Alesha. Kemudian melemparkan seulas senyum dan kembali berjalan ke arah mobilnya. "Farrel, tunggu!"

Alesha mempercepat langkahnya menyusul Farrel, dan melupakan bahwa dia sedang mengenakan sepatu hak tinggi, alhasil tanpa sengaja kaki kirinya terkilir membuat dia jatuh terduduk.

"Sha!" Farrel bergegas menghampiri Alesha yang sedang meringis sambil memijat-mijat pergelangan kakinya. "Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak papa kok." elak Alesha sambil mencoba berdiri, namun nyatanya kakinya makin berdenyut nyeri sehingga dia jatuh lagi. "Aduduuuh..."

"Kayak gitu kok nggak papa." Farrel meraih pinggang Alesha dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya melingkarkan tangan Alesha ke bahunya. Alesha dipapah Farrel menuju ke mobil yang terparkir tak jauh dari mereka.

"Jadi ada apa?" tanya Farrel tanpa mengalihkan pandangannya  dari jalanan yang mulai agak lengang karena matahari mulai meredup hilang. Alesha menarik napas panjang, antara menahan nyeri di kaki dan bingung akan jawaban pertanyaan Farrel.

"Kamu menghindari aku?" tanya Alesha akhirnya, sambil menatap laki-laki yang sedang menyetir di sampingnya.

"Hmm.."

"Kamu marah sama aku?" 

Farrel masih saja diam. 

"Aku ada salah sama kamu ya?" berondong Alesha. Tanpa dia duga, Farrel menepikan mobilnya di dekat salah satu halte. Alesha memandang Farrel dengan heran, gadis itu menyangka Farrel akan menyuruhnya turun dan melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum.

"Alesha.."

"Oh baiklah, aku turun disini saja." Alesha sudah membuka pintu mobil di sampingnya saat Farrel menahan tangannya.

"Kamu mau turun dengan kondisi kaki seperti itu?" omel Farrel sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Alesha, meraih gagang pintu dan menutupnya kembali.

"Jadi..." 

"Jadi, kalau aku boleh jujur, aku nggak tau apakah aku marah sama kamu. Aku sendiri bingung. Aku kesel sama kamu, iya. Aku emang sengaja menghindari kamu, iya."

"Tapi kenapa?"

"Kenapa? Hmm, you know why."

"Maksud kamu, kamu udah tau tentang Bobby." gumam Alesha sambil tertunduk lesu.

"Yea."

"But, why does it matter to you?" 

"Masih haruskah kamu tanya alasannya? Of course, it does matter."

Hening. Lidah Alesha mendadak kelu. Jantungnya berderbar sudah tak terkontrol. Tanpa sadar pandangannya mulai kabur, karena air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Farrel pun tampak sama, terdiam, seolah menyadari kebodohannya karena telah jatuh cinta pada kekasih orang lain.

"Maaf.." mereka  melontar kata maaf bersamaan. 

"Kalau boleh aku bertanya, pernahkah kamu punya perasaan sama aku? Walau hanya sedikit saja." tanya Alesha gusar sambil memutar badannya menghadap ke arah Farrel.

"Aku tahu, i'm way too late. Eight years late. Aku bodoh. Iya aku dulu sangat bodoh, egoku terlalu tinggi untuk mencarimu lagi, untuk membalas pernyataan cintamu dulu. Butuh waktu lama buatku menyadari bahwa aku juga sudah jatuh cinta sama kamu." terang Farrel panjang lebar. Kemudian diraihnya tangan Alesha dan digenggamnya. "Dan saat kamu pergi, aku mulai merasakan hatiku sakit, perih kehilanganmu. I have loved you since eight years ago, Alesha!"

Finds a WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang